BAB 12 [KEGELAPAN]

2.1K 126 0
                                    

Dan seketika hanya warna hitam yang gue lihat, setelahnya gue gak tau apa yang bakalan terjadi.

**

Gelap.

Ya, Vania sangat takut dengan kegelapan. Ia bisa menangis sejadi-jadinya jika berada dalam kegelapan, apalagi sendiri tanpa teman. Beruntungnya, saat ini Vania belum tersadar dari pingsannya. Jika ia sadar, bisa dipastikan ia akan menjadi seperti anak-anak yang menjerit dan menangis ketakutan karena ditinggal sendirian. Dan itulah Vania, meskipun ia sangat dikenal dengan berbagai macam kelebihannya, yang namanya manusia pastilah memiliki kelemahan. Salah satu kelemahan Vania ialah takut pada kegelapan, serta buah naga.

Perlahan, kelopak mata Vania mulai terbuka. Dengan perlahan-lahan pula ia mulai menggerakkan badannya. Dengan keheningan di sepenuh ruangan, Vania masih dalam keadaan setengah sadar dan masih belum bisa mencerna apa yang sebenarnya terjadi padanya.

"Akhhh!!!!! Tolong!!!!" Jeritan Vania menggema di seluruh penjuru ruangan yang nampak seperti gudang sempit berantakan, disertai isak tangis yang tak henti-hentinya.

Siapapun yang melihat keadaan Vania saat ini, pasti tidak akan ada yang tega. Vania masih terus saja menangis layaknya anak kecil. Mungkin bagi teman-teman dekatnya, yakni BS, sudah mengerti dengan kondisi Vania yang seperti saat ini. Seorang Vania seakan memiliki dua kepribadian. Namun tentunya tidak, Vania adalah manusia biasa yang hanya memiliki satu kepribadian.

Tangisan masih terdengar dengan kerasnya, dan perlahan tangisan itu mulai mereda dan lama-lama menghilang. Menandakan bahwa Vania sudah tenang, namun masih dalam keadaan ketakutan. Ada trauma mendalam dibalik ketakutannya itu.

Sedangkan di luar terdengar suara yang amat riuh dan ribut. Tak lama kemudian pintu gudang didobrak oleh seseorang. Dan muncullah Satya dibalik pintu tersebut. Dengan refleks, Vania langsung menghambur ke dalam pelukan Satya.

"Udah tenang sekarang udah ada gue," ucap Satya berusaha menenangkan  dengan mengelus punggung serta kepala Vania pelan.

"Gue takut sendirian disini," ucap Vania dengan masih terisak karena tangisannya.

"Sstt lo aman kok ada gue disini," kalimat Satya sungguh ampuh membuat Vania tenang.

Mereka berdua segera keluar dari gudang tersebut dengan Satya yang masih merangkul erat bahu Vania. Satya paham, ia mengerti sikon saat ini, bukan waktu yang tepat untuk menanyakan mengapa Vania bisa berada di parkiran mobil tadi. Dan mengapa Vania bisa menangis se-histeris itu?

"Kita pesen taksi online aja ya, terlalu bahaya kalau naik motor," hanya dibalas anggukan lemah oleh Vania.

Tak lama kemudian, taksi online yang dipesan Satya telah datang. Mereka berdua segera masuk, dan Satya sengaja meninggalkan motor miliknya di depan gudang. Ia sudah meminta tolong pada kedua temannya, Rian dan Brian untuk mengambilkan motornya.

Disepanjang perjalanan menuju rumah Vania, Vania hanya terdiam, tidak seperti Vania yang biasanya, yang selalu bertengkar dengan Satya. Begitupun Satya, ia merasa telah gagal melindungi dan menjaga amanah bunda nya. Ia menyesal, merutuki kebodohannya sendiri.

Sesampainya di rumah, Satya menyuruh Vania untuk mandi dan membersihkan dirinya, setelah itu mereka berdua duduk di ruang keluarga.

"Van?" Panggil Satya pelan pada Vania.

"Lo udah gapapa kan?"

Vania hanya tersenyum sekilas dan mengangguk pelan. Namun ketika melihat lengan Satya ia baru sadar bahwa Satya tadi juga terluka.

"Lengan lo?"

"Oh ini, gapapa cuma luka kecil doang. Tadi udah gue kasih obat merah kok,"

"Kenapa bisa luka?" Tanya Vania pelan, tidak seperti Vania yang biasanya.

KETOS vs KOMANDAN[✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang