36. The Truth Will (Not) Always Reveal

1.3K 170 730
                                    

"Why did you divorce your husband?"

Nana tersenyum simpul, menggoyang-goyangkan wine-nya seraya menatap kosong lantai dansa di bawah sana yang seketika mengingatkannya pada hari pertamanya pulang ke Seoul, dimana dia malah menemukan Jun-Ho dan seorang perempuan tengah menari dengan mesra. Tenggorokannya terasa tercekat jika diingatkan hal itu lagi.

Menjawab pertanyaan Woo-Bin, Nana berkata. "Aku tidak ingin punya anak.".

"Kenapa dia tidak bisa menerima prinsipmu?"

"Perusahaannya banyak. Keluarga besarnya butuh keturunan. Setidaknya aku harus melahirkan kesebelasan untuk menghabiskan semua asetnya." Nana meneguk wine, Woo-Bin tertawa.

"Well... kau sudah melakukan sesuatu yang benar."

"Yah... setidaknya selama beberapa tahun ke depan aku masih bisa hidup dari harta gono-gininya."

Terdengar suara lain yang tiba-tiba menginterupsi percakapan mereka dengan lantang. "Kau memang rubah licik, nuna!"

Nana menoleh menghadap laki-laki yang tengah duduk di sebelah Woo-Bin, Kim-Bum.

Gerutuannya memang tidak terdengar jelas, namun Nana yakin pria kecil itu mengoloknya. "Memangnya wanita muda jaman sekarang mau-mau saja merusak tubuh indahnya dengan mengandung dan melahirkan anak? No one! Semuanya masih ingin menghabiskan masa mudanya dengan kecantikan dan cemerlangnya karir. Kalau pun nanti aku sudah siap, aku akan melakukannya di menit-menit akhir jam biologisku hampir habis."

"Jam biologismu sudah hampir habis. Kau 36 tahun depan." Cecar Bum.

"Shut up, kid! Wanita masih bisa mengandung sampai umur 40, bahkan lebih." Balas Nana tak kalah kejam.

"Aku sama sekali tidak menghakimi prinsip dan keputusanmu. Semua orang berhak menentukan jalan hidupnya sendiri." Jelas Kim Bum melunak. "But at least, sebelum menikah, kenali dulu pasanganmu apakah dia bisa menerima prinsipmu. Dan tentunya kau harusnya tahu kalau Jun-Ho adalah seorang family man yang sangat merencanakan masa depannya dengan baik. Bahkan dengan berani melamar perempuan di awal hubungan mereka baru berjalan."

Nana tertawa. "Jun-Ho cuma Jun-Ho.. he needs me a lot. Aku yang paling banyak membantu kesulitannya bersosialisasi hingga menjelma menjadi pria tampan seperti sekarang. Dia tidak akan melupakanku apalagi sampai semudah itu yakin dengan perempuan yang dia temukan di jalan."

"Kim Mi-Su itu bukanlah sembarang perempuan yang ia temukan di jalan." Bum berseru tak terima. "Dia itu tangan kanan Tante Se-Mi dan pernah menjadi sekretarisnya selama 2 tahun. Jun-Ho pasti punya banyak pertimbangan matang sebelum mendekatinya. Kau saja yang tidak tahu apa-apa."

Dua orang itu lantas sama-sama menghujam Kim Bum dengan tatapan setajam belati karena merasa tidak suka mendengar penjelasan panjang lebarnya yang menurut mereka sangat amat tidak penting. Seketika mengunci mulutnya, Bum berdiri untuk pamit. "Aku pergi saja kalau begitu."

Saat ingatannya kembali memutar kejadian saat melihat Misu mencium mesra Jun-Ho di dalam mobilnya, Woo-Bin seketika melampiaskannya dengan terus meneguk minumannya tanpa berhenti. Dia tahu, dia sudah jatuh cinta pada seorang gadis saat ia merusak diri dengan mabuk karena enggan merasakan sakit dan cemburu hatinya.

Sekali waktu ia membayangkan betapa nikmatnya menjadi Jun-Ho, betapa bahagianya Jun-Ho bisa menyentuh Misu dengan sesuka hati seperti itu. Amarah dalam dirinya semakin bergejolak ingin menukar posisi itu sesegera mungkin entah dengan bagaimana caranya.

"Oh, fuck!" Nana menarik gelas Woo-Bin mencegahnya dari meneguk bir yang entah sudah ke berapa botol sejak mereka duduk di sini. "Kau sudah minum berapa kali? Sadarlah! Aku bersungguh akan menelantarkanmu kalau kau mabuk berat nanti!"

Limerence : Tune In For Love 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang