53. Pertemuan di aula

14 2 0
                                    

Awan gelap menyelimuti kota. Hujan belum turun, dan petir juga tidak terdengar tapi sepertinya matahari enggan muncul. Jalanan masih basah sisa hujan semalam. Sepertinya musim hujan datang lebih awal kali ini. Aku kembali masuk ke kamar untuk mengambil jaket. Jaket berwarna biru yang senada dengan warna sepatu yang kupakai. Sudah siap untuk kuliah, mencari ilmu dan mengisi hari-hariku dengan mencari masalah.

Tidak benar-benar mencari masalah hanya saja masalah yang senang mencariku, sepertinya itu kalimat yang tepat. Kuharap pertemuan dengan mahasiswa himpunan nanti sore akan berakhir damai. Masalahnya aku sudah lama tidak berkelahi jadi mungkin nanti akan canggung jika harus berkelahi. Terakhir aku berkelahi dengan anak laki-laki teman TK ku. Anak laki-laki itu mengganggu temanku lalu aku memukulnya sampai dia menangis.

Aku menyalakan mesin motor-ku. Jalanan terasa lengang, mungkin karena mendung jadi banyak orang memutuskan untuk bersembunyi di balik selimut dan enggan beraktivitas. Pagi dan mendung adalah kombinasi yang pas untuk tidur sepanjang hari dibalik selimut tebal. Aku memarkir motorku di tempat yang tidak terlalu ramai. Meskipun sedikit jauh tapi tidak apa-apa, aku sedang menghindari berpapasan dengan orang.

Ketika aku berjalan santai menuju kelas ponselku berbunyi. Aku menurunkan tas dan mengambil ponsel. Ada empat pesan dari nomor yang belum kukenal. Aku membukanya.

08123457****

Tidak perlu sok jadi pahlawan kesiangan

Baru membaca pesan pertama sudah begini. aku memang terkejut tapi aku juga ingin tertawa. Kulanjutkan membaca pesan berikutnya

Justru sebaiknya kalian berterimakasih pada panitia

Jika tidak ada kami, siapa yang akan sukarela mengurus acara ?

Kami bekerja keras menyiapkan acara menyusun acara tanpa di bayar tapi balasan kalian malah memberi kebencian dan tuduhan pada kami.

Aku menutup ponselku dengan tertawa. Aku tidak sabar menunjukkan ini pada yang lain. sepanjang jelan menuju kelas, banyak yang memberiku tatapan sinis. Karena aku masih dalam suasana ingin tertawa akibat pesan itu jadi mereka kubalas dengan tersenyum. Bahkan beberapa ada yang bingung melihatku tertawa.

Sampai di dalam kelas, dosen belum datang. aku segera menunjukkan isi pesanku pada Kavi, Juno dan Kiran. Mereka juga terbahak setelah membacanya.

"bukannya dari awal memang sudah jelas jika mahasiswa himpunan tidak dibayar. Kalau mereka tidak suka bekerja tanpa dibayar ya jangan jadi mahasiswa himpunan kan" ucap Kavi.

"mahasiswa himpunan itu belajar berorganisasi, mengabdi untuk kampus dengan ikhlas, bahkan mereka harus menyiapkan visi misi untuk tugas mulia itu" Kiran menambahkan.

"jadi tidak mulia lagi. Visi misi memajukan universitas widyanata dengan cara menjunjung tinggi gedung sampai ke tengah jalan" ucapan Juno membuat kita terbahak-bahak

"harusnya di pecat jika mereka pamrih. Aku tidak mengerti jalan pikiran mereka" ucapku dan mereka jadi diam.

"Elee kasar" ucap Kiran.

Aku tidak menjawabnya lagi karena dosenku sudah memasuki kelas. Aku segera mengeluarkan buku catatan dan mengumpulkan essay.

"Juno. Silahkan jelaskan apa itu pitfall trap ?" tanpa memberi peringatan atau aba-aba dosenku melemparkan pertanyaan. Padahal biasanya setelah masuk langsung presentasi dan diskusi. Apa ini kuis dadakan.

Juno yag belum siap, dia hanya bisa diam dengan mulut terbuka lalu tertutup lalu terbuka lagi. Dosenku menatap penuh ke arah Juno. Juno tidak bisa bertanya padaku yang ada di sebelahnya.

academic adventuresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang