Season 2 Ch.23

6.5K 1.1K 9
                                    

Kini aku berada di ruang perawatan bersama Linden, profesor Velis dan Vorn. Profesor Velis memeriksa tubuh Alex yang terbaring di ranjang. Lenggang. Tidak ada yang berbicara. "Untung saja lukanya tidak parah. Dan ini pasti karena Tara yang memberikan pertolongan pertama bukan? Dia tidak apa-apa, dia akan sembuh setelah istirahat." Profesor Velis berbicara memecah keheningan. Rasanya aku lega, namun juga marah. Aku marah pada diriku sendiri.

Pintu ruangan terbuka. "Tara!" Tanpa menoleh, aku tahu siapa itu. "Kau tidak apa-apa Ra?" Alona menepuk pundakku. Aku terdiam tidak meresponnya. Rasanya aku tidak ingin bicara apapun. Alona mengerti perasaanku dan tidak bertanya lagi, dia ikut memandang Alex.

"Bagaimana keadaannya?" Profesor Historia ternyata ikut bersama. "Dia baik-baik saja, dia hanya perlu istirahat kedepannya, profesor." Profesor Velis menjawab.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" Linden bertanya kembali. Aku terdiam, tak menanggapi. "Itu akan kita bahas nanti" Profesor Historia bicara, menepuk pundakku. "Ra, kau baik-baik saja?" Aku terdiam sejenak.

"Profesor, tolong jawab pertanyaan ku. Apa kejadian ini pernah terjadi sebelum penerimaan murid baru?" Akhirnya aku berani bertanya hal itu. Profesor menggeleng. Aku tahu artinya itu. Aku tersenyum getir. "Terimakasih. Dan untuk menjawab pertanyaan profesor. Jawabannya adalah tidak. Saya tidak baik-baik saja. Permisi." Aku balik badan ingin keluar dari pintu. "Tara.." Aku menghiraukan panggilan Alona, keluar dari ruangan. Aku menunduk, mengepalkan tanganku erat.

"Pindai, menyeluruh" gumam ku.

[ - Memindai - ]

Jendela gameku akan mencari sumber aura hitam itu di seluruh akademi. Lalu jika menemukannya, aku akan mengakhiri ini dengan cepat.

Aku pergi ke kamar asramaku. Menatap kosong ruangan itu. Aku bersender ke pintu kamar, mendudukkan tubuhku yang lemas, mendekap erat kakiku, menenggelamkan wajahku disana. Aku tak tahan lagi. Air mataku yang tertahan kini mengalir deras. Aku menangis tanpa suara. Aku hampir saja kehilangan temanku. Aku tidak tahan melihat temanku terluka.

"Aku teman yang buruk. Aku tidak bisa membantu apapun. Apa yang harus aku lakukan?"

"Tara" Suara lembut sekaligus cemas itu memanggil ku. Aku mendongak. "Luci..?" Suaraku serak. "Kau baik-baik saja?" Aku menggeleng cepat. Air mataku kembali mengalir. Luci mendekat ke arahku dan memelukku. Aku memangis di pelukan Luci. "Tidak apa-apa, semua akan baik-baik saja. Kau tenanglah" Luci menenangkanku. Aku menenggelamkan wajah ke pundak Luci, memeluknya erat. Luci mengelus kepalaku. "Apa yang harus aku lakukan Luci?" Tanyaku pelan.

Luci terdiam sejenak. "Apa yang kau anggap benar. Lakukan itu, Ra" Luci menjawab lembut. Aku melepas pelukannya, mendongak menatap Luci, masih dengan air mataku yang mengalir. "Bagaimana jika aku gagal lagi? Aku sudah gagal dalam elemen cahaya, lalu gagal melindungi temanku, bagaimana jika aku gagal lagi? Aku takut.."

Luci mengusap air mataku di pipi. "Kau Emores, kau bisa melakukan apapun Ra. Kau hanya tidak percaya pada dirimu sendiri. Seperti tadi. Tadi, sebenarnya kau bisa menggunakan elemen cahaya jika kau mau. Tetapi kau berpikir kau tidak bisa melakukannya bukan?"

"Tapi itu memang benar. Aku tidak bisa menggunakan Elemen itu. Sudah kucoba ratusan kali, tapi tetap saja aku tidak bisa melakukannya"

"Itu masalahnya. Kau selalu berpikir kau tidak bisa melakukan hal itu, kau harus yakin kalau kau bisa, Ra" Aku menunduk. Lenggang. "Ra, dengarkan aku" Luci memegang pipiku, membuatku mendongak, menatapnya. "Apa yang akan terjadi, jika seorang Emores menyerah seperti ini? Apa kau mau dikelilingi oleh aura hitam itu?" Aku bingung.

"Apa maksudmu?" Luci duduk didepan ku. "Aura hitam itu memengaruhi perasaan seseorang, Ra. Kau tahu bukan? Saat takut, marah, dan menyerah, mereka akan di pengaruhi aura itu. Kau tahu itu kan?"

Aku terdiam, menangkap ucapan Luci. "Maksudmu, aura itu memengaruhi setiap sisi negatif orang-orang?" Aku bertanya memastikan, mengusap sisa air mataku. Luci mengangguk. "Aura itu tidak dikendalikan jarak jauh, Ra. Pengendalinya harus ada di dekat target." Aku terkejut.

"Itu berarti.." Luci mengangguk lagi. Aku terdiam. Itu tidak mungkin. Zeros.. ada di sini.

Keesokan harinya..

Aku tidak menghadiri kelas. Aku bukannya ingin seperti ini, tapi aku harus melakukan sesuatu. Keluarga ku mengirim surat, sepertinya kabar kemarin sudah sampai ke telinga mereka. Entah apa yang mereka pikirkan sekarang. Aku tidak membalas surat mereka. Maaf, aku selalu mengatakan itu setiap menatap surat dari keluargaku. Alona mengetuk pintu kamarku berkali-kali. "Ra, tolong keluar, kita bicarakan ini." Alona sedikit berteriak di luar.

"Maaf Alona, aku ingin sendiri dahulu. Bisa kau meninggalkanku?" Aku meminta pada Alona yang ada diluar. Lenggang. Aku bisa mengerti bagaimana ekspresi Alona sekarang. Dia pasti kecewa kan? "Baiklah, aku akan kembali lagi nanti" Alona menjawab, pergi menjauh dari kamarku. Aku menghela nafas. "Maaf Alona. Ada yang ingin aku lakukan sendirian disini"

[ - Memindai gagal - ]
Coba lagi?

"Coba lagi pemindaian, dua puluh lima kilometer dari akademi" gumamku. Seketika layar gameku memindai kembali. Sejak tadi malam aku terus mencoba hal ini. Kemarin, Luci menenangkanku sampai aku benar-benar tenang. Dan aku tahu fakta bahwa Zeros ada di sekitar sini. Ini membuatku terus berusaha untuk meningkatkan kekuatan.

Aku mencoba lagi Element cahaya sejak tadi malam. Gagal. Gagal. Gagal. Sudah puluhan kali aku melakukannya. Sekarang aku mencobanya lagi. Gagal. Aku geram. Membanting tubuhku ke kasur. "Ini semua sama saja" Aku kembali duduk, mencobanya lagi. Gagal. Aku menghela nafas, memandang tanganku. "Apa aku bisa melakukannya?"

Aku terdiam, melamun. Tiba-tiba suara kaca pecah membuyarkan lamunanku. Aku menoleh ke arah jendela kamarku. Kacanya pecah, aku mendekat. "Kenapa bisa begini?" Aku melihat sebuah batu dan ada kertas yang melilit batu. Aku mengambil batu itu, dan membuka kertasnya. Ada tulisan di dalamnya.

"Inilah yang terjadi jika kau terus ikut campur" Aku meremas kertas itu. Menatap keluar jendela. Aku tidak akan pernah menyerah, ingat itu baik-baik. Kau telah salah menggangguku.

Mulai hari ini, di jam ini, di tempat ini, dan di detik ini juga, aku bertekat untuk menemukan mu Zeros.

つづく

Arigato for reading~(◕ᴗ◕✿)

Heroin Of Emores 【END - TERBIT】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang