18. Feeling

3.5K 383 165
                                    

Debi melepaskan tas yang dia gendong tadi dan meletakkannya ke atas kasur. Wajahnya sedikit murung karena mengingat kejadian tadi saat bersama dengan Dino. Wajar saja karena baru kali ini Debi ditolak oleh laki-laki yang dia inginkan. Dia menghela nafasnya, baru saja dia menyukai orang yang dia rasa tepat tapi ternyata orang itu malah menyukai orang lain. Debi kemudian duduk dengan bersilah ke atas kasur sembari termenung meratapi penolakannya.

Seeokor kucing gembul berjalan dengan bohaynya ke arah Debi dan langsung melompat kepangkuan gadis itu. Dia mendusel-duselkan kepalanya ke paha sang pemilik dan hal itu menandakan dia ingin dimanja. Debi biasanya acuh kini dia menjadi sangat sayang pada hewan gembil tersebut.

Namanya Mochi. Seperti namanya, dia terlihat sangat gemoy, pipinya yang gembil bahkan hidungnya saja hampir tidak terlihat dan bulu-bulu halus yang tebal membuatnya terlihat sangat hangat dan menggemaskan. Kalung yang melingkar di leher kucing itu terdapat inisial D menandakan milik Debi. Anehkan, harusnya itu melambangkan namanya Mochi namun Debi bersikeras untuk memberikan inisial D agar Mochi tidak lupa siapa pemiliknya.

"Eh Chi, kalau gue tanya lo jawab setuju entar lo ngeong ya kalau nggak setuju diem aja." Debi berbicara dengan menarik Mochi yang tengah asik dengan dunianya. Dia langsung menggendong kucing itu dan mendekapnya dengan erat.

Kucing itu seolah menatap Debi bertanya dengan kesehatan pemiliknya itu, sebab bisa-bisanya dia meminta jawaban dari seekor kucing betina.

"Kira-kira gue sama Dino cocok nggak Chi?" Debi bertanya dengan senyum terlebarnya mungkin Mochi kalau bisa berbicara dia akan memaki Debi. Respon yang diberikan Mochi hanya diam dan membuat Debi menahan emosinya.

"It's okey, next pertanyaan selanjutnya." Debi mengelus Mochi. "..... oh atau mungkin Dino itu suka sama gue tapi dia gengsi buat ngomong? Iyakan Chi?" Debi menatap kucing itu dengan menaik turunkan alisnya.

Dan lagi-lagi Mochi hanya diam, "ngeong kek."

"Dino suka sama orang lain," kata Debi asal dan kucing itu mengeong membuat Debi membelalakkan matanya. Bisa begitu? Debi saja bingung, bahkan Mochi mengeong dengan sangat santai hewan itu mengeong dengan menjilati kakinya.

Debi menelan ludahnya, "sok tau lo." Omelnya. ".... coba nih, Dino nggak suka sama gue?" Mochi lagi-lagi mengeong.

Membuat emosinya mendidih. "Sekali lagi Chi gue tanya! Gue harus berjuang terus buat Dino suka sama gue!" Kucing itu ternyata diam. Memang udah nggak bener dia. Memang dari awal dia salah, tidak seharusnya dia berbicara dengan kucingnya yang ternyata memiliki sikap dan sifat sepertinya.

"Dahlah,"

Mochi terlihat masa bodo, sedangkan Debi melirik Mochi kesal. Bisa-bisanya moodnya juga menjadi buruk dengan pertanyaannya sendiri dan jawaban dari seekor kucing.

"Kalau gue ngelupain Dino, lo setuju?" tanya Debi dengan menggendong Mochi dan mengangkatkan sedikit ke atas dan menggerakkannya ke udara seolah dia adalah boneka.

"Miawww,"

"Wah bener-bener—-" ucapan Debi terhenti karena kaki kucing itu malah menginjak wajah Debi seolah agar gadis itu berhenti untuk mengoceh dan Debi melotot kaget setelah itu dia melepaskannya dan turun dari gendongan Debi yang longgar. Kemudian hewan itu berpindah ke sofa dan mencari posisi ternyaman untuk tidur. Mungkin Mochi lelah meladeni sikap pemiliknya.

"Bisa-bisanya tuh kucing," dia menggelengkan kepalanya pusing.

"Bodo amat kata Mochi," gumamnya.

"..... gue itu suka sama Dino. Kalau suka ya diperjuanginlah. Masa iya seorang Debi Syaquilla nyerah karena pendapat seekor kucing." Diakhir kalimatnya dia melirik Mochi yang tengah tertidur.

Dino untuk DebiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang