35. de javu

16 1 0
                                    

Aku tahu bagaimana sakitnya kehilangan orang yang di sayang. Aku bisa bayangkan bagaimana perihnya di khianati. Aku bisa rasakan pedihnya ditipu harapan. Aku pernah merasakannya ketika aku membaca novel romantis. Ketika tokoh utama dalam novel sedang terpuruk patah hati aku bisa ikut menangis. Aku yang hanya membaca novel saja bisa merasakan perihnya, jadi yang dirasakan Kavi sekarang pasti berkali-kali lipat dari yang kurasakan saat itu.

Aku memencet bel rumah Kavi. Aku dan Kiran memutuskan untuk datang ke rumah Kavi, karena Kavi melewatkan kuliahnya. Jika terus dibiarkan maka ini akan mengganggu aktivitas dan merugikan Kavi sendiri. Aku sudah bersepakat dengan Kiran untuk memberi semangat Kavi tanpa kami berdua bertengkar.

Seorang perempuan paruh baya keluar untuk membukakan gerbang. Beliau mempersilahkan kami masuk. Aku belum pernah melihatnya sebelum ini.

"ibu, Kavi ada ?"

"ada di kamar. Silahkan masuk"

"ibu, saya sering kesini tapi kenapa belum pernah bertemu ibu ya ?" Kiran bertanya ketika kami baru saja memasuki rumah Kavi.

"saya pengurus rumah disini, saya hanya kesini  ketika pagi sampai sore, malam saya pulang. Saya bekerja tidak setiap hari. Hanya empat hari seminggu saja" aku dan Kiran mengangguk. Kemudian ibu itu mempersilakan kami duduk di ruang tamu sedangkan Dia pergi memanggil Kavi.

Beberapa saat kemudian Ibu itu kembali "langsung ke kamar Kavi saja mbak"

Tanpa berpikir panjang kami berdua bergegas ke kamar Kavi, kami sudah tau posisinya. Tanpa mengetuk pintu kami langsung masuk. Kavi tengah tengkurap di kasur memegangi ponselnya. Kiran melompat ke samping Kavi.

"ya ampun astaga" Kiran merebut ponsel dari tangan Kavi.

"lihat Elee, apa yang dia lakukan disini" Kiran menunjukkan ponsel Kavi yang berisi page instagram milik Indi.

"ini namanya menyakiti diri sendiri" Kiran mengembalikan ponsel Kavi.

"hidup terus berjalan Kav, tidak bisa terus begini" aku ikut bergabung duduk di samping Kiran.

"susah Elee, tidak ada semangat hidup"

"kita jalan jalan sekarang. Bangunlah dan pakai baju yang layak" aku menarik lengan Kavi untuk bangun, Kiran membantuku. Akhirnya setelah kami memaksa, Kavi mau pergi.

Kami pergi naik mobil Kavi, aku yang menyetir. Jadi motorku kutinggal di rumah Kavi. Aku membawa mobil ke pusat perbelanjaan, ini satu-satunya tempat yang terpikir di otak, aku tidak ada ide. Pusat perbelanjaan ini dipenuhi pengunjung, semoga dengan melihat banyak orang maksutku melihat cewe cantik lain, Kavi bisa sadar bahwa dia bisa bangkit dan mencintai orang lain.

"aduh kenapa kesini ?" Kavi merengek ketika kedua lengannya ditarik olehku dan Kiran untuk masuk.

"mau beli ice cream" ucap Kiran.

Ketika sampai di kedai ice cream yang kami tuju, Kavi merengek lagi. Dia menahan tangan kami berdua untuk berhenti.

"kesini ?" tanya Kavi ragu dengan mata memandangi kedai.

"iyaa yuk" Kiran semakin bersemangat menarik tangan Kavi.

Pelayan sedang menyiapkan pesanan kami "dulu aku kesini dengan Indi, dia senang sekali waktu aku membelikannya dua ice cream besar sekaligus" Kavi mengusap wajahnya dengan gusar.

Aku jadi merasa bersalah, sepertinya ide membawa Kavi kesini adalah ide yang buruk.

"kau harus berdamai dengan masalah Kav, dulu memang kau punya kenangan dengan Indi disini biarkan saja jangan berusaha dilupakan. Tapi sekarang kita buat kenangan baru, kau kesini dengan aku dan Elee. Jadi kenanganmu tentang kedai ice cream tidak hanya dengan Indi" ucap Kiran, aku tersenyum mendengarnya.

academic adventuresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang