BAGIAN KE-22

2.1K 126 7
                                    

Penantian Arkan sepertinya sia-sia. Waktu yang tadinya malam, kini lambat jam berubah menjadi pagi. Arkan di sini bener-bener terjaga untuk menunggu gadisnya keluar dari dalam kamar. Tapi gadisnya itu tak kunjung keluar dari dalam kamar.

Arkan berdiri dari tempat duduknya kemudian memutuskan masuk ke dalam kamar Juan untuk membersihkan tubuhnya dan meminjam satu setel pakaian Juan.

Luna sebenarnya sudah bangun sedari tadi dia berdiri di belakang pintu mengintip dari cela kecil. Kenapa Arkan tidak pergi dari rumahnya? Luna menghela nafasnya, malas sekali rasanya jika pagi-pagi harus mendebatkan sesuatu. Jadi di sini dia mengambil jalan yang aman gadis itu memutuskan untuk tidak keluar kamar sebelum Arkan pergi dari rumahnya.

Saat ini bukan waktu yang tepat untuk mendebatkan sesuatu, jika nanti Luna sedih siapa yang akan menghiburnya? Mengingat sahabatnya---Nana juga dalam keadaan yang tidak baik. Benar-benar perlu cari aman Luna.

****

Luna baru saja keluar dari dalam taksi dengan menenteng kantong kresek yang berisi makanan dan buah-buahan untuk Nana.

Dirinya berjalan tenang di koridor hingga saat hendak ingin naik ke dalam lift, ada suara yang menginterupsikan dirinya.

"Luna." Panggil orang itu.

Luna tau siapa orang yang memanggil dirinya ini. Luna tidak mengetahui namanya tapi Luna tau karena wajahnya. Luna menghela nafas ada apa orang ini memanggil dirinya.

"Iya kenapa?" jawab Luna.

"Boleh kita ngobrol sebentar?"

Luna tersenyum kikuk, Luna sudah tau kemana nanti arah obrolan ini. Sudah pasti akan membahas Arkan.

"April." Ujar April memperkenalkan dirinya kepada Luna dengan mengulurkan tangannya. Luna menerima uluran tangan dari April.

Sekarang mereka berdua berada di rooftop rumah sakit, April yang memutuskan untuk berbicara di sini. Mereka berdua sempat terdiam cukup lama hingga kemudian April yang membuka suara terlebih dahulu.

"Pacarannya Arkan?"

Diberikan pertanyaan seperti itu Luna hanya menatap April tanpa menjawab pertanyaan April.

"Kamu tau kan, siapa aku?" kata April dengan menyenderkan punggungnya di tembok.

"Mungkin iya," jawab Luna singkat.

"Seberapa banyak kamu tau tentang aku?" tanya April dengan memiringkan kepalanya menghadap Luna.

"Entahlah, yang jelas tidak sebanyak yang kamu kira."

April tersenyum kecil kemudian berkata, "Aku yakin Arkan tidak banyak bercerita tentang aku ke kamu."

Luna menyetujui ucapan April dengan menganggukkan kepalanya. Memang bener Arkan tidak banyak cerita mengenai mantan kekasihnya yang kini tengah duduk di samping dirinya.

"Kalo aku minta kamu melepaskan Arkan untuk aku mau?" ujar April penuh dengan sorot memohon di matanya.

Luna terkejut dalam diam, dia bingung harus merespon apa. Bagaimana bisa tiba-tiba Apri meminta hal seperti ini kepada dirinya?

"Aku hanya memintanya sejenak, dan kelak juga akan aku lepaskan," jelas April ketika melihat raut kebingungan dari Luna. "Mungkin hanya sampai dua tau tiga bulan saja sebelum ajal menjemputku," tambahnya.

Luna menautkan kedua alisnya, dirinya semakin merasa bingung dengan ucapan April. April berbicara seperti ini, seolah-olah dia tau kapan dia akan mati.

"Aku ga punya siapa-siapa lagi untuk bersandar, aku cuma punya Arkan di sini. Jadi tolong sebentar aja lepasin Arkan untuk aku." April memohon kepada Luna dengan mata yang berkaca-kaca.

Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang