21. Perjodohan

2.9K 318 27
                                    

"Kenapa lagi? Ngelihatin gue kayak gitu banget?" tanya Dino saat dia merasa sejak tadi Debi menatapnya.

Padahal tuh yang suka dan cinta sama lo itu gue. Tapi bisa-bisanya lo justru nolak gue dan nerima perjodohan dari orang lain! ujar Debi dalam hati.

Dihelanya napas dengan pasrah. "Enggak papa, yaudah gue turun dulu. Makasih ya udah nganterin gue," kata Debi. Gadis itu membuka pintu mobil untuk keluar, namun pergerakan tangannya terhenti saat Dino menahannya untuk keluar.

Debi bingung dengan apa yang dilakukan oleh cowok itu, "kenapa?" tanya Debi bingung.

"Nggak usah panik," kata Dino yang terselip kalimat penenang untuk Debi yang terlihat gelisah.

Gadis itu tersenyum. "Tenang aja," balasnya. Rasanya Debi ingin tersenyum dan memeluk Dino, dia gregetan dengan sikap laki-laki itu. Namun semua dia urungkan karena takut jika cowok itu risih dan justru malah menghindarinya.

"Emm Din?" Debi menganggil Dino, tatapan cowok itu masih menatapnya tidak dialihkan sejak tadi.

Alis Dino terangkat pertanda dia sedang menunggu kalimat yang akan dikatakan oleh Debi. Sedangkan jantung Debi berdetak berkali-kali lipat, tanpa dia sadari dengan cepat dan terkesan seperti kilat, Debi mencium pipi Dino tanpa adanya ancang-ancang sedikit pun. Setelah itu dia langsung keluar dari mobil dan berlari menuju ke dalam rumah, membiarkan Dino terperangah dengan rasa kagetnya.

Setelah kejadian kilat tadi, Debi langsung buru-buru memasuki kamarnya dan mengunci dengan rapat. Nafasnya tersengal, dadanya berdetak tidak karuan bahkan kedua pipinya terasa panas.

Debi mengusap wajahnya lalu beralih menggigit kecil kuku tangan, pertanda bahwa dia sedang gugup.

"Anjirr Debi! Bisa-bisanya lo nyosor begitu aja!" runtuk Debi dalam hati saat menyadari kekonyolannya barusan.

Tapi beberapa detik kemudian dia tersenyum, terlihat kalau dia sedang salah tingkah mengingat kejadian beberapa menit yang lalu.

"Tapi kalau Dino marah gimana ya?" pikir Debi sembari berjalan menuju ke arah kasur. Dia mendudukkan tubuhnya dipinggiran kasur.

"Bodo amat deh!"

Sementara itu Dino masih tediam terpaku di dalam mobilnya, kejadian beberapa menit yang lalu masih terngiang di otaknya. Rasanya logika dan hatinya saling bertolak. Dadanya bergemuruh, terasa berdebar namun logikanya menyangkal.

"Hai Dino!"

Catlin tiba-tiba datang mengagetkan Dino yang masih diam.

"Enak ya?" tanya Catlin.

"Lo muncul terus, kenapa sih? Gue kan udah janji tapi nggak sekarang."

Dino memasang seatbeltnya lalu melajukan mobilnya untuk meninggalkan rumah Debi. Di temani dengan teman tak kasat matanya, Dino berulang kali memandang ke arah kursi belakang. Di sana Catlin menatapnya. Tatapan menakutkan membuat Dino menghela napas.

"Gue bukan tipe orang yang ingkar janji."

"Aku mau cepat Dino!" kesal Catlin.

"Mecaritahu soal masa lalu lo itu nggak segampang itu Cate, lo harus tahu. Kejadian itu udah lama puluhan tahun lalu bahkan gue belum lahir," jawab Dino dengan tenang.

Dino untuk DebiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang