Chapter 39

2.2K 122 20
                                    


1 tahun kemudian.

Hari ini untuk pertama kalinya istana Vienna kembali ramai setelah perang besar dengan Odense 1 tahun yang lalu, dan hari ini adalah hari peringatan untuk para korban perang yang akan dihadiri utusan seluruh negara Uni Eropa. Para pelayan berseliweran dengan membawa macam-macam makanan dan minuman menuju Aula di gedung utama istana. Suara tabuhan musik mulai mewarnai siang menjelang sore itu. Ratusan kursi empuk tersusun rapi di dalam dan luar istana. Dan bunga Edelweiss dan Tulip mewarnai ruangan juga halaman. Kelopak bunga putih dari pohon Chestnut terbang diembus angin menyirami kereta kuda yang baru tiba di halaman utama gedung istana Vienna. Dan melihat penumpangnya, salah seorang pelayan langsung   berlari menuju lantai 3 di ratu negeri itu berada.

"Yang Mulia!" panggilnya setelah mengetuk. Senyap, tak ada sahutan dari dalam sana. Dan pelayan itu kembali mengetuk dengan suara yang cukup keras.

Ruangan itu masih sama, hanya saja, kamar yang dulu diwarnai dengan gorden dan tirai ranjang yang berwarna-warni, kini hanya didominasi warna-warna netral, hitam putih yang menenangkan. Lukisan pernikahan dengan bingkai besar itu terpajang dengan baik di dinding kamar dan juga mantel dan jubah serba hitam masih tersusun rapi dan sana. Tapi, ke mana pemiliknya?

"Yang Mulia!" Itu adalah kali kedelapan pelayan itu memanggil nyonya nya dengan sabar. Dan perlahan ada sebuah gerakan dari balik selimut tebal yang tadi terlihat menggunung di atas ranjang sederhana itu.

"Ada apa?" Akhirnya pelayan mendengar sahutan dari Skye yang kini menampakkan wajahnya yang super kusut karena baru bangun tidur setelah semalaman begadang untuk bayi kecilnya yang tertidur setelah digendong Ellen yang kasihan melihat Skye harus menderita setahun penuh untuk bayi yang  bukan darah dagingnya.

"Nyonya Doortje dan Raja Amsterdam ada di sini!" Ucapan sang pelayan membuat mata Skye terbuka lebar dan segera bangkit dari ranjangnya lalu membuka pintu kamar hendak berlari turun, tapi sang pelayan menahannya.

"Anda tidak sedang bercanda kan, Ratu?" ucap pelayan itu. Skye menatap bingung.

"Kenapa?"

"Anda tidak melihat penampilan anda, Yang Mulia? Apa yang akan terjadi jika anda turun dengan kondisi begini? Menakutkan!" Skye tersadar bahwa ia belum mandi juga belum berias diri. Menyadari itu membuat Skye langsung kembali ke kamar setelah mengunci pintu kamar mandi.

"Sebenarnya tanpa mandipun aku sudah cantik, tapi aku tidak ingin ibuku kena stroke karena mencium bauku yang sudah seperti bangkai dinosaurus ini," gumam Skye sambil bergidik kedinginan saat memasuki bak mandinya.

"Mama!" teriak Skye berlari menyongsong Evie yang datang menemani Espen yang sudah menjadi raja Amsterdam setelah kehilangan Hansen di perang berdarah satu tahun lalu. Skye memeluk Evie dengan erat begitupun sebaliknya.

"Apa cuma dia, Ratu?" Suara Espen menyadarkan Skye dan menatap lembut pria tampan berwajah lembut itu dan memeluknya gantian.

"Aku rindu, Kak," bisik Skye serak karena menahan tangis saat melihat bayangan Hansen di wajah Espen. Espen sendiri merasa sedih setiap mendapat panggilan yang mulia raja dari orang-orangnya, karena ia masih mengingat dengan jelas wajah monoton Hansen saat menerima gelar ini.

"Kau gugup?" bisik Hansen pada Espen disebelahnya. Espen mengangguk dengan cepat dan Hansen tersenyum tipis.

"Aku sudah duluan merasakan itu sayang, makanya aku tidak gugup lagi saat pengangkatanku menjadi raja kali ini," ucap Hansen sok tegar padahal Espen dapat melihat tangan pria yang bertaut usia 2 tahun darinya itu terkepal kuat karena gugupnya.

GEHEIM✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang