"Ada apa?" tanya Skye tak paham dengan asal amarah Dehaan padanya. Akan tetapi pria itu ternyata benar-benar tidak mood untuk melihatnya dan Skye hanya bisa menatap nanar pintu kamar yang dibanting dengan keras di hadapannya."Apa yang terjadi padanya?" gumam Skye bingung.
"Dia hanya sedang ingin sendiri, kau harus menjauhinya hingga dia ingin melihatmu lagi!" Larine tiba-tiba sudah di samping Skye yang menatap tak suka.
"Kau harus percaya kata-kataku, karena dibanding kau, aku lebih lama di sisinya. Aku hanya berbagi pengalaman padamu, Putri," ucap Larine sambil berjalan meninggalkan Skye dengan mengelus perutnya.
"Kau bahkan kalah jauh dariku," gumam Larine sambil tersenyum mencibir meninggalkan Skye yang masih mematung di depan kamar Dehaan.
"Dehaan! Jika aku ada salah, tolong katakan! Jangan begini, aku jadi serba salah. Apa sebenarnya yang terjadi? Tolong katakan!" teriak Skye sambil terus mengetuk pintu. Hingga salah satu pelayan datang menghampirinya dan berbisik.
"Shyla menghilang lagi!" seru Skye kaget dan dengan cepat melangkah pergi meninggalkan kamar inap menuju ruangan di mana ia meninggalkan Shyla untuk istirahat beberapa waktu yang lalu.
"Shyla!" teriak Skye mencari Shyla ke setiap tempat di istana yang ia ingat pernah Shyla kunjungi. Namun gadis itu tak ada di sana.
"Apa dia ada mengatakan sesuatu sebelumnya?" tanya Skye pada pelayannya.
"Dia hanya mengatakan rindu rumah, Yang Mulia. Hanya itu dan di ...." Belum sempat pelayan itu menyelesaikan ucapannya, Skye sudah duluan berlari meninggalkan tempat itu menuju istal, mengambil Maple dan membawanya ke luar istana. Semua itu disaksikan Dehaan yang berdiri menatap dari jendela kamarnya. Tangan pria dengan piyama putih itu menggengam erat jeruji jendela dan tatapan matanya menggelap segelap awan di langit Vienna yang mulai disusul angin kencang. Dehaan tidak bicara tapi matanya syarat akan kebencian yang luar biasa. Setelah meneguk cairan merah di gelasnya, Dehaan langsung meninggalkan kamar dan hanya meninggalkan piyamanya di tempat tidur sebelum menghilang tanpa jejak.
.
.
.Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, akhirnya Skye berhasil tiba di kediaman Shyla sesuai apa yang ia lihat di biodata gadis itu. Skye menuntun Maple menyusuri gang kecil yang sempit dan cukup becek dengan hati-hati. Gadis berdarah Amsterdam itu sangat yakin bahwa Shyla tinggal di tempat yang ia tahu itu. Dan benar saja, setelah bertanya ke salah satu warga, Skye akhirnya berhasil menemukan rumah Shyla. Sebuah rumah sederhana dengan dinding batu kasar dan lantai tanah. Sungguh tidak layak jika mengingat dia begitu lama bekerja di istana Vienna.
"Permisi," ucap Skye sambil mengetuk pintu. Seseorang membuka pintu dan tercengang melihat kondisi pakaian Skye yang terlihat mahal dan bersih dan wajah cantik serta kulit putih gadis di depannya.
"A-ada apa? Apa kau juga meminta hutang ayahku?!" tanya gadis remaja itu dengan takut-takut. Skye menggeleng dengan sedikit tersenyum.
"Apa Shyla ada? Aku temannya dari istana," ucap Skye membujuk. Gadis itu mengangguk dan mempersilakan Skye masuk ke rumah yang sangat sederhana itu. Skye tak bisa menahan harunya saat melihat Shyla terbaring lemah di ranjang usang dengan seorang wanita paruh baya yang sibuk menyuapinya.
"Shyla!" panggil Skye dan membuat Shyla yang tidak menyadari kedatangan tuannya menjadi sangat kaget.
"Yang Mulia!" ucap Shyla ingin bangkit, tapi Skye langsung menyongsongnya dan menahannya agar tetap terbaring.
"Ibu, ini adalah Putri Skye, istri putra mahkota Dehaan," jelas Shyla dan langsung saja ibu dan adik Shyla ingin bersimpuh tapi Skye menahannya.
"Aku datang sebagai teman Shyla, bukan tuannya. Jadi anggap kita sederajat, Ibu." Ibu Shyla hanya bisa menangis dibuatnya dan dengan tenang Skye memeluknya untuk menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEHEIM✔
Fantasy(Historical-Fantasy) Kendati ingin menolak, Skye tidak bisa memalingkan wajahnya dari penderitaan yang dialami rakyatnya dan merelakan kebebasannya untuk sebuah pengorbanan. Amsterdam dan Vienna, dua kerajaan yang sama besar namun terikat masa lalu...