Satya telah berhasil mengambil segumpal kertas yang merupakan bukti yang ia cari-cari sejak tadi. Setelah itu, saat Satya hendak membuka sebuah laci di kamar tersebut, tiba-tiba pintu terbuka dengan kerasnya.
"Satya? Lo ngapain di kamar gue?" Tanyanya.
Ada yang aneh, pikir Satya.
"Lo gak usah ngelak lagi, lo kan yang selama ini kirim teror-teror ginian ke rumah Vania sama gue?" Tuduh Satya sembari menunjukkan gumpalan kertas yang ia temukan barusan.
Seketika ia merasa kesakitan di bagian kepala. Satya yang bingung hanya bisa melihat tanpa mau membantunya. Perlahan, ia jatuh tersungkur dan tak sadarkan diri.
"Pasti pura-pura nih anak," gumam Satya. Sepersekian detik kemudian dengan akal cerdiknya Satya buru-buru mengambil sebuah dokumen penting yang ada di dalam laci tersebut. Meskipun Satya tidak tahu apa isi di dalamnya, tetapi ia yakin bahwa itu bisa membantunya.
Baru saja Satya hendak melangkahkan kakinya keluar dari ruangan tersebut, terdapat benda keras memukul bahu Satya dari belakang yang otomatis membuat Satya jatuh tersungkur.
"Mau apa lo dari gue?" Tanyanya tegas.
"Gue mau ambil sesuatu yang gue butuhin, dan itu bukan urusan lo." Jawab Satya tak kalah tegas.
"Kembaliin! Itu bukan punya lo!"
"Gue baru tau ternyata lo sebusuk ini, jadi selama ini lo pake topeng buat nutupin kebusukan hati lo itu?" Tanya Satya.
"Apapun harus gue lakuin buat dapetin keinginan gue, Vania." Jawabnya penuh kelicikan.
"Bajingan ya lo! Lo rela sakitin dia biar gak ada yang bisa milikin dia? Gue gak nyangka lo se licik ini." Ujar Satya dengan penuh emosi, namun untung saja ia masih mampu mengendalikan dirinya.
"Ya, gue juga gak segan meniadakan dia dari dunia ini asal dia gak jadi milik orang lain." Jawabnya dengan nada bengis, bukan seperti ia yang biasanya.
Tanpa pikir panjang, Satya menonjok bagian sebelah matanya hingga sedikit mengeluarkan cairan darah, namun ia tak membalas sekalipun. Justru ia hanya memegangi bagian kepalanya. Satya heran, padahal ia hanya memukul bagian wajah, bukan kepala. Lalu kenapa ia seperti merasa kesakitan di bagian kepala.
"Sat, lo cepet pergi dari sini, cepetan gue mohon." Aneh, untuk apa ia menyuruh Satya pergi. Dan satu lagi, nada bicaranya pun berubah. Bukan seperti yang tadi, yang penuh kebengisan, kali ini dengan penuh permohonan yang sungguh-sungguh.
"Dasar aneh!" Umpat Satya, kemudian ia pergi meninggalkan rumah tersebut.
**
Keesokan paginya, Satya bangun dengan wajah super kusut. Itu semua karena semalam ia tidak tidur dikarenakan puas membaca serta mendalami isi dari dokumen yang ternyata merupakan dokumen medis.
Dengan keadaan terburu-buru, ia mandi dan segera menuju garasi kemudian mengendarai motornya menuju rumah Vania untuk menjemput ratunya tersebut.
"Kok lama? Udah telat tau," omel Vania saat Satya berada di depan pintu rumahnya.
"Telat berapa menit emang?" Tanya Satya.
"Lima menit." Jawab Vania sembari mengenakan helm dan menaiki motor milik Satya.
"Lima menit doang, buletin kek jadi sepuluh menit."
"Gundulmu, awake dewe baringene ujian sam!" (gundulmu, kita habis ini ujian mas!)
"Tolong deh Van, setiap kali lo ngomong pake bahasa jawa, otak gue tuh kudu berputar dua kali dulu baru gue bisa pahamin omongan lo." Ujar Satya sembari menyalakan mesin motornya menuju sekolah. Dengan kecepatan rata-rata dan tidak se-ngebut tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
KETOS vs KOMANDAN[✅]
Roman d'amourTentang kisah seorang komandan paskibra perempuan dengan ketua osis laki-laki. Keduanya baru menyadari perasaan masing-masing saat setelah memerankan sebuah pertunjukan drama putri tidur. Namun setelahnya, kisah mereka berjalan lebih rumit dari sebe...