26. Teman atau Saingan?

2.6K 305 69
                                    

"Kenapa senyum-senyum gitu? Ketempelan dedemit mana lagi lo?" Zio yang melihat Dino tersenyum justru dia menjadi orang pertama yang takut. Karena jika Dino melakukan hal yang berkebalikan dari dirinya pasti dia sedang berada di alam bawah sadarnya alias jalan-jalan di alam lain.

Zio meletakkan ponselnya, dia itu memang gamers sejati jadi tidak heran jika terus menerus menatap ponselnya. Saat Zio hendak memegang dahi cowok itu, tiba-tiba tangan Dino langsung menepisnya begitu saja.

"Lo kenapa dah? Sehat?" tanya Zio bingung.

"Sehat."

"Kenapa senyum-senyum nggak jelas lo?" tanya Zio.

"Siapa yang senyum-senyum?" tanya Dino.

"Elo tadi Maesaraoh! Astagah emosi gue lama-lama," ucap Zio.

"Salah lihat kali lo," balas Dino dengan menyibukkan dirinya untuk membuka buku pelajaran yang dia bawa hari ini.

Zio hanya berdecih, lalu kembali fokus pada game online yang sedang dia mainkan. Dino masih memikirkan pecahan teka-teki agar bisa membantu Catlin.

Surat yang ditemuin Bibik kemarin salah satu petunjuk lagi. Batin Dino.

Haidan baru saja datang bersama dengan Andini, mereka selesai rapat untuk acara festival yang akan dilaksanakan untuk memperingati ulang tahu sekolah. Bahkan Haidan harus rela pergi pagi-pagi sekali sampai pulang petang demi membahas kelancaran acara nantinya.

"Kelas kita kayaknya bakal ada anak baru sih," ucap Haidan sembari meletakkan tasnya di kursi lalu duduk di sebelah Zio. Diam-diam Dino mendengar pembicaraan mereka.

"Cowok cewek?" tanya Zio tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya.

"Cowok. Kayak bule gitu," jawab Haidan.

Spontan Zio langsung mempause game yang dia mainkan. "Sumpah? Demi apa lo?" tanya Zio kaget.

"Gue lihat sendiri tadi Yo, kan gue tadi ke ruangannya bos besar eh ketemu dia terus dia disaranin masuk IPS satu."

"Kenapa kelas kita?"

"Sekolah kita kan nggak bisa masukin murid pindahan ke kelas IPA lo lupa? Terus kan dia tuh pinter katanya, jadi yaudah IPS satu kalau nggak mau disuruh pilih sekolah lain."

"Astagah, kasian gue jadinya. Gue takutnya dia gila gara-gara ngehafal pakek bahasa Indonesia,"

"Dia fasih Bahasa Indonesia Yo!"

Zio melongo.

Dalam hati Dino dia menebak apakah yang dimaksud adalah Maxime?

* * *

Debi melanjutkan langkahnya untuk menuju ke dalam kelas. Tidak sengaja dia melihat Vania, spontan dia memanggil perempuan itu. Vania berhenti dan menunggu Debi. Kedua orang itu kini berdiri dengan saling berhadapan.

"Apa?" tanya Vania.

"Cukup ya, lo jangan deketin atau godain Dino! Lo udah punya Revan!" Debi melabrak Vania dengan berkacak pinggang.

"Dino siapa?" tanya Vania bingung.

Debi tertawa, "udah deh nggak usah sok polos gitu! Gue nolongin lo kemarin bukan berarti gue care sama lo, tapi gue nggak suka aja sama caranya Reynata."

"Gue emang nggak tau, Dino itu siapa?" tanya Vania bingung. Wajar saja karena Vania itu pelupa, kecuali dengan Revan. Lagipula mana bisa dia berpaling dari cowok itu?

"Serah lo. Tapi gue nggak mau tau, sampai gue lihat lo deket-deket sama Dino lo bukan cuma berurusan sama Reynata tapi sama gue juga!" Debi kemudian meninggalkan Vania dengan kebingungannya.

Dino untuk DebiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang