Kiran berjalan merunduk ke arah meja kami. Aku bisa melihatnya dari jauh. Aku memberitahu Kavi, Kiran datang dari arah belakang Kavi. Kavi segera berdiri menjemput Kiran. Dia mempersilahkan Kiran duduk di sampingnya. Aku memberikan jus apel yang sebelumnya sudah kubelikan.
"minum dulu Ran" ucapku.
Ketika dari dekat baru aku bisa melihat Kiran menangis. Kavi mengusap pundak Kiran menenangkan.
"sudah Ran, salah di satu mata kuliah bukan akhir segalanya. Masih bisa diperbaiki kedepannya" ucap Kavi
Kiran menggelengkan kepala. "aku tidak melakukan satupun kesalahan. Memangnya kalian percaya aku melakukan hal itu ?" Kiran masih dengan menangis.
"aku tidak percaya. Kau bisa cerita setelah tangismu mereda. Tenangkan diri dulu Ran" aku mengusap tangan Kiran.
Ucapan Kavi memang tidak salah. Maksudnya baik, tapi Kiran sedang di kondisi yang kurang baik jadi dia menerima ucapan itu dengan persepsi buruk.
Akhirnya aku dan Kavi diam menunggu Kiran puas menangis. Dia menghabiskan banyak tisu.
"aku kecewa dengan Beti. Dia tidak memasukkan hasil pekerjaanku ke dalam makalah. Semua yang ada di makalah pekerjaan dia, termasuk bagian yang plagiasi. Aku tidak tahu kenapa dia melakukan itu. tapi rasanya seperti aku di remehkan, seseorang tidak percaya dengan hasil pekerjaanku"
"apa kau menyerahkan hasil kerjamu lebih dari jadwal perjanjian kalian ?" tanyaku berhati-hati.
"tidak. Aku tepat waktu"
"kapan kau tahu dia melakukan itu. lalu apa dia mengatakan sesuatu sebelumnya ?" tanya Kavi.
"aku tahu ketika tadi dia menyerahkan printout makalah. Dia tidak mengatakan apapun. Aku juga tidak mau bertanya apapun. Aku malas bicara dengannya. Dan sekarang aku juga harus bertanggung jawab atas kesalahan yang tidak kuperbuat"
"maksudmu ?" tanyaku dengan Kavi bersamaan
"Dosen mengurangi nilai kami berdua. Beliau sudah menanyakan itu bagian siapa. Aku menjelaskan semuanya. Itu bagianku tapi bukan aku yang mengerjakan. Beti tidak memasukkan hasil kerjaku. Tapi yang jelas makalah ini hasil kerja kita berdua dan sudah sepatutnya tanggung jawab kita berdua"
"tidak bisa seperti itu. itu tidak adil" aku berucap dengan penekanan di setiap kalimatnya. Aku kesal sekali dengan perbuatan Beti. Dari dulu dia selalu begitu. Merasa diri paling hebat.
"tapi Beti mendapat catatan merah, jadi Dosen akan mengawasi Beti. Jika terjadi hal yang sama atau lebih buruk Dosen akan memberikan nilai D" Kiran kembali menangis.
"Itu kan urusan Dosen dengan Beti. yang bagianmu, Kau tidak bersalah. biar aku saja yang bicara" aku mengambil tasku untuk pergi.
Kiran mencegahku. Dia menarik lenganku "tidak perlu Elee. Sudahlah tidak perlu di besar-besarkan"
"tapi kau tidak melakukan kesalahan apapun Kiran"
"tidak perlu. Mungkin Beti begitu karena belum tahu kemampuanku. Lebih baik kita lakukan hal lain"
"sudah Elee, Kiran tidak mau kau melakukannya" Kavi menggelengkan kepala ikut melarangku.
"hal lain seperti apa ?" aku kembali duduk.
"menunjukkan kemampuanku yang memang hebat"
"setuju" Kavi memberikan tepuk tangan "itu baru balas dendam yang elegan"
"tapi Beti memang orang seperti itu. dari dulu tidak berubah, selalu merendahkan orang lain" kataku
"eh. Kau tahu Beti sebelumnya ?" tanya Kavi.
KAMU SEDANG MEMBACA
academic adventures
Teen FictionElee sudah berusaha mati-matian untuk bisa diterima di Universitas impiannya. Tapi kenyataannya dia gagal. Masa depan yang direncanakan semua gagal. Merasa tidak punya masa depan lagi dia hancur tidak tahu harus berbuat apa. Elee tidak membuat renca...