Warning : Ada adegan kekerasan
------------------------Merasakan ada getaran pada ranjangnya, Skye terbangun dari tidurnya dan melihat punggung tegap Dehaan menghilang di balik pintu kamar mandi. Skye segera beranjak mengejar, rupanya niat untuk makan malam bersama dengan pria itu belum juga ia lupakan walau sebenarnya waktu sekarang lebih pantas disebut tengah malam bahkan subuh.
"Sepertinya kau sangat tampan, Dehaan. Bahkan putri kecil Amsterdam kini sudah ada di genggamanmu. Hanya tinggal sebuah langkah kecil untuk membuat dunia ada di genggamanmu. Buat mereka tunduk padamu dan memelas kebaikan hatimu dengan cara yang paling menyedihkan. Hahahaha!"
Suara tawa dan ucapan Dehaan membuat Skye mengurungkan niatnya untuk masuk ke kamar mandi. Gadis itu diam membeku di tempat ia berdiri sambil menggenggam kuat kenop pintu dengan tubuh gemetar akibat amarah yang tiba-tiba muncul. Dan Skye segera berlari kembali ke ranjang saat mendengar langkah kaki Dehaan hendak keluar kamar mandi.
Dehaan merapikan rambutnya setelah mengeringkannya. Dan putra mahkota Vienna itu segera menaiki ranjang dan berbaring tepat di sebelah Skye yang memunggunginya. Skye tidak tidur. Tangannya membekap mulutnya agar tidak mengeluarkan isakan yang sudah ia tahan sejak tadi. Merasa Dehaan sudah tidur, Skye berjalan dengan gontai meninggalkan kamar, menuruni tangga demi tangga dan melangkah ke taman milik penginapan yang masih diisi beberapa tamu yang menginap. Skye mendudukkan pantatnya di salah satu kursi panjang yang tersedia di taman dan wajahnya menengadah ke langit malam yang hitam dan gelap tanpa bintang.
"Biasanya di jam seperti ini aku pasti terbangun untuk melanjutkan buku bacaanku yang kusembunyikan dari mama. Atau malah berlatih pedang dengan paman. Hmm ... aku rindu kamarku," gumam Skye sambil menghapus air matanya dengan kasar. Namun air matanya makin deras.
"Ayah ... ibu! Ternyata dia menikahiku hanya untuk membuktikan bahwasanya dia itu sangat kejam tapi juga hebat. Apa yang harus kulakukan?" tanya Skye dengan wajah lebih basah karena air matanya benar-benar tidak dapat dikontrol lagi. Skye akhirnya mengantupkan tangannya ke wajahnya dan dengan posisi memeluk lutut, Skye menangis sepuas hatinya.
Kelopak itu berkedip beberapa kali berusaha menyesuaikan intensitas cahaya yang menerpanya dan sukses membuka sempurna dan langit birulah yang pertama kali menyapa keindahan netra coklatnya.
"Langit?" batin Skye heran melihat langit luas ada di hadapannya. Siulan burung mempercepat proses loading di otaknya yang segera memerintahkan tubuhnya untuk bangkit dari posisi berbaring dan menyadari di mana ia tertidur semalaman ini.
"Ta-taman?!" pekik Skye kaget saat menyadari bahwa ia tertidur di taman semalaman dan itu tanpa alas juga hanya berteman piyama yang tipis dan transparan. Skye langsung bangkit dan melipat kedua lengannya karena malu pada kondisi pakaiannya.
"Ahk untung saja orang-orang belum pada bangun," gumamnya sedikit lega. Namun pepatah yang berbunyi perkiraan tak selalu benar ternyata berlaku untuk Skye pagi ini, sebab penginapan tak sesepi yang Skye bayangkan. Banyak para pengunjung di pintu masuk hingga lobby dan kebanyakan dari mereka adalah pria yang otomatis membuat Skye malu karena menjadi pusat perhatian dengan baju transparan yang menampakkan pakaian dalamnya. Skye benar-benar malu sampai menutup wajahnya dengan tangannya dan itu juga yang membuat Skye tak dapat melihat sempurna jalannya yang mengakibatkan ia jatuh tersungkur setelah menabrak pot bunga milik penginapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEHEIM✔
Fantasy(Historical-Fantasy) Kendati ingin menolak, Skye tidak bisa memalingkan wajahnya dari penderitaan yang dialami rakyatnya dan merelakan kebebasannya untuk sebuah pengorbanan. Amsterdam dan Vienna, dua kerajaan yang sama besar namun terikat masa lalu...