48. Curhatan Dino

2.2K 212 73
                                    

Debi mengerjabkan kedua matanya, pertama kali yang dia rasakan adalah nyeri pada kepalanya. Rasanya begitu pusing, membuatnya meringis menahan sakit.

"Awww," ringisnya. Dia memposisikan tubuhnya untuk bersandar pada dinding. Ia melihat kesekeliling, ternyata dirinya berada di UKS. Di sana hanya ada satu anak PMR yang sedang berjaga.

"Gue kok bisa ada di sini ya?" Suara yang dilontarkan Debi membuat perempuan itu langsung menoleh.

"Eh, udah bangun ya?" Tanyanya balik. Perempuan itu lalu menghampiri Debi.

"Tadi lo tiba-tiba pingsan gitu aja," jawabnya.

"Pingsan?" Justru Debi bertanya dengan bingung. Kenapa dia bisa pingsan? Padahal terakhir dia itu bertengkar dengan Reynata.

Namun, beberapa saat kemudian dia teringat dengan sosok teman Dino. Debi tidak habis pikir, kenapa makhluk itu masih saja mengikutinya?

Debi menghela nafas, "menurut lo kalau gue ke kelas, nanti gue dihukum nggak ya? Soalnya kan gue buat onar lagi." Suara Debi terdengar seperti orang yang benar-benar lelah dan putus asa. Dia sangat capek.

"Kata gue sih lo disini aja," jawabnya.

Debi menganggukkan kepalanya. "Yaudah deh, bolos di UKS not bad lah."

Debi kembali memposisikan tubuhnya untuk berbaring, dia ingin tidur saja. Rasanya sangat menyakitkan saat mendengar orang tuanya dikatai koruptor seperti tadi. Tidak dia rasa, air matanya menetes begitu saja.

Anak PMR tadi izin untuk keluar mau membelikan Debi makanan, dia kasihan saat melihat wajah Debi yang pucat, apalagi mendengar kejadian sebelum dia pingsan.

Saat anak PMR itu pergi, pintu UKS mendadak kembali terbuka. Debi tidak peduli, dia tetap memejamkan matanya. Namun, telapak tangannya terasa hangat seperti digenggam oleh seseorang.

"Pingsan lagi, hobi banget sekarang kayaknya."

Debi mendengar suara Dino yang menggerutu. Debi harus bisa menahan dirinya agar tidak terbangun.

"Sori ya, Catlin emang agak bar-bar kayak lo. Dia cuma pengen jagain lo dari Rey saat gue nggak bisa deket sama lo." Dino mengusap dahi Debi dengan penuh sayang.

"Ngelihat lo kayak gini, malah bikin gue makin nggak bisa jauh dari lo."

Debi masih terus mendengarkan Dino dengan mata yang terpejam.

"Gue nggak suka sama Vania, yang gue suka itu cuma lo."

"... dan gue nyadarnya baru sekarang."

"Lo tau nggak, kenapa gue cuma nggak bisa baca pikiran lo?"

Rasanya Debi pengen langsung berteriak kenapa?! Tapi dia harus menahannya. Biar Dino sendiri yang menjelaskannya.

"Karena gue yang bakal jadi jodoh lo, pertunangan kita adalah perjodohan abadi. Mau lo atau gue marah kayak gimana pun, kita bisa lewatin itu dan bakal balik lagi buat sama-sama."

"Yaudah, lo cepet sadar ya!" Dino mengusap punggung tangan Debi lalu menciumnya dengan penuh kelembutan.

"Ngerepotin perasaan gue aja sih lo Deb,"

Setelah itu Debi tidak mendengar suara Dino lagi, dia membuka kedua matanya.

"Lo yang ngerepotin perasaan gue!"

***

"Gue denger tadi si doi pingsan? Itu beneran?" Zio melontarkan pertanyaan itu saat Dino baru saja duduk di bangkunya.

Haidan mengikuti pergerakan Dino untuk mengetahui jawaban apa yang akan diberikan oleh temannya tersebut.

"Iya," jawab Dino singkat.

Dino untuk DebiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang