Chapter 23

640 91 3
                                    


Galea memasuki istana dengan tergesa-gesa. Itu semua karena Barend memintanya untuk segera ke istana karena Evie tiba-tiba pingsan dan demam tinggi. Walau dia bertugas untuk mengurus Skye, tapi semenjak gadis itu ditinggal tuannya, Evie memintanya untuk menemani Evie di Amsterdam dan menceritakan hal-hal indah tentang masa kecil sang nona. Galea tidak menyangka bahwa sang ratu yang selalu terlihat kuat dan sehat itu bisa mengalami sakit hingga tak sadarkan diri.

"Apa yang terjadi?" tanya Galea pada Barend. Jangan heran jika Galea tak menggunakan tutur hormat, karena Barend memintanya untuk tak menggunakan gelar kehormatan jika hanya ada mereka berdua. Itu dimulai sejak Barend bertemu Galea pertama kali dan Galea benar-benar menggunakan itu sejak mereka bertengkar beberapa hari yang lalu.

"Aku tidak tahu, dia tiba-tiba pingsan sesaat setelah Espen memberikan undangan itu padanya."

"Undangan?"

"Ya, undangan ulang tahun putra mahkota Vienna yang tiba tadi malam. Saat itu dia ingin segera pergi tapi raja melarangnya dan akhirnya pingsan," ucap Barend datar. Galea melirik tajam pria itu.

"Apa?" tanya Barend.

"Kau tidak cemas pada keadaan ratu?"

"Tentu aku cemas, dia ibuku." Barend mencoba meyakinkan dengan ekspresinya.

"Benarkah? Lalu, ada apa dengan ekspresi itu? Itu bahkan tidak mendekati ekspresi orang yang sedang cemas?! Dasar pembohong!" ucap Galea sambil meninggalkan Barend yang asyik membolak-balik ekspresinya agar menjadi ekspresi orang cemas. Ya, sejak kejadian beberapa tahun yang lalu, Barend kehilangan kemampuan untuk merasakan ekspresi pada wajahnya. Hanya ekspresi tertawa sajalah yang ia ingat. Semenjak Galea masuk istana dan membantunya, barulah pangeran bungsu Doortje itu merasakan kembali ekspresi itu walau beberapa masih sulit ia lakukan seperti ekspresi cemas salah satunya.

"Ahk, ini sangat sulit!" seru Barend kesal dengan ketidakmampuannya dan beralih mengejarnya Galea ke kamar ratu.

"Anda baik-baik saja, Ratu?" sapa Galea begitu tiba di kamar Evie yang duduk lemas di ranjangnya. Evie membalas sapaan itu dengan anggukan. Alex dengan setia berada di samping istrinya dan kali ini Alex berusaha untuk lebih peduli dan lebih percaya pada apa yang dikatakan wanita paling ia cintai itu. Alex tahu kalau Evie selalu mendapat mimpi yang pasti jika mengenai Skye, itu dia dapat sejak mengandung putri satu-satunya itu. Namun ketika Evie mengatakan ia melihat Amsterdam dibanjiri darah, Alex sedikit terganggu dan mencoba mengabaikannya. Bukan ia tak percaya, hanya berharap itu takkan terjadi jika ia mengabaikannya. Tapi sepertinya mimpi itu akan benar-benar terjadi, jika mengingat undangan ulang tahun menantunya dari Vienna malam tadi. Karena lilin ulang tahun telah menjadi kutukan yang diramalkan akan memberi kehancuran pada Amsterdam jika sudah berhubungan dengan Skye.

"Yang Mulia, putra mahkota Hansen sudah tiba di kediaman utama," lapor ajudan Alex.

"Suruh dia langsung ke kamar ratu!"

"Baik, Yang Mulia!" jawab ajudan itu dan pergi.

"Apa yang akan kau katakan padanya?" tanya Evie dengan suara serak. Alex semakin erat menggenggam tangan istrinya.

"Semua kebenaran dari masa lalu harus kita jelaskan sekarang, Sayang. Saat ini, aku yakin inilah cara terbaik kita untuk mempertahankan Amsterdam juga seluruh rakyat kita. Kita tidak mau jika seluruh rakyat yang tidak tahu apa-apa harus menanggung kesulitan hanya karena masa lalu keluarga Doortje yang payah ini. Kita harus menjelaskan dan mencari jalan keluarnya," ucap Alex meyakinkan Evie yang hanya bisa mengangguk.

"Barend, panggil Espen untuk segera ke mari!" Dan Barend langsung melakukan perintah ayahnya.

¤¤¤¤

GEHEIM✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang