Dimana kuletakkan dompet mungilku. Dompet kecil berwarna merah jambu dengan gambar princess diujungnya. Kubuka laci di bawah meja belajar, tidak kutemukan. Kubuka laci di nakas juga tidak ada. Hingga aku membalik bantal dan selimutku sampai berantakan tidak kutemukan juga. Aku menggaruk kepalaku, bukan karena gatal tapi karena pusing. Aku coba meraih tas kuliahku lagi. Kutuang semua isinya. Dan sial dompet itu ikut keluar dari persembunyiannya. Ternyata dari tadi aku sudah membawa dompet. Huft.
Aku menyerahkan uang tepat di depan Bhale yang tengah sibuk melihat ponsel. Dia kemudian mengalihkan pandangannya dan meraih uang dengan senyum senang.
"kau tidak punya alasan untuk tetap disini" aku memberikan tatapan acuh. Aku bermaksud mengusirnya. Aku memang menyukainya tapi kau tahu aku sulit menunjukkan padanya. aku harus pastikan dia menyukaiku terlebih dahulu sebelum aku menunjukkan perasaanku padanya. aku duduk di sofa di seberang Bhale dengan tangan terlipat di dada.
"kau sudah melihat group chat belajar kita ? mereka memutuskan untuk belajar sekarang karena kebetulan sekarang sedang tidak ada kelas"
"maksudmu ke rumah Kavi ?"
"yup"
Aku segera berlari ke kamar mengambil ponselku. Aku memeriksa pesan yang kuterima. Benar kata Bhale, Kiran, dan Juno sudah berada di rumah Kavi. Aku memutuskan untuk bergabung. Lagi pula aku tidak ada rencana untuk melakukan apa dan ini jelas masih siang dan hari masih panjang. Akan lebih baik jika kugunakan untuk mengerjakan tugas atau entah disana nanti bermain dengan mereka. Aku mengemasi barang-barangku. Laptop, buku catatan, alat tulis, dan tentu saja dompet. Sepertinya sudah semua.
"aku akan ke rumah Kavi sekarang" ucapku ketika sampai di depan Bhale.
"oke kita bisa berangkat bersama"
"tidak. Aku akan naik motor sendiri"
"kau terlalu percaya diri"
Aku memberikan tatapan aneh pada Bhale, apa maksudnya bicara seperti itu. dan tumben sekali dia tidak memaksaku.
Aku berlari kecil ke garasi. Tapi tidak kutemukan vespa mitorku disana. Dirumah hanya ada aku dan Kak Noah, siapa yang membawanya. Aku berteriak memanggil Kak Noah tapi sama sekali tidak ada jawaban. Aku tersadar sekarang, Kak Noah membawa motorku dan Bhale tau hal itu. pantas saja dia tidak memaksaku karena dia tahu aku tidak akan punya pilihan menolaknya.
Bhale sudah duduk diatas motornya dengan senyum kemenangan. Dengan malas aku naik di belakangnya.
"jadi aku bermuka dua" ucap Bhale ketika kami masih di tengah perjalanan.
"bukankah sudah jelas"
"sebenarnya aku bermuka sepuluh"
"aku sangat percaya"
Bhale tertawa terbahak-bahak. Mendengar tawanya aku ikut tersenyum.
"lebih baik bermuka dua dari pada harus cari muka. Bukankah itu sudah lebih dari cukup"
"kau benar"
...............................................................
Aku masuk ke ruang belajar di rumah Kavi. Tidak ada orang tua Kavi di rumah jadi aku langsung masuk ke garasi seperti biasa.
Juno sibuk bermain dengan ponselnya. Kiran sibuk membaca buku dan Kavi sepertinya dia sibuk mengerjakan essay.
"kalian datang berdua ?" Kiran menyadari kedatanganku bersama Bhale.
Aku mengangguk dengan canggung. Sedangkan Kavi memberiku tatapan curiga dengan alis bertaut. Berbeda dengan Bhale, dia tidak menjawab dan malah duduk dengan santainya.
"apa ?" aku bertanya sarkas pada Kavi karena dia terus memandangku. Aku duduk di sebelah Kavi lalu di sisi lainku ada Bhale.
"mencurigakan"
"suudzon" jawabku. Aku mengeluarkan laptop dan mulai mengerjakan essay pertamaku. Aku mencari cari literasi dulu.
"Juno, apa ada mata kuliah yang harus mengulang ?" tanya Kiran.
"hampir. Tapi untungnya tidak jadi"
"kau harus lebih rajin lagi Juno, jika kesulitan kau bisa meminta bantuan kami. kupikir kau belajar sungguhan tapi ternyata kau bermain di balik laptopmu"
"aku pikir kau tidak tahu hehe"
"kau harus pilih salah satu menekuni games atau kuliah atau kau tidak akan dapatkan keduanya"
"aduh iya iya. Aku mematikan gamesku. Lebih baik kita bicarakan hal lain saja"
"kau tahu berapa banyak orang yang gagal masuk ke kampus kita. Bisa kau bayangkan bagaimana kesalnya mereka ketika tahu kau yang mendapat kesempatan di terima di kampus malah menyia-nyiakan kesempatan" Kiran masih melanjutkan nasehatnya. Aku hanya bisa tersenyum dibalik laptopku.
"kalian tahu, Prof juri gagal menjadi rektor" ucap Juno mengalihkan topik pembicaraan. Aku berhenti beraktifitas dan memandang Juno. Sialnya ucapan Juno manjur mengalihkan perhatian kita semua. Aku pernah dengar sebelumnya jika Prof Juri adalah kandidat terkuat rektor periode baru. Aku setuju dan sangat mendukung keputusan itu tapi kenapa sekarang malah gagal.
"Beliau tetap menjabat sebagai dekan di fakultas pendidikan" Bhale menambahkan
"lalu siapa Rektor kita ?" tanyaku penasaran.
"Dr. Durham" jawab Bhale dengan menunjukkan pengumuman pelantikan Rektor.
"Dr. Durham yang baru saja menyumbang pembangunan perpustakaan sebesar 1M itu ?" aku bertanya memastikan. Aku pernah membaca nama Dr Durham di LED screen yang ada di depan perpustakaan. LED screen itu mengucapkan terimakasih kepada Dr. Durham atas sumbangan yang diberikan. Bahkan nominalnya pun dituliskan. Beserta gambar Dr. Durham yang besar.
"benar" jawab Bhale.
"terlihat seperti uang suap" ucap Juno. Memang terlihat mencurigakan sekali pemilihan Rektornya. Jadi aku tidak menyalahkan ucapan Juno.
"Padahal jika dilihat kredibilitas Prof Juri lebih baik dari Dr Durham. Jumlah jurnal yang sudah diterbitkan jauh lebih banyak Prof Juri dan sitasinya tentu saja lebih banyak Prof Juri" Ucap Kavi.
"kau memeriksa profil mereka ?" aku ikut melihat apa yang ada di layar laptop Kavi.
"ya aku sedang membandingkannya"
"Lihat ! Prof juri pernah mengisi seminar internasional. Dan lihat Dr Durham bahkan mengisi seminar nasional saja masih sedikit" Aku menemukan fakta lain.
"hahaha aku menemukan hal lebih lucu lagi" ucap Kiran. Dia sudah membuka laptopnya. Kita seperti detektif yang sedang menyelidiki latar belakang seseorang. Mencari kejanggalan dan ketidak adilan yang dilakukan secara terang-terangan.
"apa itu ?" tanyaku pada Kiran.
"salah satu jurnal yang baru saja dikeluarkan Dr Durham 'pengaruh gaji terhadap kinerja pengajar'" Kami semua tertawa.
"Bukankah itu terlalu sederhana untuk sekelas Doktor" ucap Juno. "coba saja aku yang mengajukan judul itu, sudah pasti di tolak dosen" tambah Juno. Benar sekali ucapan Juno,
"Dia bisa menggunakan analisis hasil penelitiannya itu untuk menarik simpati dosen. Melihat hasil penelitian itu para dosen pasti berpikiran Dr. Durham akan menaikkan gaji para pengajar dan staf" ucap Bhale,
"terdengar seperti kampanye" aku menyahut.
"Kupikir judul seperti itu tidak mungkin bisa lolos skripsi. Ternyata malah dijadikan jurnal penelitian oleh seseorang bergelar Doktor. Itu judul yang aneh dan tidak jelas mengarah kemana" Kavi mengucapkan dengan penuh penekanan di kata Doktor. Membuat kami semua terkikih.
"meskipun umur Dr. Durham lebih tua tapi sepertinya pengalaman lebih banyak Prof juri. kenapa kampus ini memilih yang lebih kaya dari pada yang berkompeten" ucap Kiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
academic adventures
Teen FictionElee sudah berusaha mati-matian untuk bisa diterima di Universitas impiannya. Tapi kenyataannya dia gagal. Masa depan yang direncanakan semua gagal. Merasa tidak punya masa depan lagi dia hancur tidak tahu harus berbuat apa. Elee tidak membuat renca...