BAB 18 [LUKA LAMA]

2.1K 107 11
                                    

"Satya lo kenapa?" Vania bingung mengamati tingkah Satya yang sedang meremas-remas kertas tersebut.

"Enggak, gue lebih seneng lo panggil gue kaya gitu aja, seenggaknya ngurangin dosa lo yang sering banget ngumpat pakai nama gue," Satya menjawab dengan enteng dan penuh canda, sangat berbeda dengan keadaan hatinya. Ia merasa bahwa ini semua salahnya. Untuk itu ia harus menyelesaikan masalah yang ia timbulkan ini, apalagi korbannya adalah Vania.

"Sialan. Kalo gitu lo panggil gue lengkap dong,"

"Vevania Jalesha Regantara? Kepanjangan kali"

"Bukan, ah udahlah terserah lo."

"Lo mau gue ajakin keluar gak?" Satya menawarkan Vania untuk ia ajak keluar jalan-jalan mencari udara segar serta menenangkan kondisi batin Vania.

"Ah iya astaga! Ayo buruan keluar dari kamar gue! Gue takut zinah ya ampun!" Vania panik, seraya menarik lengan Satya keluar dari kamarnya menuju ruang keluarga.

Nih anak bego apa gimana sih? Maksud gue kan keluar buat jalan-jalan

"Untung tadi lo ingetin," kata Vania namun Satya malah melihat ke bawah, ke arah lengannya yang saat ini masih di pegang erat oleh Vania.

Vania berusaha melepaskan, namun Satya malah menahannya. Bahkan ia sekarang memegang kedua lengan Vania erat. Semakin dekat, Satya memajukan posisi badannya mendekat ke arah Vania. Wajah mereka hanya berjarak beberapa senti. Dengan raut wajah Vania yang bingung sekaligus takut, karena ia tidak pernah merasakan hal ini sebelumnya. Biasanya Vania akan berontak jika ada laki-laki yang mendekatinya. Namun kali ini tidak, Vania hanya mematung sambil menelan saliva nya susah payah dengan rona wajah yang semakin memerah.

Dan, Satya memeluk erat tubuh mungil Vania. Sangat erat, bahkan sampai Vania tak kuasa untuk berontak.

Pelukan Satya seakan menggambarkan bahwa saat ini ia tak mau jauh dan berpisah dari Vania. Ia ingin selalu melindungi Vania dengan segala kemampuannya.

Vania terkejut dengan perlakuan Satya barusan. Setelah dirasa Satya mulai melonggarkan pelukannya, Vania menatap manik mata milik Satya, begitupun Satya memperhatikan dengan seksama wajah Vania. Mata mereka bertemu untuk waktu yang cukup lama.

"Gue suka hidung lo, runcing." Gumam Satya di depan wajah Vania sambil tersenyum, manis. Yang membuat Vania sadar dan dengan cepat ia mengalihkan pandangannya ke arah lain, serta memundurkan badannya menjauhi Satya.

"Gue bakal tungguin sampai keluarga lo balik," kata Satya. Setelah itu, suasana menjadi canggung. Tidak ada lagi obrolan diantara mereka, sekalipun obrolan ringan dengan candaan receh yang sering mereka lakukan biasanya.

Pintu rumah terbuka dan menampakkan Velisha, Martinus, Vino, serta Bi Entin dengan membawa banyak kantung belanjaan.

"Eh ada Satya, pantesan kok ada mobil di depan. Tak kirain mobilnya siapa," sapa Velisha basa-basi.

"Iya tante, ini tadi Vania nya ketakutan soalnya mati lampu." Jelas Satya.

"Disini mati lampu tadi?" Tanya Martinus.

"Iya Pa, tadi waktu semua baru aja ninggalin rumah, mendadak mati lampu" kata Vania.

"Cuma disini aja berarti? Soalnya rumah tetangga gak ada yang mati. Atau jangan-jangan mama belum bayar uang tagihan listrik?" Tuduh Martinus pada Velisha berniat menggoda.

"Eh udah kok Pa," elak Velisha.

"Lo cemen banget sih kak, masa gitu aja takut sampai nyuruh Bang Satya kesini segala? Jangan-jangan lo emang kangen sama Bang Satya ya? Dasar alay lo kak." Vino mencibir Vania. Memang mulut Vino ini tergolong mulut cabai yang terkadang pedas omongannya.

KETOS vs KOMANDAN[✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang