Dengan berat hati Skye kembali mengantar kepergian Philip dan Skye juga melepaskan kepergian jenazah Galea yang akan dibawa Regen menuju Amsterdam karena Skye merasa gadis itu lebih pantas dimakamkan di sana, di dekat keluarganya. Suasana istana Vienna sangat sepi tanpa satu orang pelayan pun yang berani menyapa Skye maupun Ellen yang masing-masing memasang wajah murung. Dehaan sendiri memiliki mengisi energinya di meja makan dengan makam malam bareng Larine."Mana Klaus?" tanya Dehaan sambil mengunyah daging asapnya.
"Aku tidak tahu, sejak kemarin dia menghilang. Ada apa kau mencarinya?"
"Tidak ada. Bagaimana dengan Odense? Apa mereka akan menyerang Amsterdam? Kalau iya, kapan?" Larine tersedak mendengar pertanyaan Dehaan yang diutarakan dengan ekspresi dinginnya.
"Bagaimana kau tahu?" tanya Larine dan tiba-tiba gadis itu merasa tercekik luar biasa saat Dehaan menekan kepalanya ke meja makan dengan kuat. Larine merasa tercekik.
"Apa yang sebenarnya yang ingin kau lakukan di belakangku, Nona Larine? Bukankah kau sudah berjanji dengan mulutmu itu bahwa kau akan mengatakan semua langkah ayahmu padaku? Lalu mengapa sekarang menjadi ambigu seperti ini? Apa kau berubah pikiran?" Dehaan menempelkan pisau di leher Larine yang menahan napas karena cemas.
"Bu-bukan seperti itu, aku hanya belum sempat mengatakannya!" Dehaan menusukkan ujung pisau semakin dalam di pundak Larine yang meringgis kesakitan.
"Jangan mengujiku, Larine! Kau tentu tahu konsekuensi yang akan kau tanggung jika mengkhianatiku. Kau sendiri yang menawarkan dirimu padaku dengan iming-iming bahwa kau akan menyerahkan beberapa wilayah jajahan Odense untukku kalau bisa membunuh ayahmu di perang Odense dengan Amsterdam, tapi kenapa kau meminta mereka bergerak tanpa sepengetahuanku? Kau tidak melupakan bagaimana ayahku sendiri bisa kubunuh kan? Kau juga ingat alasan aku mempertahankan kau di sini, bukan?" ucap Dehaan sambil menekan kuat perut Larine yang langsung meringgis kesakitan. Dehaan melepaskan pisau berdarah itu dan menjilat darah yang menempel di sana dengan tanpa ekspresi yang membuat Larine semakin takut. Lalu Dehaan bangkit meninggalkan Larine yang segera bangkit sambil memegang bahunya yang masih berdarah.
"Tapi kau juga mengkhianatiku!" Dehaan menghentikan langkahnya bersamaan dengan Skye yang juga sedang ingin menuju dapur. Suara Larine yang kencang membuat Skye mengurungkan langkahnya dan memilih mengintip di balik tembok.
"Kau mengkhianatiku dengan mencintai putri Amsterdam itu! Bukankah kau berniat hanya untuk memanfaatkan dia untuk mendapatkan tanah jajahan Odense? Dan untuk mendapatkan hati Amsterdam agar mereka memberikan tanah jajahan mereka yang sangat kalian inginkan! Lalu kenapa kau malah jatuh hati padanya?!" Larine menangis. Dehaan mendekatinya dengan ekspresi geram.
"Aku tidak mencintainya!"
"Teruslah berbohong, Dehaan. Aku sebagai wanita sangat faham arti tatapanmu padanya. Aku juga melihat kau begitu cemas saat dia terjun ke kolam! Harusnya kau biarkan dia mati saat itu kalau kau memang tidak mencintainya!"
"Hei! Kau bodoh! Jika aku membiarkannya mati, sama saja aku menenggelamkan impianku dan impian ayahku!"
"Bohong! Kau mencintainya! Kau menghiburnya saat dia lari dari rumahnya saat malam itu. Dan kau juga melindunginya dari sifat vampirmu di Brussels! Aku tau itu, aku mengikutimu selama di Amsterdam, Dehaan. Aku melihat saat kau sok pahlawan membantunya yang tak bisa berjalan saat dia tersungkur, kau mengawasinya dengan wujud mengerikanmu itu!" Skye membekap mulutnya saat ingatan tentang malam ia lari dari istana Amsterdam dan tersungkur, ternyata Dehaanlah pria bertopeng yang menolongnya. Dan mahluk bersayap di atas menara lonceng itu juga Dehaan. Skye bertanya-tanya seberapa banyak Dehaan tau dirinya?
"Kau sangat hebat membuntutiku! Tapi maaf, tentang perasaanku, itu bukan milikmu!" Dehaan berbalik ingin pergi.
"Apa dia akan mencintaimu saat tahu kaulah yang membunuh Galeanya?!" Skye yang berniat pergi terpaksa menghentikan langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEHEIM✔
Fantasy(Historical-Fantasy) Kendati ingin menolak, Skye tidak bisa memalingkan wajahnya dari penderitaan yang dialami rakyatnya dan merelakan kebebasannya untuk sebuah pengorbanan. Amsterdam dan Vienna, dua kerajaan yang sama besar namun terikat masa lalu...