Skye terbangun dari tidur sekejapnya. Dilihat Ellen masih tertidur dengan pulas, sejenak Skye melirik jam dinding dan gadis itu langsung bangkit dari posisi duduknya bergegas meninggalkan kamar Ellen, menuruni tangga menuju lantai dasar lalu kembali menaiki tangga menuju kamarnya. Jujur, Skye sangat berharap Dehaan ada di sana, di kamar inap. Dia berharap pria itu akan menyambutnya dengan berbagai umpatan, tapi itu hanya akan menjadi angan-angan karena kenyataannya kamar itu kosong seperti saat Skye terakhir meninggalkannya. Skye duduk di ranjang kosong itu dengan tatapan loyo."Apa yang terjadi, Dehaan? Mengapa kau berubah semenjak party itu? Apa yang salah dengan perbuatanku? Setidaknya katakan?" Tak ada yang menjawab pertanyaannya, Skye menangis dengan posisi telungkup di atas ranjang putih itu. Klaus yang berdiri di ambang pintu dapat memastikan gadis itu tengah terisak dari getaran di bahunya. Klaus ingin menghampiri dan menghiburnya, tapi suara langkah kaki ke arahnya menghentikan keinginannya. Klaus memberikan kode untuk diam pada bawahannya itu.
"Ada apa?" tanyanya dengan berbisik.
"Ada surat dari Odense untuk anda, Tuan." Klaus menerima surat itu dengan wajah tak senang.
"Siapa yang mengirimnya?"
"Seorang pria yang pernah mengantar surat sebelumnya. Apa saya harus menghentikannya?"
"Tidak perlu, biar aku saja. Kau tetaplah mengawasi putri Skye. Jangan biarkan siapapun mendekatinya!" Klaus seketika berlari kencang menuruni tangga menuju halaman depan istana. Kepalanya diedarkan ke segala arah dan melihat titik hitam di arah gerbang utama, dengan kecepatan yang ia bawa sejak lahir Klaus mengejar titik hitam itu yang tidak lain seorang pria dengan baju perang hijau.
"Ada apa dia mengirim surat ini?" tanya Klaus dengan serius.
"Dia tidak berniat mencari masalah dengan anda, Tuan. Dia hanya mengirimkan anda tiga pilihan untuk menjadi penonton atau menjadi penghancur atau menjadi pelaku? Dia siap dengan apapun keputusan anda, Tuan. Karena raja sudah menentukan hari untuk menjalankan keputusannya," jelas sang kurir.
"Keputusan apa yang ia bisa ciptakan saat aku tidak ada di sana? Siapa yang melakukannya?"
"Tampaknya nona Larine adakah dalang semuanya. Dia yang membuat raja benar-benar yakin dengan keputusannya."
"Dari tadi kau terus membahas keputusan, apa keputusan yang diambil ayahku?" tanya Klaus dengan mimik tegang.
"Raja telah memutuskan untuk menyerang ... Amsterdam."
"Gila! Apa yang dipikirkannya? Aku yang ditolak lamarannya oleh Amsterdam mengapa dia yang memutuskan hal gila itu?" Klaus merasa sangat marah dengan keputusan ayahnya, raja Odense.
"Ini saatnya anda membuat keputusan, Yang Mulia!"
"Sejak awal dia tidak menghargai aku. Bahkan gelar putra mahkota hanyalah sebatas gelar," gumam Klaus sambil mengepal tangannya.
¤¤¤¤
Skye memandang gerak jarum jam dinding di ruang keluarga istana dengan tatapan kosong. Namun matanya masih bisa menangkap titik hitam yang sedang menatapnya dari sudut matanya. Begitu Skye memutar pandangannya, Skye tersenyum senang melihat orang yang sedang berlari ke arahnya itu.
"Putri!"
"Galea! Kenapa kau sangat lama sekali datangnya? Aku harus tenggelam dalam kesendirian di tempat sebesar ini. Aku selalu bosan tanpa seorang teman terutama di malam seperti ini," jelas Skye dengan raut sedih.
"Sepi? Bukankah di sini ramai? Bahkan melebihi Amsterdam."
"Ya, Amsterdam memang tidak seramai di sini, tapi di sana adalah rumahku yang sebenarnya, aku bisa menyelinap ke sana ke mari sesuka hatiku bareng kakak-kakak super tengilku itu. Di sini, aku tidak memiliki siapapun. Mereka semua sibuk dengan urusan mereka," jelas Skye dengan muka lebih muram.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEHEIM✔
Fantasy(Historical-Fantasy) Kendati ingin menolak, Skye tidak bisa memalingkan wajahnya dari penderitaan yang dialami rakyatnya dan merelakan kebebasannya untuk sebuah pengorbanan. Amsterdam dan Vienna, dua kerajaan yang sama besar namun terikat masa lalu...