5. Begal Hoodie Lagi

4.7K 454 38
                                    

Dino diam, dia menunggu respon apa yang akan diberikan oleh Zio nantinya saat  mengetahui apa yang dia sembunyikan selama ini dan sekaligus menjadi penyebab kenapa dia tidak bisa begitu dekat dengan Zio maupun Haidan.  Apakah dari pernyataannya barusan dia akan dipercaya atau  justru Zio tertawa mendengar kekonyolannya itu? Dino tidak bisa membaca pikiran Zio mungkin cowok itu masih kaget dengan apa yang barusan ia dengar. 

"Udah gue duga, lo pasti nggak bakal percaya sama ucapan gue barusan." Dino menghela nafasnya dan dia berjalan untuk meninggalkan Zio yang masih terlihat terkejut.

"Kalau lo percaya sama kita, gue yakin kita bisa bakal jadi temen yang baik." Haidan tiba-tiba datang dan berdiri di sebelah Dino, ia melemparkan sebotol minuman ke cowok itu.

Spontan Dino menerima lemparan tersebut dengan bingung.

"Mau lo anak indigo kek, indihome kek, indoplay atau apa pun itu. Kalau sahabatan itu nggak ada hal yang bisa jadi tolak ukur," lanjut Haidan dengan duduk di atas meja di sebelah Dino.

"Bener Din, gue diem bukan berarti gue nggak respect sama lo gue cuma kaget soal yang lo omongin barusan. Karena gue ngerasa kalau lo biasa-biasa aja kayak nggak mendiskripsikan anak indigo sama sekali." Zio bangkit dari duduknya untuk menimbrung di dekat Haidan dan Dino.

Dino menatap Zio, "gue tenang karena semakin gue bertingkah justru malah membuat mereka menghampiri gue dan malah menganggu. Bukan hanya gue, tapi kita semua." Perkataan Dino membuat Zio sedikit bergidik ngeri, Haidan tertawa dan menyentuh pindah cowok itu.

"Jadi lo selama ini selalu ngehindar dari kita berdua karena lo nggak mau kita semua kena hal buruk itu? Dan lo lebih milih temenan sama setan? Astagfirullah," Haidan menggeleng.

"Pelajarannya Pak Mustofa kapan Yo?" Lanjut Haidan dengan bertanya pada Zio.

"Besok, kenapa?"

"Pas. Kita minta Pak Mustofa buat rukyiah pikiran si Dino." Candanya. Sedangkan Dino melirik Haidan dengan kesal.

"Udahlah Din, lo itu manusia kali. Nggak baik lo terus temenan sama mereka, lagian hidup lo beda alam sama mereka. Kita berdua bakal jadi temen nyata buat lo." Zio menambahi.

Tatapan yang diberikan Dino seakan-akan dia bertanya, apakah memang benar apa yang dikatakan oleh kedua lelaki itu? 

"Lo berdua serius?"

Haidan dan Zio mengangguk.

"Nggak takut lo berdua sama apa yang ada didiri gue?"

"Astagfirullah lo tuh banyak tanya!"

"Kita lebih dari serius, lagian nggak ada yang salahkan?" tanya Haidan.

Dino mengangguk. "Yaudah."

"Udah? Gitu doang?" Haidan melongo. Dino mengangguk.

"Anjir, cuek banget lo." Komentar Zio.

Keduanya masih sama-sama duduk di atas meja. Kelas masih terisi oleh 10 orang saja, dan mereka berbincang dipojok kelas dan mereka semuanya sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing jadi mungkin mereka tidak terlalu menyimak apa yang dikatakan oleh Dino, Zio, dan Haidan.

Ketiganya masih diam, bingung untuk memulai obrolan apa lagi. Sampai akhirnya Haidan memutuskan keheningan tersebut.

"Oh iya gue sampai lupa, tadi gue ketemu Debi. Dia nitip ini suruh kasih ke elo katanya, nih." Haidan menyerahkan satu kantong plastik yang berisi makanan.

"Ngapain dia ngasih gue makanan?" tanya Dino saat dia telah menerimanya. Haidan menghendikkan bahunya.

"Mana gue tau, suka sama lo mungkin," jawab Haidan santai.

Dino untuk DebiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang