BAGIAN AKHIR KETOS DAN KOMANDAN

308 26 1
                                    

Warning! Sepertinya ini 17+
Bisa dilanjut bisa tidak ya..
**

Hati Vania tengah gelisah tak karuan tatkala pagi ini, Satya dan keluarganya akan pergi meninggalkan tanah airnya. Mental Vania sudah runtuh terlebih dahulu setelah mengetahui bahwa Satya akan menetap disana, di negeri Paman Sam selama menempuh masa pendidikannya hingga selesai, yang kalau dipikir-pikir bisa mencapai empat tahun. Atau bahkan lebih, jika Satya melanjutkan pendidikannya ke strata yang lebih tinggi.

Jangan ditanya mengapa satu keluarga, karena memang Kartika, ibunda Satya dengan segala kelapangan hatinya bersedia memaafkan dan memberikan kesempatan kedua bagi Bram. Begitulah sosok Kartika, perempuan dengan hati yang lapang yang mau menerima suaminya kembali setelah disakiti dan dibohongi berulang kali.

“Loh Vania, kamu nggak iku ke bandara? Tiga jam lagi penerbangan Satya sama keluarganya loh,” tanya sang mama ketika melihat putrinya yang masih menggeliat di kamarnya.

Setelah semalaman Vania menangis, meratapi kepergian Satya yang tak abadi, mata Vania pagi ini terlihat merah sembab, ditambah dengan rambut yang acak-acakan, cocok sudah jika Vania dipanggil gembel.

“Enggak ah ma, males. Nanti Vania nangis lagi, capek.” Jawab Vania tenang, berbanding terbalik dengan suasana hatinya yang sama sekali tidak tenang. Kemudian ia melanjutkan tidurnya, menggeliat dibalik selimut tebalnya.

“Kak, itu Garuda, pacarmu loh yang pergi, bukan musuhmu. Gih sana buruan mandi, dandan yang cantik.” Pinta Velisha pada putri pertamanya itu.

Vania memang cengeng, hanya dengan mendengar sang mama menyebut nama Satya saja sudah membuat matanya berkaca-kaca. Bukan apa-apa, Vania akhir-akhir ini memang sangat sensitif apabila menyangkut masalah Satya. Bahkan mendengar orang menyebutkan namanya saja pun hatinya serasa sesak mengingat ia dan sang pujaan hati yang akan berpisah negara.

“Gak mau, Vania mau tidur, capek.” Vania kekeuh mengatakan bahwa ia enggan menemui Satya untuk terakhir kali. Bisa dibilang Vania memang egois, namun hal itu wajar ketika kondisi yang berubah begitu cepat membuat hatinya labil, rapuh, dan tidak punya pendirian, seperti sekarang ini.

“Jangan males, sana mandi.” Suara bariton itu tiba-tiba muncul dari arah pintu kamar Vania. Membuat si empunya terbelalak di balik selimut.

Please jangan Garuda please! gumam Vania dalam hati.

Bukan ia tak mau bertemu Satya, memang lima puluh persen karena ia tak siap untuk bertemu terakhir kalinya dengan Satya, namun lima puluh persen lainnya tak lain karena kondisi wajah dan rambutnya yang seperti ‘gembel’.

“Ma... suruh dia keluar. Vania mau tidur.” Teriak Vania masih dibalik selimut yang membungkus tubuhnya layaknya kepompong.

“Mama udah pergi, buruan gih mandi. Mau aku ajak…”

“Gak!! Gak mau!” Belum sempat Satya melanjutkan kalimatnya, Vania sudah terlebih dahulu menolak ajakan Satya yang entah sebenarnya akan mengajaknya kemana.

Satya pasrah, ia tidak ingin memaksa gadisnya itu untuk menjumpainya terakhir kali. Ia sadar, hal itu akan membuat Vania sakit, hatinya. Di sisi lain, Satya juga ingin membuat momen perpisahan sementara mereka ini bahagia. Namun, Satya akhirnya hanya bisa menyerah pada keadaan.

“Yaudah, aku pamit ya. Sampai jumpa di pelaminan.”

Mendengarnya, hati Vania semakin tak berdaya untuk menolak ajakan kencan terakhir dengan Satya. Pada akhirnya, ia memberanikan diri keluar dari sarang selimutnya, menghampiri Satya, dan memeluknya erat dari belakang.
Satya bisa merasakan tubuhnya yang menghangat merasakan pelukan erat tubuh Vania.

KETOS vs KOMANDAN[✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang