51. Bersama Samuel

1.8K 189 67
                                    

Sehabis dari pemakaman Jane, Debi di bujuk Samuel untuk pergi dari tempat itu. Ia khawatir jika nanti Debi akan terus berlarut dalam kesedihan. Kini, Debi sudah berada di rumah sakit. Ia duduk di kursi yang berada di samping ranjang laki-laki yang terbaring tidak sadarkan diri. Debi menggenggam tangan cowok itu. Berharap akan ada keajaiban yang dimana Dino tiba-tiba terbangun dengan mengucapkan bahwa semua hanyalah mimpi buruknya. 

Pintu ruangan tersebut terbuka, Debi tidak bergeming sama sekali. "Sayang, maafin Mama." Reina--Mama Debi memeluk anaknya dari belakang dengan pelukan yang sangat erat. 

Air mata Debi rasanya sudah kering, bahkan untuk sekedar menetes saja tidak bisa. Dia masih setia menatap kosong ke arah tubuh Dino yang terbaring dengan bantuan selang-selang. 

"Maaf Mama baru bisa datang sekarang," air mata Reina menetes. Diusapnya puncak kepala sang anak yang tatapannya masih terlihat kosong. 

"Jane udah tenang disana sayang, kamu jangan kayak gini." Ucap Reina. 

"Dia sahabat aku mah," lirih Debi. "Dia pergi duluan, dia bahkan tega ninggalin aku." Lanjutnya. 

"Debi harus gimana mah?" 

Rasa frustasi yang dialami oleh Debi mampu menembus dada Reina, dia tau bagaimana tersiksa anaknya saat ini. Selama ini yang menemani Debi adalah Jane, bahkan yang selalu memberinya kekuatan adalah Jane. Sahabat anaknya itu sangat begitu menyayangi anaknya. Sebagai seorang ibu, Reina juga merasakan kehilangan. Namun, semua itu sudah takdir. Sebagai manusia dia hanya melanjutkan kisah yang sudah dituliskan tuhan. 

"Kalau kamu sedih, Jane disana juga bakal sedih." Reina berbisik pada Debi. 

"Kamu lihat Dino sekarang, apa kamu nggak kasihan sama dia juga?" pertanyaan Reina membuat Debi memfokuskan pandangannya. 

"Dia juga butuh kamu Debi." Kata Reina. 

Apa yang diucapkan oleh mamanya ada benarnya, jika dia terus besedih atas kepergian Jane, justru dia akan membuat sahabatnya tersiksa. Dia juga harus bisa membantu Dino agar bisa segera sadar. 

"Mama benar, aku nggak boleh terus-terusan terpuruk." 


* * * 

Samuel, Maxime, Zio, dan Haidan datang kembali untuk menjenguk Dino dan juga Debi. Malam ini mereka bersama memberikan support untuk Debi. Samuel memberikan kue yang khusus dia belikan untuk gadis itu. 

"Besok lo masuk sekolah?" tanya Samuel. 

Debi menggelengkan kepalanya. "Besok gue mau hadir di sidang bokap gue." 

"Mau gue temenin?" tawar Samuel. 

"Nggak usah." Debi menolak tawaran dari Samuel.

"Lagian besok juga jam kosong kok," kata Haidan. 

"Biar nanti lo ditemeni aja sama Samuel. Soal Dino, nanti biar gue, Zio sama Maxime yang jagain." Lanjut Haidan. 

"Kok lo berani bolos? Bukannya besok H-2 ulang tahun sekolah?" tanya Debi. 

"Ya enggak apa-apa, sekali doang nggak masalah." Haidan terkekeh. 

"Bener tuh, nanti kalau di sidang tiba-tiba ada Reynata, kan lo masih ada Samuel yang bisa ruqiah tuh siluman." Zio menambahi. 

Debi terkekeh pelan, "jahat banget mulutnya." 

"By the way guys, Why Reynata always nggak suka sama Debi?" tanya Maxime dengan bahasa yang masih dicampur. 

"Panjang ceritanya," jawab Haidan malas menceritakan ulang. 

"Ada dendam pribadi," imbuh Zio. 

Samuel menatap Debi begitu dalam, dia memakan kue itu namun masih dengan tatapan kosongnya. "Deb, kalau capek istirahat aja." 

Dino untuk DebiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang