Season 2 Ch.10

7.5K 1.2K 7
                                    

Setelah istirahat, kami diberi kebebasan. Maksudku, bisa melakukan apapun di sini. Melihat keliling akademi, atau yang lain. Aku ingin puding, itu yang ada dipikiranku. Karena itu aku pergi ke cafetorium akademi. Sendiri. Trio undur-undur memilih untuk berkeliling akademi. Mereka akan menyusul nanti.

Cafetorium disebut juga kantin. Kantin ini sangat berbeda dengan kantin sekolahku dulu. Kesan kantin ini sangat tenang, tidak ramai dan tertata. Menu disini ada berbagai macam. Yang penting, kita makan sepuasnya! Ini termasuk fasilitas di akademi ini. Dan itu gratis tentunya. Lucky!

Terdapat beberapa meja panjang dan di isi beberapa kursi. Ruangan bersih seperti aula istana dengan lantai pualam. Ah.. apakah ini standar para bangsawan? Kantin saja mewah.

Saatnya memesan. Aku tidak perlu mengantri untuk ini dan bisa makan makanan yang kita suka. Aku pesan dua puding coklat dan satu kue coklat keju. Puding, itu harus. Tanpa puding dunia suram.

Aku sudah mendapatkannya. Aku mencari tempat yang nyaman untukku. Di sini sangat luas. Ya sudahlah, aku duduk di sembarang tempat saja, toh banyak yang kosong.

Aku meletakkan nampan di atas meja panjang. Menarik kursi, duduk. Saatnya makan. Aku menyendok puding dengan sendok kecil yang sudah tersedia. Satu suapan.

"Enak!" Tapi masih enak puding di resto Hani.

"Hei gadis puding" panggil seseorang yang sangat kukenali.

Aku menghentikan gerak sendok ku. "Hei cebol, diam atau kau ku tebas" ujarku tanpa menoleh lanjut menyantap puding.

"Heh! Aku bukan cebol!" Kalian pasti tahu itu sebutan untuk siapa bukan? Ya itu Rain bersama trio undur-undur. Mereka duduk di seberangku.

"Jadi? Bagaimana tour akademi kalian?" Aku bertanya disela mulut mengunyah.

"Sangat luas. Kami lelah karena terus berjalan." Rein menjawab.

"Mau pakai teleportasi ku?"

"Tidak" Mereka serempak menjawab. Mereka kapok setelah kejadian kemarin. Aku nyengir dan tersadar ada yang kurang.

"Dimana Rosella?" Aku celingukan mencarinya.

"Dia pergi menemui malaikatnya" Aku bingung. "Bukankah malaikatnya ada disini?" Aku menunjuk Rein. Dia terlihat risih.

"Tidak lagi. Katanya malaikat itu berpindah ke profesor Vorn" Rain yang menjawab. Aku menahan tawa. "Apa ini? Seorang Rei tergantik-"

Rein memukul kepalaku pelan, aku memegang kepala. "Heh diam, atau kau ku tebas" Rein meniru gayaku. Aku tutup mulut, lanjut dengan puding keduaku.

"Ekskul apa yang akan kalian ikuti?" Kayran bertanya. Benar juga. "Apa yang ada disini?" Tanyaku di sela mulut mengunyah.

"Berpedang, pacuan kuda, musik, penelitian ramuan, sejarah-"

"Membosankan" aku memotong ucapan Rain. "Lalu apa yang menurutmu menyenangkan?" Tanyanya. Aku tersenyum.

"Banyak. Bertarung, tidur, makan puding, permainan, tantangan-"

Rein memukul kepalaku lagi. "Mana ada ekskul yang seperti itu sialan!" Aku memegang kepalaku.

"Sial! Aku ingin membuat ekskulku sendiri!" Aku teriak pelan.

"Kalau begitu buat saja." Rain menjawab. Aku menoleh binar. "Ain! Kau mendukungku? Bagus. Kita buat bersama!" Aku semangat. Rain Tersentak. "B-bagaimana kalau mengajak kakak?"

"Boleh juga" Aku melirik ke Rein. "Jangan libatkan aku dengan hobi konyol mu itu!"

Aku berdecak. "Sepertinya menarik." Kayran membuka suara. Aku berbinar.

"Kau setuju dengan gadis menyebal-"

Aku menimpuk jidat Rein dengan keras. Menarik tanganku kembali. Dia memegang jidatnya yang memerah. "Maaf yang mulia, sepertinya ada nyamuk yang berani menggigit Anda." Ujarku santai.

"Sialan kau.." ujar Rein pelan masih memegang jidatnya. Rain tertawa. "Nyamuk menggigit kakak? Mana mungkin, yang ada kakak yang menggigit nyam-UK !"

Kini Rein yang menimpuk jidat Rain dengan keras, dia hampir terjungkal. Rain memegang jidatnya. "Maaf adikku, sepertinya ada kadal yang berani menempel padamu."

Aku menahan tawa. Kadal dari Hongkong? Mereka bertengkar. Aku mengabaikan mereka memakan sisa kueku.

"Apa kau tidak punya mata!? Lihat apa yang kau lakukan!"

Aku menoleh. Ada keributan di belakangku.

"Ada apa?" Rain bertanya.

"Sepertinya ada yang bertengkar." Kayran yang menjawab. Semua orang menatap kerumunan itu. Ternyata dua orang siswa terlibat pertengkaran. Dan satu siswa itu, eh? Alona?!

"M-maaf, aku tidak sengaja" Ujar Alona gemetar.

"Maaf katamu?! Seragamku jadi kotor karenamu! Kau tahu aku siapa?!"

Aku bangkit membawa kueku masih memakannya, berjalan ke arah mereka.

"Hei! Apa yang ingin kau lakukan?" Rain bertanya. "Mencari tantangan" Jawabku tanpa menoleh. Aku berhenti di lima langkah terakhir.

"Hei, bisa kalian berhenti? Ini adalah tempat yang suci" Aku bicara memakan kue dia piring yang ku bawa. Mereka menoleh ke arahku. "Ha? Apa maksudmu? Kau bukannya yang bertarung tadi? Ha! Kau berani ya" Ujar gadis pemarah itu. Entah siapa namanya. 'pindai'

[ - Memindai - ]
Tria von Jouly
Anak kedua dari keluarga Count Jouly
Ras : Dragon
Element : Fire
Peringkat : 20
Kelas : 2

Dragon, fire Element, peringkat ke 20. Hebat juga. Aku menghilangkan jendela gameku menatapnya.

"Siapa namamu?" Tanyaku padanya, padahal aku sudah tahu. Hei, ini hanya untuk basa-basi-bakso.

"Aku? Aku Tria von Jouly." Jawabnya dengan sombong.

Iya, aku sudah tahu itu. Aku menoleh ke Alona. Berjalan mendekatinya, melewati Tria. "Hai, kita satu kelas kan? Aku Tara, salam kenal" Alona terdiam menatapku terkejut.

"Kau berani mengabaikan ku!" Aku tersentak, balik badan. Tria marah. Aku tersenyum canggung. "Aku tidak mengabaikan mu, kau Tria bukan? Eh"

Aku tidak salah ingat kan? Tidak itu sudah benar. Entah kenapa dia semakin marah. "Kalian! Besok kita bertanding! Kalian berdua melawanku, dengan ini anak kelas satu dan dua akan bertanding pertama kali!" Ujarnya. Aku terdiam.

"Kau seorang senior?! Lalu kenapa kau mengajakku!? Aku baru saja bertanding tadi!" Ujarku tidak terima pura-pura terkejut.

"Ha! Kenapa? Kau tidak berani? Ah benar juga, kau kan hanya ras Human, sedangkan aku ras Dragon. Kau pasti takut melawanku bukan?" Ledeknya sombong. Aduh kok dia sombong sekali. Padahal aku tadi melawan ras Demon. Apa dia sangat berani sampai menantang ras Angel di sini?. Aku menoleh ke Alona. Dia terlihat takut. Aku menghela nafas. Anak kelas dua melawan anak kelas satu. Itu tidak akan adil, tapi kalau kami berdua.. mungkin berhasil, dan dengan kemampuanku tentunya.

"Apa disini menyelesaikan masalah hanya dengan bertarung?" Gumamku gemas.

"Iya. Bagaimana?" Tanyanya tersenyum remeh. Aku menoleh ke Alona kembali. "Bagaimana denganmu Alona?" Tanyaku padanya.

"A-aku.. aku.." Alona gemetar. Aku terdiam. "Ha! Dia pasti takut, dasar pengecut" aku menoleh menatapnya datar.

"Senior yang pengecut menantang juniornya." Ujarku memakan kue.

Dia mengernyit tak senang. "Kau meremehkan ku?" Tanyanya. "Tidak. Beri kami waktu untuk berpikir. Lima hari, beri kami waktu lima hari saja. Bagaimana?" Aku melahap potongan terakhir kueku. Dia terdiam.

"Baiklah. Lima hari, hari terakhir datanglah ke arena. Jika kalian tidak datang, aku anggap itu kemenangan ku"

"Baiklah." Aku menjawab mengangkat bahu. Dia berdecih dan meninggalkan tempat. Aku menatap Alona yang terdiam gemetar. Banyak sekali masalah di sini. Atau memang aku yang suka cari masalah ya?

つづく

Arigato for reading~(◕ᴗ◕✿)

Heroin Of Emores 【END - TERBIT】Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang