Kelas selanjutnya dimulai tepat setelah kuliah jam ke nol selesai. Aku tidak perlu mencari letak kelas karena kuliah dilaksanakan di ruangan yang sama. Aku dan Kiran memutuskan untuk pindah tempat duduk di samping Kavi. Dosen kali ini juga datang tepat waktu. Beliau perempuan. Masih muda dan cantik. Beberapa mahasiswa berbisik-bisik ketika dosen memasuki ruangan.
Seperti biasa dosen memperkenalkan diri lalu menjelaskan kontrak perkuliahan. Seperti di mata kuliah lain, toleransi absen hanya tiga kali dalam satu semester, tugas resume dan jurnal, terlambat maksimal 15 menit. Ketika dosen menjelaskan, ada salah seorang mahasiswa masuk. Dia meminta maaf karena telat. Dosen tersebut mempersilahkan masuk dengan sopan. Berbeda nasib dengan Kavi tadi. Oh mahasiswa yang terlambat itu baru datang sekarang, berarti jam ke nol tidak ikut. Aku memang belum hafal wajah teman sekelasku, hanya Kavi dan Kiran saja yang kutahu. Perkuliahan kembali dilanjutkan.
"dari kontrak kuliah yang saya jelaskan apakah kalian ada pertanyaan ?" tanya Dosen.
Si anak yang terlambat tadi mengangkat tangan "Bu maaf, nama saya tidak tertera di presensi, jadi saya belum bisa mengisi presensi"
"nama kamu siapa ?"
"Siska Halini"
"apa ada nama lain yang belum tertera di tabel presensi ?" dosenku memeriksa buku presensi mahasiswa.
Tidak ada mahasiswa lain yang mengangkat tangan.
"Ini kelas pendidikan biologi 1K dengan jumlah mahasiswa 42 orang. Disini sudah lengkap berjumlah 42 dan nama Siska memang tidak ada. Kolom tanda tangan sudah terisi semua. Apakah saya ada kesalahan jumlah mahasiswa di kelas ini ?"
"tidak Bu" jawab kami serentak. Pasalnya semua mahasiswa bisa meng-akses daftar nama mahasiswa di kelas kami. itu bisa di cek di sistem perkuliahan kampus setelah kami menerima id masing-masing untuk login. Tapi sepertinya aku dan temanku yang lain hanya tahu jumlahnya tidak menghapal masing-masing nama teman sekelas.
"mohon maaf Bu, sepertinya saya salah kelas. Saya dari prodi teknik lingkungan. Maaf sekali lagi Bu, saya belum hafal wajah teman sekelas saya karena saya mahasiswa baru" mendengar ucapan anak itu kami sekelas tertawa. Aku juga sempat tersenyum mendengarnya. Pasti sangat malu sekali, mahasiswa baru, belum tahu ruangan kampus ditambah belum hafal wajah teman sekelas. Tidak ada yang bisa digunakan untuk mengecek kebenaran kelas yang dia masuki. Kemudian dia keluar meninggalkan kelas.
Setelah perkuliahan selesai aku bergegas ke ruang dosen. Dosen tersebut memintaku untuk menemui beliau di ruangannya mengambil daftar materi pembagian kelompok. Dosen tersebut bisa sampai di ruang dosen lebih dulu sebab bisa naik lift khusus dosen, sedangkan aku harus berlari lewat tangga.
Kavi dan Kiran sudah pulang lebih dulu. Aku mencari ruang dosen sendirian. Ruang dosen ada di lantai paling atas gedung ini. Satu lantai penuh dengan ruangan dosen. Disini tenang, tidak seramai lantai lain yang menjadi ruang kelas mahasiswa. Dosenku hanya memberitahu untuk datang ke ruangnya, tapi aku tidak tahu dimana letaknya. Ada banyak ruang disini. Di samping pintu masuk ada papan nama dosen. Aku menyusuri satu persatu ruangan, membaca nama dosen di masing-masing ruangan. Masalahnya aku tidak tahu siapa nama dosenku tadi. Aku tidak begitu memperhatikan tadi.
Akhirnya aku memutuskan untuk masuk ke salah satu ruangan untuk bertanya langsung kepada dosen lain. Aku mendatangi salah satu meja dosen yang tengah sibuk di balik komputer.
"selamat Pagi Ibu, mohon maaf saya ingin bertanya"
"iya silahkan" dosen tersebut menghentikan kegiatannya.
"saya ingin bertemu dengan dosen mata kuliah kewarganegaraan tapi saya kurang tahu dimana letak ruangan beliau"
"siapa nama dosennya ?"
"mmm masalahnya saya tidak tahu nama beliau Bu" aku tersenyum kecut.
Dosen itu melepas kacamatanya. Raut wajahnya mulai berbeda "kamu tidak tahu nama dosen kamu padahal kamu yang membutuhkan ilmu dari beliau."
Seketika aku ingat perkataan kakak tingkat waktu osepk. Dulu aku belum memahami situasinya, dan malah mengumpat dalam hati. Tapi sekarang aku bisa paham letak kesalahanku. Dosen ini pasti mengira aku tidak bisa menghargai orang lain. Itu sama saja dengan aku tidak mau mengenal dosenku padahal beliau yang memberikanku ilmu.
"maaf saya menyela, nama dosen kami Ibu Ayu Bu" tiba-tiba mahasiswa laki laki berdiri di sampingku. Aku memandangnya sekilas. Aku membiarkan dia mengambil sikap, karena aku sudah tidak tahu harus bagaimana. Seperti pahlawan yang menyelamatkanku sebelum peperangan.
Dosen itu memberitahu kami letak ruangan Ibu Ayu, beliau tidak jadi memarahiku. Kemudian kami berdua keluar setelah mengucapkan terimakasih.
"terimakasih" ucapku ketika sudah berada diluar ruang dosen. Kami berjalan mencari ruangan sesuai instruksi dosen tadi.
"hmm" jawabnya singkat. Aku kembali memperhatikan dia. Dia memiliki postur tubuh tinggi, kira-kira 180 cm. Wajahnya tampan, alisnya tebal, terlihat seperti berdarah campuran orang barat. Membawa tas di salah satu lengannya. Dia tidak melirikku sama sekali.
Lapa kau mencari Ibu Ayu juga ?"
"hhmm"
"untuk apa ? dan bagaimana kau bisa menyelamatkanku di waktu yang tepat ?"
"Bu Ayu memerintahkan anggota kelompok pertama untuk menemui beliau"
"iya aku juga tahu itu, lalu untuk apa kau -.. oh kau anggota kelompok satu ternyata. Lalu pertanyaan keduaku belum terjawab. Bagaiamana kau bisa menyelamatkanku"
"aku ada di belakangmu sejak keluar kelas" dia memegang kepalaku yang sedang menatapnya. Dia memutar kepalaku menghadap ke arah lain untuk menunjukkan papan nama yang bertuliskan nama Ibu Ayu. Mentang-mentang dia lebih tinggi dariku bisa melakukan hal seperti ini.
........................................................................................
KAMU SEDANG MEMBACA
academic adventures
Teen FictionElee sudah berusaha mati-matian untuk bisa diterima di Universitas impiannya. Tapi kenyataannya dia gagal. Masa depan yang direncanakan semua gagal. Merasa tidak punya masa depan lagi dia hancur tidak tahu harus berbuat apa. Elee tidak membuat renca...