Namaku Tara, ya kalian pasti sudah kenal bukan? Iya lah harus kenal, di ch sebelumnya itu aku. Usiaku tiga belas tahun. Aku anak ke tiga dari tiga bersaudara sekaligus anak dari seorang Duke terhormat. Aku bukan anak yang pintar, apa lagi populer. Populer saja dianggap sebagai iblis, sial amat.
Dilihat dari nilai saat pembelajaran di kediamanku, tidak ada yang cemerlang, aku hanya pintar dalam sihir. Itu saja tidak ada yang tahu hehe. Mereka hanya tahu aku bisa menggunakan elemen angin, air, healing, dan teleport, itu saja. Padahal hampir seluruh sihir aku kuasai, kecuali elemen cahaya. Aku masih belum bisa menguasainya.
Tapi aku tidak akan pernah menyerah. Enak saja menyerah, aku sudah mencoba lebih dari seratus lima puluh dua kali, dan di setiap percobaan itu, elemen cahayaku sedikit meningkat, walaupun hanya percikan saja. Itu sudah membuatku bangga, mengetahui hanya tiga persen orang yang bisa menguasai elemen cahaya.
Aku amat berbeda dari orang-orang disini. Ya iya lah, aku datang dari dunia lain bung. Tidak hanya itu, aku seorang Emores. Aku juga memiliki kemampuan yang tidak dimiliki siapapun. Game. Yap, kalian sudah tahu bukan. Meningkatkan kemampuan lain hanya dengan koin, kemampuan terus bertambah jika digunakan terus menerus, menyimpan barang di udara kosong (inventory), diam-diam bisa mengetahui semua hal hanya dengan menatap udara kosong (jendela game pindai, sebagai informasi), itu berguna banget ga sih? Dan hanya aku yang bisa melihatnya.
Hari ini, aku menjadi murid baru di akademi, Afseena Academia. Tempat terkenal yang hanya di masuki bangsawan menengah ke atas dan orang-orang berbakat. Akademi yang terkenal hingga seluruh kekaisaran dan luar benua. Elite dari yang terelite. Pusat dimana turun ramalan Emores pertama kali.
Aku sungguh tidak paham dengan itu. Mereka meramalkan kedatanganku, tapi tidak dengan ramalan apakah aku bisa mengalahkan kegelapan. Meski begitu, aku akan berusaha untuk mewujudkan ramalan, akan datang cahaya di kegelapan.
Namaku Tara, gadis berusia tiga belas tahun.
Aku seorang Emores, dalam artian seorang Heroin."Nona! Anda harus cepat bangun! Ini sudah sangat terlambat!" Lise berseru, wajahnya merah padam.
Nuri dan pelayan lain tergesa-gesa menyiapkan keperluan untuk aku bawa ke akademi.
"Hng.. lima menit-"
"Tidak bisa. Nona harus bersiap sekarang atau nona akan melewatkan sarapan. Sebentar lagi kereta kuda istana datang."
Aku bangun dengan mata yang masih menyipit. Rasa kantuk ini masih menghantuinku. Aku mengusap mata dengan punggung tangan, melihat jam gadang besar di sudut kamar.
"Lah! Kok sudah jam segini!?" Aku berseru kaget melihat jarum pendek menunjuk angka tujuh.
"Sudah saya bilang tidak ada waktu sampai suara saya serak karena membangunkan nona! Sekarang nona harus bergegas!"
Tanpa diberi aba-aba pun aku langsung beranjak ke kamar mandi. Membersihkan diriku dengan cepat. Dingin.
Setelah selesai, dengan sigap Lise dan dua pelayan lain membantu dengan pakaianku. Hari ini aku memakai celana dengan rok selutut, itu sudah menjadi pakaian sehari-hari ku. Aku tidak suka gaun.
"Saya akan menata rambut nona"
"Tidak perlu, Lise. Pakaikan saja jepit rambut bunga itu." Ujarku terburu-buru, menunjuk.
Lise mangangguk dan memakaikannya padaku. Selesai dengan pakaian, aku buru-buru memakai sepatu warna coklat, kulit, lalu langsung berlari keluar kamar.
"Nona! Jangan lari di lorong!" Lise berseru di depan pintu kamar. Aku memperlambat gerakku, lebih tepatnya berjalan cepat. Sampai di belokan, aku berbelok dan hilang dari pandangan Lise, lanjut berlari ke ruang makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroin Of Emores 【END - TERBIT】
Fantasy[ BEBERAPA PART TERAKHIR DIHAPUS UNTUK KEPERLUAN PENERBITAN ] Naomi Ryunei, seorang manager kantor biasa pada umumnya, kini dia berusia dua puluh satu tahun. Kaya, pinter, cantik bah, banyak lagi dah kelebihannya. Namun, keluarganya tidak memperlaku...