12. Mulai Suka?

3.6K 390 36
                                    

Tangan Dino gemetar setelah penglihatannya menembus waktu lampau, nafasnya tersengal rasanya seperti terhimpit oleh batu besar. Apa yang dia lihat secara tiba-tiba itu ternyata begitu mengejutkan. Ini mengenai surat tempo hari lalu dan kemunculan sesosok perempuan yang terus-menerus mengikutinya.

Seolah tenaganya habis, Dino mendadak pusing. Pandangannya benar-benar mengabur dan tidak terkontrol, dia memilih untuk bersandar pada mobilnya sembari memegangi kepala. Ia meringis menahan rasa sakit yang ia rasakan rasanya begitu sangat-sangat sakit seolah dia sedang dihantam oleh benda tempul yang besar.

"Arghh!" Ringis Dino dengan menahan erangan kesakitannya.

Debi yang baru saja memutuskan Revan di tempat yang tidak jauh dari Dino spontan menghampiri cowok itu saat melihat ada yang tidak beres.

"Dino! Astaga, lo kenapa?" tanya Debi khawatir. Dia menyentuh pundak Dino, cowok itu sedikit merunduk.

Namun Dino hanya diam saja sembari terus meringis kesakitan, dan hal itu justru membuat Debi tambah khawatir.

"Gue anterin lo ke rumah sakit ya?" tawar Debi. Karena masih sama tidak ada respon akhirnya Debi mengambil keputusan sepihak. Dia mencari kunci mobil milik cowok itu yang ternyata digenggam dengan erat.

Dino yang terus memegangi kepalanya dengan memejamkan mata dan ringkihan kesakitan membuat Debi tidak tega. Dia lalu membukakan pintu mobil untuk Dino dan menyuruh cowok itu masuk ke dalam.

"Sori Din, gue harus ambil tindakan tanpa izin lo." Debi langsung memasuki mobil untuk menyetir.

Mobil itu melaju meninggalkan sekolah dan menuju ke rumah sakit. Sesekali Debi melihat ke arah Dino yang masih dalam keadaan seperti tadi.

"Lo sebenernya kenapa sih Din?" Debi bertanya dengan khawatir.

* * *

"Dok gimana keadaan teman saya?" tanya Debi khawatir. Saat Dokter baru saja keluar dari ruangan periksa Debi langsung memberikan pertanyaan.

Dokter itu berhenti, "teman kamu baik-baik saja. Dia hanya syock dan keadaan juga sudah mulai stabil."

Debi menghela nafas lega, "Huh syukurlah."

Debi pun kemudian mengucapkan terimakasih kepada dokter tersebut lalu dia pergi menuju ke dalam ruangan periksa untuk menemui Dino. Terlihat di sana, di atas brankar cowok itu tengah duduk dengan menunduk sambil memegang kepalanya. Masih ada sisa sakit dan sedikit pusing.

Melihat hal itu Debi langsung buru-buru menghampiri Dino.

"Lo udah baikan?" pertanyaan Debi membuyarkan pandangan kosong lelaki itu.

Dino mendongak lalu kemudian mengangguk. "Udah agak mendingan," jawab Dino.

"Sebenarnya lo kenapa tadi?" tanya Debi penasaran.

"Nggak papa."

Mendengar jawaban Dino yang terkesan jutek, itu membuatnya sedikit kesal. Sebenarnya bukan jutek, memang kalau cowok dingin jawabannya kadang suka nyakitin perasaan. Jadi Debi berusaha untuk tidak mengambil hati.

"Idih, lo tuh kebiasan. Jutek mulu, gue tinggal mau lo?" Ancam Debi dengan hentakan kakinya kesal.

"Ya tinggal aja," ucap Dino terdengar sangat santai.

Debi melongo, kalau dipikir-pikir benar juga sih memang Debi itu siapanya Dino? Pakai segala memberi gertakan seperti tadi. Untuk menghilangkan rasa malu akibat geernya, Debi langsung mencari alasan.

"Ya mana bisa gue ninggalin lo kayak gini entar kalau ada apa-apa sama lo di jalan gimana? Gue nanti yang ngerasa bersalah!" Elak Debi.

Dino hanya menatapnya sekilas, dia tidak ingin berdebat lebih panjang dengan Debi untuk saat ini.

Dino untuk DebiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang