BAGIAN KE-19

2.4K 132 4
                                    

Halo!
Apa kabar? Saya harap kamu sehat selalu<3

Happy Reading!!!

Malam ini Arkan pergi kerumah Luna dia mengajak Luna untuk keluar rumah dengan berjalan-jalan di komplek perumahan Luna.

Luna berjalan dengan sesekali memandang ke arah langit yang gelap tanpa bintang satupun. Seperti malam ini dia hanya di temani oleh Arkan dan dinginnya angin malam.

"Luna," panggil Arkan. Luna mengganti arah pandangannya ke Arkan.

"Kenapa?"

"Saya mau tanya boleh?" Luna menganggukkan kepalanya.

"Seberapa percaya kamu sama saya?"

Luna memajukan bibirnya ke depan seolah-olah dia tengah berpikir. Luna menggenggam tangan Arkan. Kemudian dia tersenyum.

"Definisi percaya buat saya sepertinya ga terlalu sulit Pak. Jika saya sudah melihat kebohongan secara langsung lewat mata kepala saya maka, ya saya mundur," jawaban Luna ternyata diluar dugaan Arkan, hingga Arkan tak bergeming sejenak.

"Kenapa? lagi bohong ya?" Luna menatap Arkan curiga

Arkan mengajukan pertanyaan kembali. "Apa kamu pernah berbohong?"

Luna menganggukkan kepalanya. "Keseringan mah saya bohongnya putih."

"Maksudnya?"

"Kebohongan untuk kebaikan," ujar Luna sambil nyengir.

"Sama saja itu namanya berbohong Luna."

"Ya ealahhh Pak, kek Bapak ga pernah bohong aja Pak," ujar Luna sedikit kesal. Arkan berkata seperti itu seakan-akan dia tidak pernah berbohong saja.

"Kalo misalnya saya melakukan kebohongan putih bagaimana?"

"Bapak lagi bohong?"

"Misal Luna." Tentunya Luna tidak bisa percaya begitu saja. Ada apa dengan Arkan tiba-tiba sekali dia membahas hal seperti ini.

"Ayo!" Arkan langsung menarik tangan Luna dia tidak mau membicarakan hal itu terlalu jauh.

"Ini kita mau kemana Pak?" Luna bertanya kepada Arkan lantaran sampai sekarang dia tidak mengetahui tujuan mereka berjalan.

"Ayam bakar?" Tawar Arkan dengan mengacungkan jari telunjuknya warung pinggir jalan yang tidak jauh dari mereka.

Luna yang mendapatkan tawaran seperti itu tentunya tidak dapat menolaknya. Rezeki di malam hari. Batin Luna senang.

"Bapak ngajak saya makan di pinggir jalan?"

Arkan menghentikan langkahnya. "Kenapa? Kamu ga suka? Atau kita balik aja pergi ke restoran?"

Luna terkekeh kenapa respon Arkan berlebihan sekali. Luna menepuk perutnya. "Perut saya bisa nampung makanan di mana aja Pak. Ga usah lebay deh."

"Serius?" Luna menganggukkan kepalanya mantap. Arkan pun tersenyum manis. Arkan harap semoga selalu ada cara sederhana di mana Luna akan merasa senang.

Pak DosenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang