23. Dia, Maxime

2.7K 309 48
                                    

Maxime Xaviro, teman Debi sewaktu kecil sejak dari taman kanak-kanak sampai SMP kelas dua, waktu itu Debi masih berada di rumah lamanya. Dulu mereka sangat dekat, saling melengkapi satu sama lain. Tapi mereka harus berpisah karena Maxime harus mengikuti kedua orang tuanya untuk pindah ke Inggris. Maxime adalah laki-laki yang selalu membantu dan menolong Debi saat dulu dia sering menjadi objek bullyan. Namun saat kepergian Maxime membuatnya harus bisa menjaga dirinya sendiri dan hal itu mengubah karakter Debi yang kalem, polos, menjadi sangar, dan bertambah menjadi seorang play girl bahkan dia sering membuat keributan.

"MAXIME!?" pekik Debi senang. Dia tidak percaya siapa yang dia lihat saat ini. Wajah cowok itu tidak banyak berubah justru terlihat seperti dipertegas layaknya bule pada umumnya, Maxime memang memiliki keturunan bule dari sang ayah.

"Ini beneran lo? Astagahhh gue kangenn!!" Debi langsung kembali memeluk cowok itu dan kedua orang itu kembali berpelukan menyalurkan rasa rindu mereka yang selama ini tertahan. Maxime tertawa saat membalas pelukan Debi.

"Kangen banget kayaknya sama gue," kata Maxime.

"Ya iyalah!" Debi kemudian melepaskan pelukannya. Dia menatap Maxime yang tengah tersenyum ke arahnya.

"Apa kabar?" tanya Maxime.

"Baik," dia masih menatap Maxime.

"Sombong sekarang ya, gue chat nggak dibales."

Debi tentu saja kaget, karena dia tidak pernah merasa jika mendapatkan pesan apapun dari cowok itu. "Eh kapan?" tanya Debi.

"Beberapa minggu yang lalu, waktu gue udah sampai di sini."

"Sory ya, gue biasanya nggak tau ada pesan masuk dari orang yang belum gue save kontaknya." Debi merasa bersalah.

"Santai aja, lagipula sekarang gue udah ketemu lo. Awalnya gue nggak tahu kalau lo pindah rumah," ucap Maxime.

"Iya gue pindah rumah waktu awal masuk SMA, biar lebih dekat aja gitu."

Melihat penampilan Maxime yang memakai baju bebas membuatnya bertanya, "yang dimaksud calon murid baru itu lo ya?" tanya Debi penasaran.

Maxime mengukir senyumnya pada wajahnya, "Iya, kenapa? Udah nyebar ya beritanya?"

Debi mengangguk. "Iya,"

Bel masuk tiba-tiba saja berbunyi membuat perbincangan kedua orang itu harus terhenti. Debi kemudian melambaikan tangannya ke arah Maxime dan di balas lambaikan tangan oleh cowok itu. Debi melangkahkan kakinya meninggalkan kantin.

Debi memasuki kelas dengan santai, ternyata Bu Ane belum datang. Dia melihat semua temannya yang ada di dalam kelas sedang menghafal, ada yang memejamkan matanya untuk mengingat kata demi kata ada juga yang berjalan mondar-mandir bahkan ada yang seolah-olah seperti guru yang sedang menerangkan. Memang teman-teman satu kelasnya itu sangat ambis, kecuali Debi. Gadis itu lebih memilih untuk duduk di bangkunya dan membuka buku tersebut untuk menjadikannya sebagai penutup kepala lalu dia tertidur.

Biasanya kalau ada Jane pasti dia sudah diomeli dan membuat Debi akhirnya terpaksa untuk menghafal. Tidak tahu apa yang selanjutnya terjadi karena Debi sudah tertidur begitu saja.

🦖🦖🦖

"Hufttt," helaan napas keluar dari mulut Debi. Lagi dan lagi dia harus di hukum. Memang dia akui hari ini ia yang salah karena dia tertidur saat jam pelajaran Bu Ane. Memang sudah hukum alam, saat seseorang kenyang pasti rasa kantuk itu datang dan Debi tidak bisa menahannya.

Dia mengepel lantai kamar mandi perempuan dengan asal-asalan, dia tidak tahu cara mengepel yang benar seperti apa. Membuat bagian yang sudah dia pel harus terinjak kembali olehnya. Tapi Debi tidak menyerah dia terus melakukan kegiatan itu. Namun semakin dia maju dan terus maju sampai ke dalam bilik kamar mandi, dia tidak sengaja mendengar sebuah gebrekan keras dari salah satu bilik di sana.

Dino untuk DebiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang