Bhale mengantarku sampai ke rumah, dan keesokan harinya ia juga yang mengurusi perbaikan motorku sampai selesai. Aku sampai bingung kenapa dia melakukannya. Tapi aku tidak bertanya secara langsung, jadi aku hanya membiarkannya saja. Hari-hari terakhirku magang di perpustakaan masih tetap sama, menyelesaikan tugas dari Bu Nidia dan staf lain. Masih dihiasi dengan tingkah aneh mahasiswa yang belum pernah kubayangkan sebelumnya. Dan terkadang masih terjadi percekcok-an antara aku dan Bhale yang sering terjadi. Aku tahu Bhale bukan tipe pendendam, setelah kita bertengkar mungkin satu dua jam atau keesokan harinya dia akan melupakan pertengkaran kita dan bersikap baik-baik saja. Lalu memulai pertengkaran baru lagi, begitu terus.
Masuk musim semester baru. Semester genap yaitu semester keduaku. Aku ingat ketika di awal perkuliahan aku merasa terdampar disini. Terdampar karena ini bukan tempat yang ingin aku tuju tapi arus membawaku kesini. Ya kehidupan atau alur takdirku membawaku kesini. Dulu kupikir hidupku sudah gagal, hidupku hancur dan aku tidak punya masa depan. Menurutku itu adalah masalah terberat dalam hidupku. Aku tidak tahu harus melakukan apa.
Sampai akhirnya aku hanya terus melakukan kegiatan setiap hari seperti seharusnya. Ya aku menjalaninya bukan menghindarinya meskipun sebenarnya aku tidak ingin melalui pintu ujian satu ini dan ingin lari saja sejauh mungkin. Tapi untungnya aku masih kuat bertahan menghadapi ujian hidup terberatku. Aku mulai mengenal dunia perkuliahan yang nyatanya membuatku nyaman. Menemukan teman-teman yang sepemikiran. Peliknya dunia perkuliahan yang menyeramkan bisa kuatasi dan aku bangga pada diriku sendiri. Meskipun aku tidak berhasrat dan dalam kondisi terpuruk aku bisa melewati kepelikan dunia perkuliahan. Tugas-tugas yang tidak manusiawi itu sudah kutaklukkan semua. Aku baru sadar jika kontrak kuliah adalah kebahagiaan semu, nyatanya dosen masih punya seribu cara untuk meremukkan hari-hari mahasiswa.
Sekarang setelah satu semester aku menjalaninya, aku temukan jawaban atas semua pertanyaan ketika aku gagal dulu. Pertanyaan yang dulu tidak satu pun terjawab. Seperti, kenapa aku gagal, kenapa aku disini, kenapa takdir tidak berpihak padaku. Kelihatannya memang aku gagal tapi sebenarnya aku berhasil. Berhasil melewati ujian hidup pertamaku. Aku terlatih. Aku menjadi lebih kuat lagi. Dalam hidup tidak ada kegagalan, yang ada berhasil atau belajar. Jika aku tidak berhasil maka aku belajar hal baru, belajar menyelesaikan misi sampai aku bisa naik kelas. Aku bangkit dan aku siap melewati ujian ujian lain berikutnya.
Aku berjalan menyusuri lorong kampus untuk masuk kelas pertamaku, Biologi Umum. Kiran dan Kavi juga mengambil kelas yang sama. Aku tidak tahu apakah mereka sudah datang apa belum. Aku mencari ruang kelas sesuai jadwal yang tertera. Berbeda dengan ketika masih semester satu, sekarang aku sudah familiar dengan lingkungan kampus jadi tidak kesulitan menemukan kelasku. Aku perkirakan aku bisa sampai kelas 15 menit sebelum kelas dimulai. Aku benar-benar siap untuk pelajaran baru. Meskipun aku belum temukan tujuan hidupku tapi aku merasa nyaman menjalani kehidupanku sebagai mahasiswa terlebih kesan magang yang kuterima sangat seru ketika bertemu mahasiswa eyeliner aneh itu.
Ketika aku akan melewati jalan tikungan tiba-tiba aku dikejutkan dengan tangan terbentang dihadapanku secara tiba-tiba. Seseorang itu bersembunyi di balik tembok jadi aku tidak bisa melihat sebelumnya. Aku terpekik terkejut dan seketika mundur dua langkah. Seseorang itu keluar di hadapanku. Dengan wajah tanpa ekspresi, merasa tak berdosa dan memandangku lekat-lekat.
"apa ada hal aneh lain yang bisa kau lakukan ?" tanyaku dengan sedikit marah. Bhale berdiri di hadapanku. Mau apa lagi dia, apakah dia ingin memulai peperangan. Atau dia mau bicara sesuatu.
"Bukannya menjawab, Bhale malah memandangiku dengan diam. Dia melipat kedua tangannya didada seolah meneliti sesuatu diwajahku. Aku mengusap usap pipi juga keningku. Apakah aku merias wajahku dengan asal, atau ada kotoran di wajahku. Aku membuka ponsel lalu membuka aplikasi camera untuk memeriksa wajah. Tidak ada yang aneh.
"apa lagi ?" gertakku.
"kita ada di kelas yang sama. Tapi kita tidak perlu datang bersama"
"aku juga tidak berharap demikian" aku mengernyitkan kening. Ada apa dengan manusia selalu aneh ini.
"jangan bersikap seolah kita dekat, jadi biasa saja. Jangan menunjukkan gerak gerik aneh"
Aku terkejut dengan apa yang dia bicarakan. Apakah berteman dengannya sebuah kebanggaan sampai sampai aku ingin memamerkan pada semua orang bahwa aku berteman dengannya. Dia benar benar berpikiran sempit. Bahkan aku tidak pernah terpikir hal seperti itu. apa kata dia 'jangan menunjukkan gerak-gerik aneh' bukankah dia yang sedang melakukan itu.
"aku tidak pernah terpikir hal seperti itu. jika tidak ada hal penting yang ingin kau katakan sebaiknya minggir"
"mmm kurasa sudah cukup. Sudah cukup aku melihatmu dan kau baik-baik saja" Bhale mengangkat telapak tangan kanannya dan mengusap ujung kepalaku. Bukan usapan mesra, ini membuat rambutku berantakan "byee"
"kurang ajaaar" aku meneriakinya sembari dia berlalu dariku. Aku menendang pantatnya tapi tidak sampai akhirnya kakiku hanya mengenai angin.
Aku merapikan kembali rambutku dan berjalan ke kelas. aku masih mengusapnya sampai aku duduk di samping Kiran. Raut wajahku yang masih bersungut-sungut marah mencuri perhatian Kiran.
"kenapa kau- berantakan ?" Kiran ikut mengusap rambutku. Dia mengeluarkan sisir dari dalam tasnya.
"imbas angin topan" aku melirik Bhale yang baru saja datang. Aku mengucapkannya dengan lantang berharap dia tahu jika aku marah dan kesal. Tapi ternyata dia melirik saja tidak. Aku semakin kesal.
"memangnya ada angin topan dimana ?" tanya Kiran dengan bingung.
"ceritanya panjang" rambutku berhasil rapi sebelum dosen datang.
.....................................................................................................................
KAMU SEDANG MEMBACA
academic adventures
Teen FictionElee sudah berusaha mati-matian untuk bisa diterima di Universitas impiannya. Tapi kenyataannya dia gagal. Masa depan yang direncanakan semua gagal. Merasa tidak punya masa depan lagi dia hancur tidak tahu harus berbuat apa. Elee tidak membuat renca...