50. Tangis

1.5K 204 43
                                    

Seorang gadis terduduk lemas, pandangannya kosong menatap tanah yang ada di depannya saat ini. Dia bersandar pada papan yang bertuliskan Janesa Diana Andromeda. Di sana Debi, masih setia memeluk nisan milik sahabatnya itu. Dia masih tidak menyangka jika harus berpisah untuk selama-lamanya dengan sosok gadis periang, perhatian, dan pintar seperti Jane.

"Lo tega banget ninggalin gue sendiri." Kata Debi sambil memukul gundukan tanah yang bertabur bunga itu.

"Katanya lo bentar lagi mau ada olimpiade," bisiknya dengan suara yang hampir tak terdengar.

Matanya sembam, bahkan untuk bernafas saja dada Debi terasa begitu sesak dan nyeri.

"Kalau nggak ada lo, siapa lagi temen gue,"

"Gue bertahan di sekolah itu kan karena ada lo. Jane,"

Di sana, dia hanya seorang diri. Semua orang sudah pulang termasuk ke dua orang tua Jane. Mereka tidak menyalahkan Debi atas peristiwa itu. Mereka terpukul, tapi ini semua juga sudah takdir. Ini adalah takdir Jane.

"Gue kalau mau cerita harus ke siapa?"

"Gue kalau kangen lo gimana?"

"Kalau gue berantem sama Dino, lo---"

"Debi," tiba-tiba Samuel datang dan ikut berjongkok di samping perempuan itu.

Dia masih memperhatikan Debi dari kejauhan, namun di tidak bisa menahan dirinya lebih lama ketika melihat tubuh Debi yang mulai terkulai lemas. Dia tidak pingsan, hanya saja dia memeluk gundukan tanah itu.

"Udah, kita pulang ya." Samuel mengusap pundak Debi.

"Gue nggak mau!" Kekeh Debi.

"Gue mau disini, sama Jane!" Lanjutnya.

"... lagian gue gak tahu harus pulang kemana."

Debi menghapus air matanya. "Mending lo pergi!"

Samuel menahan Debi yang mendorongnya untuk menjauh. Dia mengerti apa yang dirasakan oleh Debi saat ini. Dia hanya ingin menemani perempuan itu, selagi Dino tidak ada di sampingnya.

"Jangan kayak gini Deb, kasihan Jane."

"Jane itu sahabat gue satu-satunya Sam! Dia itu berarti dan berharga buat gue!" Teriaknya dengan air mata yang terus mengalir melewati pipinya.

"Tapi lo juga harus bisa jaga kesehatan lo, di rumah sakit Dino juga masih belum sadar."

Perkataan Samuel membuat Debi teringat dengan Dino. Ia menatap Samuel, kedua matanya menampung air mata begitu banyak mungkin jika dia kedipkan air mata itu akan jatuh.

"Gimana keadaannya Dino?" Tanyanya dengan suara bergetar.

"Makanya, kita kesana ya. Biarin Jane di sini, besok kita kesini lagi." Ucap Samuel.

Mendengar saran dari Samuel, Debi menurut. Dia ikut laki-laki itu untuk ke rumah sakit menjenguk Dino. Namun, sebelum dia beranjak dari makam Jane dia sempat mengelus nisan itu lalu menciumnya.

"Lo tenang aja Jane, gue bakal sering jenguk lo. Kayak lo yang selalu ada buat gue. Bahkan kayak malam itu,"

Setelah itu Debi dan Samuel pergi dari area pemakaman. Hatinya benar-benar sakit. Sahabat satu-satunya telah pulang terlebih dulu.

* * *

Debi berdiri di depan kaca yang menampilkan sosok laki-laki yang terbaring dengan selang-selang di tubuhnya, ia memandang sosok laki-laki itu dengan perasaan getir. Andai saja dia tidak menelepon Dino malam itu, pasti cowok itu masih berada di sampingnya. Andai saja dia lebih cekatan untuk menolong Jane pasti sahabatnya masih bisa tertawa dengannya. 

"Minum dulu ya nak," Laras--Mama Dino memberikan sebotol air mineral kepada Debi. 

Debi memandang Laras dengan mata yang berkaca-kaca. Dia merasa amat bersalah kepada wanita itu. 

"Tante nggak marah sama aku?" tanya Debi. 

Laras mengelus punggu Debi yang bergetar, "buat apa tante marah sama kamu. Semua udah terjadi, yang terpenting sekarang kita doain Dino supaya cepat sadar dan doain sahabat kalian, Jane." 

Mendengar nama sahabatnya, Debi kembali menangis sesenggukan. Dia benar-benar sakit, dadanya terasa sesak dan nyeri. Padahal baru kemarin dia mengobrol banyak hal dengan Jane, tapi kenapa dia pergi begitu cepat apalagi di depan matanya. 

"Kamu jangan nangis terus, kasihan Jane, sayang." Laras mengusap lembut rambut Debi. 

Di sana ada Samuel, Maxime, Zio, dan Haidan. Kedua mata Debi masih mencari sosok sahabatnya, dia masih terbayang senyum Jane yang biasanya dapat dia lihat setiap saat kini hanya bisa ia ingat-ingat bagaimana senyum itu. Dia membekap mulutnya sendiri, berusaha menahan suaranya agar tidak histeris. 

"Kamu yang sabar ya," Laras menenangkan Debi. 

"Mama sama Papa kamu besok udah mulai sidang keputusan. Sebenarnya, Papa Dino hari ini pulang tapi dia masih mengurus beberapa berkas untuk sidang besok. Tante doain semoga semua tuduhan itu salah, tante yakin sama kedua orang tua kamu Deb." Jelas Laras. 

Debi mengangguk, "makasih ya tante." 

"Tante ke kantin dulu, kamu mau makan apa?" tanya Laras dan dijawab dengan gelengan kepala oleh Debi. Laras menghela nafas, dia kemudian pergi. Sebenarnya sakit melihat anaknya terbaring di ruangan itu tapi mau bagaimana lagi semua itu sudah takdir. Dia bukannya pasrah, tapi lebih bijak menjadi orang tua. 

"Gue turut berduka ya Deb," Zio mengusap pundak Debi. 

"Sabar ya, Jane udah tenang di sana." Haidan menambahi. 

Maxime mengusap air matanya, "gue sebenernya kesal sama lo." Ketus Maxime. 

Samuel, Haidan, dan Zio memandang was-was ke arah Maxime. Merka takut justru membuat mental Debi kembali jatuh. 

"Iya gue emang salah, seharusnya yang ada di dalam tanah atau di dalam ruangan itu gu---" ucapan Debi terpotong saat Maxime justru memeluknya.

"Gue kesal, kenapa lo cuma hubungin Dino! Kan ada gue juga! Lo nggak nganggep gue sahabat lo?!" Maxime memeluk tubuh Debi dengan erat. 

Mendapatkan pelukan itu, Debi membalasnya dengan erat. "Maaf," lirih Debi. 

"Nggak seharusnya lo minta maaf," Maxime mengurai pelukan itu dan menghapus mata Debi yang basah karena air matanya. 

"Jangan nangis. Kita semua sekarang jadi sahabat lo!" Maxime menghibur Debi. 

"Di kelas masih ada gue, lo tenang aja." Samuel menambahi. 

"Dan kita berdua bakal ikut jagain lo juga!" Zio dan Haidan ikut menabahi. 

"Thanks ya guys," 

"Oh, jadi Debi penyebabnya." Setelah menguping dia bur-buru pergi dari ruangan itu. 




* * * 


Selamat bermalam minggu mentemen!

Sebenernya mau update tiap malam minggu aja, soalnya aku gabut tiap malem minggu

Tapi gatau nanti kalau moodnya bagus juga langsung update kok 

Dah gitu aja

See u next chapter sowbat 

Dino untuk DebiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang