Chapter 35

722 89 1
                                    

Skye menatap sendu tubuh yang terbujur di hadapannya. Skye hanya mampu untuk mengingat saat-saat yang ia lewati dengan orang-orang di sekitarnya yang satu persatu meninggalkannya. Ellen tampak setengah berlari menghampirinya. Ya, jika kalian bertanya ke mana Ellen beberapa hari ini, ibu angkat Dehaan itu ada di istana tapi dalam masa terapi atas sakitnya. Hari ini saja wajah wanita yang pernah memegang gelar ratu Vienna itu masih tampak lemas dan pucat, namun kabar kematian ponakannya adakah hal mengejutkan yang lebih menyakitkan daripada sakitnya sendiri. Skye dengan kebiasaannya hanya bisa diam dengan bayi yang tertidur di lengannya. Kemalangan demi kemalangan yang datang memaksanya untuk tidak menangis karena matanya sudah letih untuk melakukan itu.

"Dia tampan," bisik Ellen dan Skye hanya tersenyum tipis.

"Wajahnya mirip Dehaan ku saat bayi. Walaupun Dehaan bukanlah Dehaan tapi gennya tetap hidup," gumam Ellen membuat Skye menatapnya serius.

"Ya, aku tahu dia bukan Dehaanku, aku ada di sana saat Philip meminta Vampir dan pria buta itu memindahkan roh remaja dengan wajah mengerikan itu ke tubuh Dehaan dengan sempurna. Aku hanya pura-pura tidak tahu, karena aku sangat senang melihat Dehaanku hidup kembali. Remaja malang  yang mengisi tubuh Dehaanku itu sangat sopan dan patuh padaku juga ayah angkatnya. Dia begitu pintar dan lembut serta ceria membuatku lupa bahwa putraku hanyalah cangkang saja dan aku menerima kehadiran Dehaan yang baru mengisi hidupku. Aku menyayanginya bahkan saat aku sadar bahwa dia membunuh Philip."

"Dehaan membunuh ayah mertua?" tanya Skye kaget. Ellen mengangguk.

"Aku mendengar pertengkaran mereka tapi aku pura-pura tidak mendengar dan aku tetap tidak bisa membenci putraku walau dia dengan terang-terangan lari dari kebenaran bahwa dia membunuh Philip. Karena hatiku selalu berbisik bahwa itu adalah hukuman bagi Philip yang sering melakukan kekerasan pada Dehaanku saat kecil. Dan Dehaan yang sekarang bagaikan kembaran putraku yang membalas dendam," jelas Ellen dengan raut sedih. Skye memeluknya dengan erat.

"Maafkan aku Skye,  maafkan aku yang terus memihaknya walau aku tahu hubungannya dengan Larine." Kali Ellen tampak benar-benar merasa bersalah. Skye tidak menanggapi karena dia sendiri bingung harus menanggapi bagaimana. Marah? Atau biasa saja? Hingga tiba-tiba Ellen memberinya sebuah surat yang dari logo amplopnya, surat ini adalah surat resmi.

"Apa ini?" tanya Skye bingung.

"Itu adalah surat pemindahan kekuasaan yang ditulis dan ditandatangani oleh Dehaan sendiri bahwa dia memberikan seluruh otoritas dan kepemilikan Vienna padamu jika ... jika dia tidak kembali dari perang," jelas Ellen. Skye bangkit dengan muka marah.

"Apa apaan ini?! Dia tidak harus mempersiapkan hal bodoh seperti ini! Dia harusnya memikirkan jalan pulangnya sendiri bukan membuat hal sia-sia seperti ini. Mama simpanlah, aku tidak mau memegangnya karena dia pasti kembali," ucap Skye sambil berjalan meninggalkan Ellen dengan bayi yang terus di gendongannya.

¤¤¤¤

"Hari ini! Kita adalah pejuang! Musuh berniat memporak-porandakan wilayah kita, tanah kita, negara kita yang selama ini kita jaga, rawat dan pelihara. Kita! Orang-orang yang sudah merasakan kebaikan tanah ini, kita tidak akan menyerahkan semeter-pun tanah kita pada orang lain. Kita akan menyerang dan mempertahankannya. Kita, anak dan orang tua dari negeri ini, kita harus kuat dan maju tanpa takut apalagi ragu! Keraguan dan ketakutan hanyalah awal dari kehancuran dan kekalahan. Kita! Kita akan berjuang hidup atau mati! Jika ada yang tidak ingin berperang, keluarlah! Aku bebaskan kalian untuk mengatakan alasan kalian!" teriak Hansen dari atas podiumnya. Secara serentak ratusan perwakilan kepala tentara Amsterdam itu bersimpuh dengan mengangkat pedang mereka.

"KAMI ADALAH DARAH DAN JANTUNG AMSTERDAM, PILIHAN DI HIDUP KAMI HANYALAH HIDUP DENGAN KEMENANGAN DAN MATI DENGAN PERJUANGAN. TIDAK ADA KATA MUNDUR KARENA ITU HANYA KATA UNTUK PENGECUT. KAMI RAKYAT DAN PEMILIK AMSTERDAM SIAP MATI UNTUK NEGERI INI! TOLONG BERJUANGLAH BERSAMA KAMI HINGGA AKHIR YANG MULIA!" Hansen terperangah dengan kekompakan prajurit yang banyak diantara mereka adalah rakyat sipil yang mencalonkan diri ikut berperang. Hansen tidak pernah memaksa mereka untuk berperang, tapi merekalah yang mengatakan bahwa tidak ada alasan bagi mereka untuk tidak berperang.

GEHEIM✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang