Aku berhenti menangis dan sekarang. Sialan, aku malu banget. Aku menyembunyikan diri dalam selimut. "Hei Ra, kau begini lagi. Cepat keluar dari sana" Rain berusaha menarik selimutku. Tidak akan aku biarkan.
"Kalian harus tanggung jawab dengan pintu" Aku mengeluarkan tangan dan menunjuk ke arah pintu, entah arah tunjukkanku benar atau tidak, aku tidak peduli. Aku menarik tanganku kembali.
Lenggang sejenak. "I-itu akan kami perbaiki nanti" Rain tergagap. Aku menghela nafas, keluar dari selimutku, duduk, menatap mereka. "Apa?" Rain bertanya. Mereka manataku bingung. Aku menggeleng. "Tidak apa-apa, hanya saja.. ceramah kalian tadi sa~ngat bagus" Aku menyindir. Okey mereka malu, wajah mereka merona. Aku tersenyum tanggung, terdiam.
"Sekarang apa yang kau pikirkan? Bukankah aku sudah bilang untuk cerita semua masalahmu pada kami?" Rein bicara. Aku menatap mereka serius. "Aku memikirkan apa hukuman yang pantas untuk kalian karena sudah masuk ke asrama perempuan" Aku bicara tegas. Mereka merona, kelagaban.
"K-kami sudah izin ke profesor, j-jadi itu tidak masalah." Rein membela diri, diikuti anggukan Rain, Kayran, Ascher, dan Alex. Aku tersenyum jahil. "Ayolah, itu dari profesor, bukan dari kami para perempuan. Kalian masih harus dihukum, sekarang, bersihkan peralatan yang ada di meja belajaraku, dan juga rak bukuku yang berantakan, ah.. jangan lupa sapu dan lap lantai sampai mengkilat" Aku memerintah.
"H-hei! Kau lupa aku siapa? Kau berani memerintah ku?" Rein berdalih. Aku mengangkat bahu. "Apa mau aku tambah lagi hukumannya Yang mulia?" Aku tersenyum penuh makna. Mereka bergidik ngeri dan langsung ke tempat yang aju sebutkan tadi dan manatanya. Aku tertawa pelan.
"Jadi? Apa yang kau lakukan di sini selama seminggu?" Akhirnya pertanyaan itu datang, dan malah Rosella yang bertanya pertama kali. Aku memegang dagu. "Persiapan untuk berperang, mungkin" Aku menjawab santai. Mereka bingung.
Alona mendekat, duduk di sampingku. "Perang dengan siapa?" Alona bertanya penasaran. Aku tersenyum, menoleh ke meja kecil di samping tempat tidur. Membuka lacinya dan mengeluarkan batu dan secarik kertas yang dilempar seseorang sampai kaca jendelaku pecah. "Lihatlah ini" Aku memberikan secarik kertas pada Alona. Evelyn dan Rosella mendekat, mereka terkejut.
"Kau diganggu? Oleh siapa Ra?" Alona cemas. Ya aku sudah menduga hal ini, aku menggeleng. "Aku juga tidak tahu tapi, aku pasti akan menemukannya." Lalu aku akan mengakhiri ini. Kami terdiam. Alona menggenggam tanganku. "Aku akan membantumu Ra! Kita lawan bersama"
"Benar, kita di sini sebagai teman, kita tim" Evelyn bicara diikuti anggukan Rosella. Aku tersenyum, mengangguk. "Iya. Terimakasih. Sebenarnya.. aku masih punya rahasia yang belum aku katakan pada kalian, tapi.. aku belum siap untuk mengatakannya. Satu hari nanti, aku akan mengatakan semua pada kalian, rahasiaku selama ini" Ujarku menunduk. Alona memelukku, mengangguk. "Kami akan menunggunya Ra" Perasaanku lega hanya dengan kalimat itu. Aku sangat beruntung.
"Ra, kau meminjam buku ini?" Aku mendongak ke arah suara Kayran, Alona melepas pelukannya. Kayran memperlihatkan bukunya. Aku tersenyum. "Benar, Elemen Cahaya. Aku sedang mempelajari itu." Ujarku jujur. Mereka terkejut.
"Tapi itu.." Kayran menatapku tidak percaya. Aku tersenyum miring, mengangkat telapak tangan. Bola cahaya muncul saat aku membayangkannya. Mereka berseru tertahan. Seluruh ruangan terang. "Aku berhasil menggunakannya pada tingkat ini, tapi ini belum cukup kuat." Aku menggenggam bola cahaya itu, kemudian dia menghilang.
Lenggang. "K-k-kau.. kau monster!" Rain berseru. Aku ber-puh pelan. "Aku bukan monster, aku ini iblis." Aku membanggakan diri.
"Kau mempelajari ini dalam satu minggu?" Ascher bertanya masih memastikan. Aku mengangguk mantap. "Sulit di percaya.." Rosella bicara pelan.
"Tara! Kau hebat sekali! Sudah pasti kau genius!" Alona berbinar, aku tersenyum canggung. Mengingat satu hal. "Hari apa ini?" Aku bertanya.
"Ini.. *Martis" Alona menjawab. "Kalian tidak ada kelas?" Lenggang. Aku menepuk jidat. Berdiri dari kasur.
[ Device : Transform ]
Tubuhku bercahaya dan seketika pakaianku berganti dengan seragam akademi. Mereka tersentak. Aku berjalan ke pintu. Mengangkat telunjukku, seketika pintu sudah diperbaiki, buku, kertas, dan petalatanku melayang kembali ke tempatnya. Mereka terkejut. Aku balik badan menatap mereka.
"Apa yang kalian tunggu? Ayo kita pergi, profesor pasti sudah menunggu bukan?" Mereka terdiam. Aku tersenyum. "Device : Teleport" Mereka terkejut muncul cahaya di lantai kamarku, tubuh kami menghilang dan muncul tepat di bangku kelas masing-masing. Semua orang terkejut melihat kami tiba-tiba muncul, aku langsung memangku dagu, tersenyum tak bersalah.
"Nona Tara?!" Vorn teriak terkejut. Aku mengangkat tangan. "Jawabanya 15⅓ cm² di sederhanakan menjadi 5 cm² profesor" Aku menjawab soal yang ada di papan tulis. Vorn tersentak, melihat ke papan tulis. "B-benar" Semua menatapku. Yang pasti, kecuali orang yang ikut berteleportasi denganku tadi. Mereka pusing karena terlalu tiba-tiba. "Fash to Heal" Lingkaran sihir bercahaya hijau muncul di bawah kaki mereka. Mereka merasa baik-baik saja seketika terkena sinar itu. Kayran menoleh ke belakang, menatapku, Rein menoleh ke samping, Semua menatapku. Aku mengangkat bahu, tersenyum seperti tak terjadi apapun.
Vorn tersadar dari keterkejutannya. "K-kau datang? T-tunggu bagaimana kau bisa menjawab pertanyaan ini padahal kau tertinggal pelajaran?" Tanyanya, aku menatap, menunjuk kepala ku sendiri. "Aku ini genius, profesor" Vorn tersentak. "Dari mana kau dapat kepercayaan diri itu?"
Aku tersenyum. "Entahlah. Ah benar, saya minta semua kertas ulangan yang belum sempat saya kerjakan, akan saya selesaikan hari ini." Lenggang.
"Kau mau selesaikan hari ini juga?!" Rain bertanya kaget di belakangku. Aku menoleh. "Ayolah.. itu hanya dua kertas berisi lima soal kan?" Semua terkejut. Vorn berdeham. "Baiklah, selesaikan dengan waktu dua jam, jika tidak selesai akan aku beri tambahan wak-"
"Akan saya selesaikan dalam waktu setengah jam" Ujarku santai menyiapkan pena. Lenggang.
"Itu tidak mungkin sialan!" Rein, Rain dan Alex berseru bersama. "Kita lihat saja nanti" Ujarku santai. Mereka diam. Vorn memberiku dua lembar kertas ulangan. Aku mulai mengerjakan. Semua memandangku. Aku mengabaikannya terus menulis jawaban di kertas. Vorn menghela nafas. "Sambil menunggu kita lanjutkan pelajarannya, sepertinya ini akan sangat lam-"
"Satu selesai" Ujarku, semua terkejut. "K-kau pasti bercanda." Vorn tidak percaya, mendekat ke bangku dan mengambil kertas yang sudah aku selesaikan, memeriksanya. Dia semakin terkejut dengan hasilnya. Aku masih fokus dalam kertas ulangan ku yang satunya lagi.
"Bagaimana kau bisa?" Tanya Vorn. Aku mengangkat tangan, memintanya untuk menunggu sebentar. "Sebentar." Ujarku singkat. Lenggang. Hanya tersisa suara penaku bergesek dengan kertas. Aku berhenti, tersenyum puas. Memberikan kertas terakhir pada Vorn. Aku menatapnya. "Selesai." Aku menoleh ke arah jam. "Wah.. bahkan ini belum sampai setengah jam" Aku hanya menyelesaikan ulangan itu dalam waktu dua puluh menit. Aku tersenyum kemenangan. Semua menatapku tidak percaya. Ini akan seru kawan. Ini adalah awalku untuk menyerang.
つづく
Okey.. ini mengenai hari di dunia Tara
(Aing gunain bahasa latin sebagai nama harinya(• ▽ •;))Minggu = Solis
Senin = Lunae
Selasa = Martis
Rabu = Mercurii
Kamis = Lovis
Jum'at = Veneris
Sabtu = Saturni(Aing translate di U-Dictionary(• ▽ •;))
Arigato for reading~(◕ᴗ◕✿)
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroin Of Emores 【END - TERBIT】
Fantasy[ BEBERAPA PART TERAKHIR DIHAPUS UNTUK KEPERLUAN PENERBITAN ] Naomi Ryunei, seorang manager kantor biasa pada umumnya, kini dia berusia dua puluh satu tahun. Kaya, pinter, cantik bah, banyak lagi dah kelebihannya. Namun, keluarganya tidak memperlaku...