31✓

618 24 1
                                    

Mega mengerjapkan matanya beberapa kali menyesuaikan cahaya di ruangan yang serba putih ini. Pandangannya mengedar hingga jatuh pada dua manusia yang entah sudah berapa lama terlelap dalam posisi tak nyaman itu.

Kepalanya masih terasa berkunang-kunang meski tak separah tadi. Ia mencoba bangun dari posisi rebahan, punggungnya ia sandarkan pada sandaran brankar. Tangannya terulur mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas tepi brankar.

Mengetikkan sesuatu pada number seseorang memberitahu tentang keberadaannya agar tak terlalu khawatir padanya.

"Eughh!" Ankaa menggeliat dan beringsut bangun dari duduknya ketika melihat Mega sudah sadar.

"Udah baikan?" Tanyanya duduk di bibir brankar Mega.

"Lumayan," jawab Mega tersenyum.

"Kata Dokter lo gak boleh maksa pikiran lo buat nginget sesuatu nanti akan berakibat fatal buat kesehatan lo."

"Lebih baik lo lakuin hal yang biasa lo lakuin supaya ingatan lo pulih secara perlahan," ucap Ankaa dibalas anggukan oleh Mega.

"Makasih ya, buat kamu sama Ares."

"Gak usah bilang makasih, lo juga udah banyak bantuin kita." Mega hanya tersenyum.

Hening.

"Oh. Lo udah sadar Meg?" Tanya Ares yang baru saja bangun dari tidur nyenyaknya. Ia merentangkan kedua tangannya guna meregangkan otot tubuhnya.

"Belum. Mega masih pingsan," cibir Ankaa ditanggapi kekehan oleh Mega sedangkan Ares mendengus kasar.

"Cari makan yuk, Meg. Kata dokter lo boleh pulang kalau udah sembuh " sontak ajakan Ares di angguki semangat oleh Mega.

"Yaudah. Gue tunggu di mobil sekalian bayar administrasinya ya?" Pamit Ankaa berjalan mendahului mereka.

-- Galaksi --

"Makasih ya, kalian udah anterin aku sampai rumah," ucap Mega yang berdiri di samping mobil setelah turun dari mobil Ankaa.

"Gak usah bilang makasih. Kita kan sahabat lo," ucap Ankaa diangguki Ares yang tersenyum kearah Mega.

"Kalian gak mau mampir?" Tawarnya.

"Gak usah Meg, lain kali udah sore juga." Tolaknya halus.

"Ya udah. Kalian hati-hati ya," ucap Mega sebelum Ankaa menutup kaca mobilnya dan menjalankan mobilnya menjauh dari rumah Revan.

Mega menghela nafas kemudian membalikan badannya. Tersentak kaget ketika mendapati seseorang berdiri tepat di hadapannya.

"Kamu ngagetin!" Mega memukul bahu Galaksi yang mengagetkannya.

"Dari mana kamu? Aku cariin ke mana pun gak ada. Pulang sama siapa?" Pertanyaan beruntun dari mulut manis Galaksi di balas senyuman oleh Mega.

"Tadi kepala aku sakit. Trus kerumah sakit diantar Ankaa sama Ares." Mendengar itu mata Galaksi membulat sempurna.

Tangannya terulur mengusap kepala Mega lembut. "Kamu gak papa kan?" tanyanya khawatir.

Mega tersenyum mengangguk. "Gak papa."

Galaksi menarik lembut tangan Mega membawa gadis itu masuk ke dalam rumah Revan.

"Revan sama Regan kemana?" Tanya Mega ketika sampai di dalam rumah dan tak melihat kedua abangnya itu.

"Mereka main ke rumah temennya."

Mega mengangguk. "Aku ke kamar dulu ya?" pamitnya diangguki oleh Galaksi.

-- Galaksi --

"Gue denger dia masih hidup ketua."

"Gimana bisa? Gue sendiri yang udah pukul kepala dia dan lihat dia ketabrak mobil?"

"Gue rasa penabrak itu yang nyelamatin dia Ketua."

"Ok. Kalo ini udah jalan takdir kita lanjutin permainan ini!"

"Baik ketua!"

"Cari dia di mana pun dan bawa dia kesini secepatnya!" perintah sang Ketua itu.

"Baik!"

Anak buah yang diperintah oleh sang Ketua langsung bergegas mencari keberadaan gadis yang mereka incar. Gadis tangguh yang dulu pernah memimpin Procyon sebelum digantikan oleh ketua baru mereka yakni Nunki.

Mereka belum mengetahui jika gadis yang dulu terlihat kuat dan baik-baik saja kini sedang tersesat di dalam labirin pikiran gadis itu sendiri. Bahkan ia tak mengetahui asal-usulnya sebelum mengalami kecelakaan itu.

Bayangan akan keramaian terus menghantuinya. Bukan hanya itu keramaian itu diisi oleh para pria yang membawa senjata tajam seakan ingin menghabisi seseorang dan di tambah kilasan rumah yang nampak mewah diisi oleh satu keluarga yang hidup bahagia sebelum semuanya berubah.

Mega bimbang pada siapa ia harus mencari tau tentang dirinya sendiri. Ia masih mencari seseorang yang sangat mengenal dirinya luar-dalam tanpa ada celah ataupun rahasia lagi.

"Lo ternyata sekuat itu Mega!" gumam Nunki tersenyum sinis.

Tbc.

GALAKSI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang