Season 2 Ch.8

7.4K 1.3K 5
                                    

Jam dua belas siang. Ini waktunya kami istirahat. Aku berniat untuk mengelilingi akademi, melihat lainnya. Tapi entah kenapa rasanya malas setelah kejadian tadi.

Jam pelajaran tadi adalah pembagian asrama dan ujian masuk akademi. Saat terjadi tembakan sinar anugerah, mereka memberi kami chip bulat berlambang burung Phoenix cahaya, simbol akademi. Chip itu dipasang ke bros yang tadi kami dapatkan di aula. Mereka ternyata sepasang.

"Kalian pergi ke pengawas asrama masing-masing. Kunci kalian akan diberikan di sana."

Kami mengangguk sebagai jawaban.

"Baiklah, pertama aku ucapkan selamat datang di Afseena Academia. Kita akan mulai pembelajaran."

Profesor Zen menjelaskan beberapa sedangkan profesor Vorn susah payah mengeringkan rambutnya yang basah. Aku duduk dengan tenang menyimak.

"Kalian akan diberikan pelajaran khusus mulai hari ini. Kalian akan melakukan ujian masuk."

"Ujian apa itu?" Tanyaku mengangkat tangan. "Entahlah, tapi apa kalian siap?" Balas profesor Zen tak pasti. Aku bingung dengan jawaban itu.

"Aku siap" Ujarku spontan.

Profesor Zen mengangguk. "Siapapun yang sudah siap dengan ini, berdiri dari bangku kalian"

Aku berdiri lebih dulu, lebih tepatnya, aku tidak berpikir dua kali. Lalu di susul Rosella dan trio undur-undur. Lalu lainnya mulai berdiri. Kini semua anak sudah berdiri bersiap.

"Bagus. Kita akan-"

Tiba-tiba muncul portal sebesar orang dewasa di samping profesor Zen, seorang wanita muncul dari portal itu. Profesor Forte.

"Selamat siang wakil kepala akademi" Ujar profesor Zen dan Vorn menunduk hormat. Profesor Forte hanya mengangguk lalu memandang kami, lebih tepatnya memandangku dengan dingin. Aku terdiam.

"Apa kau sudah menyampaikannya?" Tanya profesor Forte.

"Ah, iya tapi saya belum menjelaskan tentang ujian itu." Profesor Zen menjawab.

Profesor Forte mengangguk. "Itu sudah cukup. Kita akan mulai sekarang."

"Tapi wakil kepala-"

Kilatan cahaya sekilas terlihat dari tubuh profesor Forte. Lalu..

"Akh! Kepalaku!"

"Tubuhku tidak bisa bergerak"

"Sangat berisik"

"Ada apa ini?"

Semua merasakan hal yang sama. Kepalaku berdengung kencang, rasanya sakit dan tubuhku berat seperti di tarik ke bawah. Aku mendongak kaku, profesor Forte, Zen, dan Vorn tidak terpengaruh. Aku memegang kepalaku dengan kedua tangan. Rasanya sakit.

"Ini adalah ujian untuk kalian. Jadi siapapun yang tidak lulus akan langsung keluar dari sini." Ujar Profesor Forte sedikit berteriak.

Sialan Forte itu. Kepalaku semakin berdengung, di hadapanku, aku melihat gambaran kejadian. Kejadian ini adalah mimpi buruk ku. Aku teringat keluarga ku di kehidupan sebelumnya, mereka memperlakukanku seperti budak. Bahkan lebih rendah dari itu. Mereka menamparku, melempari ku dengan vas kaca sampai aku terluka, mengunciku di ruangan gelap tanpa makanan, menyuruhku untuk tidur diluar saat hujan sebagai hukuman, mereka tidak memperbolehkan ku minum obat saat sakit. Aku menutup mata, itu adalah kejadian yang tidak ingin aku ingat lagi. Tubuh seakan di tarik ke bawah, aku menahan keseimbangan tubuhku. Rasanya berat.

Aku ingin menahannya namun kejadian mengerikan itu terus berasa di dalam kepalaku, membuatku lemas.

[ - Sihir terdeteksi - ]
The magic of illusion

Aku tersadar oleh jendela gameku yang muncul. Ini Ilusi. Sihir ilusi ini menyebabkan semua yang terbawa mengingat kembali trauma masa lalunya. Aku menggigit bibirku agar tetap dalam kesadaran sampai berdarah. Membuka kedua mataku memandang ke sekitar. Semuanya menahan sakit di kepalanya sama sepertiku. Salah satu sudah tumbang, di susul oleh sebelahnya.

Tubuhku gemetar untuk menegakkan posisiku. Tanganku mengepal mengangkatnya tinggi-tinggi, lalu dengan cepat aku memukul meja di depanku. Timbul suara keras.

"JANGAN LARI BRENGSEK! LAWAN ITU!" Aku berteriak. Semuanya mendengar perkataan ku, aku memegang kedua telinga ku karena suara dengungan yang cukup keras masih tersisa.

"Ah sial!" Rain berteriak di belakangku. Sepertinya dia sudah sadar ini ilusi. Di susul Ascher, lalu Kayran dan Rosella. Rein, dia memiliki trauma yang besar mengenai ibunya. Aku bisa merasakan itu.

"Profesor Forte, ini terlalu tiba-tiba-"

"Ini sudah sesuai profesor Vorn."

Vorn tidak bisa melawan. Dia melihat kami dengan diam dan rasa cemas.

Aku memukul-mukul kepalaku untuk menghilangkan sakit itu. Aku menunduk melihat sekitar lantai. Lingkaran Sihir Gravitasi besar di seluruh kelas. Pantas saja rasanya berat sialan. Aku berjongkok, sesekali memegang kepalaku yang sakit. Mengepalkan tangan, aliran angin menyelimuti tanganku, aku melayangkan tinju ke lantai, menimbulkan suara dentuman keras. Profesor Forte dan yang lain terkejut. Seketika lingkaran sihir itu hancur berkeping-keping lalu menghilang. Tubuhku kembali ringan, begitu juga dengan semua orang, namun rasa sakit di kepala ini masih terasa.

"Akh!"

Suara Rein. Aku menoleh, dia kesakitan karena traumanya. Semakin besar trauma yang dialami, maka semakin besar rasa sakitnya. Aku berdiri menatap Profesor Forte.

"Hentikan ini!" Teriakku masih memegang kepala.

"Tidak. Ini akan berakhir jika sudah mencapai batas waktu yang sudah di tentukan" Jawab Profesor Forte menatapku dengan rasa tidak bersalah. Ya.. aku sudah menduga jawabannya itu. Aku tersenyum. Dia tersentak melihatku.

Melupakan rasa sakit ku, aku menyatukan kedua tangan. Tubuhku bersinar kehijauan. Sinar itu menyebar ke seluruh ruangan.

[ Device : Fast to Heal Destroy the Magic ]

Perlahan, semua mulai terkendali. Rasa sakit itu mulai hilang, meski tubuh mereka menjadi lemas, mereka terduduk. Aku lebih mengarahkan sihirku pada Rein, dia yang lebih parah dari semua. Nafasku tersengal, sihir dari profesor Forte berhasil aku hentikan. Aku menatapnya, dia terlihat terkejut tidak percaya. Aku tersenyum puas, aku duduk di kursi ku dengan lemas. Mengatur nafasku. Sepertinya aku terlalu terbawa oleh traumaku, sebab itu tubuhku kehilangan energi.

"Hei apa yang kau lakukan bodoh! Jangan menghentikan sihir dengan paksa! Itu akan merusak tubuhmu!" Vorn panik mendekatiku. Benar, profesor Forte bahkan tidak menghentikan sihirnya padahal melihatku tadi. Aku mendongak menatapnya.

"Aku tidak bisa melihat semua orang tersiksa karena sihir laknatnya itu! Kau tahu bukan bagaimana rasanya dipaksa untuk mengingat kejadian mengerikan mereka di masa lalu?!" Ujarku sebal, masih dengan nafasku yang terengah-engah. Dia terdiam. Aku melihat sekitar, semua duduk dengan wajah pucat. Itu pasti menyakitkan, mereka mempunyai traumanya masing-masing. Rein, dia terduduk memegang kepalanya, menunduk. Aku kembali berdiri dari bangku.

"Apa yang akan kau lakukan?" Tanya Vorn cemas.

"Sebentar. Profesor Forte, apa maksudnya ini? Anda sengaja melakukan ini? Tolong beri kami penjelasan." Ujarku menatap datar Profesor Forte. Dia menatapku dingin.

"Ini adalah ujian nona, mereka harus melewati ini supaya lulus. Jika mereka berhasil, maka akan dimajukan sebagai murid terbaik untuk mengikuti kompetisi, dan akademi ini akan menjadi akademi terbaik di benua."

Alasan apa itu? Alasan sampah.

Sekarang aku berpikir. Akademi ini bukan akademi yang memiliki berkah makhluk suci, tapi akademi iblis dengan segala keserakahannya. Mereka menggunakan muridnya untuk keuntungan mereka sendiri.

つづく

Arigatou for reading~( ╹▽╹ )/

Heroin Of Emores 【END - TERBIT】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang