Skye menatap serius Klaus yang ada di sampingnya. Perasaan curiga pada timing pertemuannya dengan Klaus di waktu seperti ini nyaris membuatnya menebak pria itu adalah mahluk yang ia lihat tadi, tapi mengingat bagaimana ia melihat makhluk itu saat mereka asyik berdansa, membuat tuduhan itu goyah.
Klaus sendiri merasa kaget melihat Skye naik ke lantai empat di selatan kastil yang sangat jarang dikunjungi orang-orang istana jika tidak ada urusan mendesak. Semua itu dikarenakan bangunan yang jauh dari pintu utama dan bangunan ini hanya diisi beberapa perabotan antik yang tidak ada hubungannya dengan pemerintahan alias tidak penting. Hanya sesekali Dehaan dan Philip mengunjunginya jika kamar-kamar kosong yang terbengkalai di kastil Selatan itu dipakai untuk tempat tinggal beberapa utusan kenegaraan. Namun kali ini Skye tidak hanya mengunjunginya tapi juga menaiki hingga ke lantai atas dan hanya mengenakan piyamanya saja.
"Ada apa ke mari dalam sepagi ini, Yang Mulia?"
"Agk, aku hanya berjalan-jalan dan tidak sadar kakiku membawaku ke mari. Ruangan apa ini?" tanya Skye sambil mengitari ruangan lantai 4 dengan langkah perlahan. Klaus dengan setia menemani langkah usil calon ratunya di ruangan yang hanya diterangi lampu 5 watt itu.
"Ini hanya ruangan terbengkalai milik istana, Putri. Sesekali beberapa kamar di gedung ini ditinggali utusan-utusan negara, dan juga para pelayan istana yang belum resmi disumpah," jelas Klaus tanpa berani menatap wajah Skye yang menatapnya sekilas.
"Negara ini sangat suka menghamburkan uang, seandainya gedung ini tak perlu dibangun, pasti uangnya bisa disumbangkan untuk membangun rumah masyarakat," gumam Skye.
"Terkadang kita tidak bisa menebak apa yang orang lain pikirkan, Putri. Bisa saja tempat yang kita anggap sia-sia, ternyata sangat berfungsi walau tidak sekarang," jawab Klaus tidak setuju dengan ucapan Skye.
"Yah, itu karena mereka adalah tuanmu dan juga negaramu. Makanya kau tak terima aku bicara begitu," batin Skye menyudahi penelusurannya karena sejauh langkahnya tak ada keanehan sedikitpun.
"Mungkin lebih baik anda pulang, Putri!"
"Tanpa kau minta pun aku memang akan pulang," jawab Skye kesal. Namun langkahnya terhenti saat mendengar suara berderak di salah satu kamar yang belum ia periksa tadi dan tampaknya Klaus juga kaget dengan bunyi itu.
"Apa itu?" Tanpa menjawab pertanyaan Skye, Klaus berjalan duluan ke arah kamar yang menjadi sumber suara diikuti Skye. Dengan waspada Klaus meraih grendel pintu dan membukanya dan tiba-tiba Klaus terbatuk menyakitkan saat debu yang menumpuk di dalam kamar berterbangan dan menusuk hidungnya dan Skye segera membanting pintu itu hingga menutup.
"Itu kamar atau jalan raya? Kenapa debunya sangat banyak, sih?" Skye bersungut-sungut sambil membantu Klaus membersihkan wajahnya. Sedetik kemudian Klaus tertawa melihat wajah Skye yang ternyata kena debu dan menjadi sangat kotor.
"Hei, beraninya kau menertawakan calon ratumu!" peringatkan Skye sambil memasang wajah geram yang lucu lalu keduanya tertawa lepas.
"Ingin kuantar pulang, Putri?" Skye mengangguk mengiyakan tawaran baik Klaus. Keduanya turun dan keluar dari gedung dengan sedikit percakapan yang diselingi tawa dengan tatapan bermata merah yang tadi Skye lihat di tempat yang sama. Hanya saja kini keduanya tak menyadari tatapan penuh amarah itu juga tak menyadari bahwa di beberapa ubin lantai teras terdapat banyak tetesan darah yang hanya keduanya lewati begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEHEIM✔
Fantasy(Historical-Fantasy) Kendati ingin menolak, Skye tidak bisa memalingkan wajahnya dari penderitaan yang dialami rakyatnya dan merelakan kebebasannya untuk sebuah pengorbanan. Amsterdam dan Vienna, dua kerajaan yang sama besar namun terikat masa lalu...