39. Dapat nilai C

16 1 0
                                    

Alarm di ponselku berdering keras dan mataku pun perlahan terbuka. Aku mengambil ponsel yang ada di nakas, mematikannya lalu tidur lagi. Aku belum sanggup jika harus bangun sekarang. Ini pekan terakhir kuliah di semester dua. Ini pekan UAS dan aku masih punya tanggungan dua mata kuliah lagi yang belum UAS. Semalam aku belajar hingga larut sampai membuatku tidak bisa bangun sekarang.

Ponselku berdering lagi. Aku menggeram kesal karena tidak ingin diganggu. Mataku seperti memiliki lem yang sulit untuk dibuka. Aku menarik bantal dan meletakkannya diatas kepalaku, berharap bisa meredam suara agar suara berisik itu tidak masuk ke telingaku. Tapi sial, suara itu terus mengganggu dan tidak mau berhenti. Tanganku bersusah payah mencari ponsel yang ada di nakas. Aku menekan ponsel tampa melihat layarnya. Ketika tanganku akan mengembalikan ke nakas ponsel itu mengeluarkan suara seseorang

"halo"

Tunggu dulu bukannya ini tadi alarm, kenapa bisa muncul suara seseorang. Terpaksa aku membuka bantal yang menutupi kepalaku. Mengintip layar ponselku. Ternyata aku barusaja menerima panggilan dari Kiran.

"halo Elee, kau disana ?"

Aku menghela napas, memeriksa jam yang ada di ponsel. Masih pukul 7 pagi. Aku masih punya waktu untuk bersiap kuliah, lalu kenapa Kiran menelfonku sepagi ini. biasanya Kiran akan menelfon untuk membangunkanku tapi ini waktuku masih panjang. Ada perlu apa anak ini ?

"Elee Lavanyaaaa apa kau pingsan ?" suara Kiran membentak keras.

"yaaa aku disini ada apa ?" jawabku malas.

"kau sudah memeriksa hasil ujianmu ? ini gawat, kenapa kau bisa mendapat nilai seperti itu"

Aku diam dan mengingat-ingat nilai yang kuperiksa tadi malam sepertinya nilaiku baik-baik saja. Beberapa matkul yang sudah beres memang akan mengunggah nilai UAS lebih dulu.

"tadi malam aku lihat baik-baik saja"

"ada nilai baru, baru saja nilai itu diunggah. Sebaiknya kau periksa dan lakukan tindakan sebelum finalisasi nilai dilakukan"

Aku segera menutup panggilan tanpa memberikan salam. Seketika panik menguasai pikiranku. Perasaan aku tidak pernah sembarangan dalam mengerjakan tugas lalu kenapa Kiran memberikan berita yang buruk. Aku selalu bersungguh-sungguh dan melakukan yang terbaik semampuku di setiap tugas yang diberikan. Aku yakin nilaiku tidak akan mengecewakan meskipun aku tahu nilaiku tidak akan menjadi yang terbaik seangkatan.

Aku membuka room chat kelas yang mana benar dikatakan Kiran, ada dosen mengirim nilai UAS. Beliau mengirimkan rekap nilai UAS sebelum melakukan finalisasi nilai. Dosen ini memberi kesempatan mahasiswa untuk melakukan perbaikan nilai jika dirasa kurang puas dengan nilai yang mereka dapat. Tidak semua dosen memiliki kebijakan yang sama. Aku segera membuka file tersebut. perasaan gugup dan debaran jantungku meningkat. Seketika rasa mengantukku hilang.

File terbuka dan aku mencari namaku. Mataku membulat sempurna. Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Dosenku memberikan tugas UAS membuat makalah individu. Aku sudah melakukannya dengan baik. Aku yakin makalahku masuk kriteria penilaian bagus. Pasti ada yang salah. Aku harus tahu kenapa makalahku bisa mendapat nilai C. aku bisa terancam gagal di mata kuliah ini. aku tidak mau jika harus mengulang di tahun depan.

Aku segera melompat turun dari tempat tidur dan berlari ke kamar mandi. Secepat kilat aku membersihkan diri dan bersiap.

"halo Kiran, aku akan ke kampus sekarang. Kau mau ikut ?"

Sebenarnya itu bukan sepenuhnya pertanyaan, tapi itu sebuah ajakan tapi aku tidak mau terlihat semata-mata aku mengajaknya. Kalian pasti pernah melakukannya bukan.

"ya aku akan datang" jawab Kiran.

Setelah mematikan sambungan dengan Kiran aku melihat ada pesan masuk ke ponselku. Dari Kavi, dia juga menanyakan nilaiku. Kavi sudah baik sekarang, bahkan dia punya pacar baru. Pacar barunya lebih tua dari Kavi. Dia laki-laki yang cepat bangkit dari keterpurukan. Aku sampai bingung harus bangga atau kecewa dengan sifatnya itu.

Aku memberikan balasan untuk Kavi. Aku mengatakan bahwa aku akan mengurus nilai itu sekarang. Kuharap dia mengerti maksutku, kuharap dia bisa datang. Tidak ada yang lebih kuharapkan selain dukungan dari teman terdekat ketika aku menghadapi masalah seperti ini. Kuharap kehadiran mereka bisa memberiku saran dan masukan ketika aku dihadapkan dengan pilihan-pilhan yang menyudutkanku nantinya.

Aku masih bisa mengendalikan diri ketika mengendarai motor menuju ke kampus. Meskipun aku ingin segera sampai tapi aku tidak gegabah dengan berjalan ngebut. Selain takut aku juga tidak bisa ngebut.

Sampai di kampus aku berlari agar bisa segera sampai di ruang dosen. Ponselku berdering lagi ketika aku mengantri di depan pintu lift. Aku mengambil ponsel di saku tasku.

"ya ?"

"......"

"aku di depan pintu lift lantai satu. aku akan masuk dulu kau bisa tunggu aku di depan ruang dosen"

"......"

"berdoalah agar semua baik-baik saja. Rasanya aku ingin menangis saat ini juga. Mendapat nilai itu adalah mimpi buruk bagiku"

"............"

Aku menutup sambungan telefon ketika pintu lift terbuka. Aku masuk dan menekan lantai paling atas dimana letak ruangan dosen berada. Selama menunggu lift bergerak aku sempat membayangkan Prof Juri kembali datang seperti seorang malaikat yang membantuku dalam menyelesaikan masalah ini. Tapi ini hanya halusinasi saja, kemarin Prof Juri melihatku karena ada Bhale disampingku. Sekarang aku sendirian yang harus menghadapi masalah.

Ting

Pintu lift terbuka. Hanya tersisa aku manusia di dalam lift. Sepertinya hanya aku yang memiliki tujuan ke ruangan dosen. Aku berjalan menyusuri lorong mencari ruangan dosenku.

Aku memasuki ruangan, ada banyak meja berjajar rapi disini. Salah satunya meja milik dosenku. Aku mendekati meja beliau,

"permisi Bapak"

"silahkan duduk" aku segera menuruti perintah, namun aku tidak segera bicara karena menunggu beliau menyelesaikan pekerjaan. Kurasa kurang sopan jika aku bicara ketika beliau sedang sibuk, jadi aku menunggunya. Tapi lama sekali aku menunggu beliau tidak kunjung selesai, beliau juga tidak menatapku barang sekali, beliau tidak mempersilakan aku untuk bicara. Apa mungkin beliau lupa jika ada aku disini. Aku bingung sekarang harus apa.

"ehem, maaf Bapak saya kesini untuk menanyakan nilai UAS saya yang Bapak unggah tadi pagi di room chat kelas" aku memberikan senyum canggung di akhir kalimat. Antara ingin mencoba ramah tapi juga takut yang kulakukan kurang sopan.

Beliau menghentikan pergerakannya dan beralih menatapku. Tatapan matanya berubah tajam, alis mata kanannya menukik dan kacamatanya turun sedikit. Astaga.

Beliau menanyakan identitasku lalu memeriksa nilai yang kudapat. Beliau mengembalikan makalahku yang sudah berisi banyak coretan.

"saya sudah memberi tanda di bagian yang salah, terserah anda ingin membuat yang baru atau merevisi ini, saya beri waktu dua hari karena minggu depan nilai sudah harus difinalisasi" ucapan dosenku tegas. Beliau melanjutkan kembali membolak-balik kertas di meja. Sedangkan aku sibuk memeriksa makalah yang beliau berikan. Di halaman depan memang benar nama yang tercantum adalah namaku tapi di dalamnya aku yakin ini bukan hasil pekerjaanku. Kenapa bisa begini, siapa yang mengganti makalahku.

"maaf Bapak sepertinya ini bukan milik saya"

"hanya satu makalah dengan nama itu yang terkumpul di saya. Saya tidak terima alasan apapun dan saya tidak tahu apa yang terjadi, yang jelas silahkan anda melakukan revisi atau membuat lagi. Jika tidak ada keperluan lain silahkan keluar, pekerjaan saya banyak"

Aku ingin sekali menjawab, tapi aku ingat kata-kata Bhale waktu itu. aku harus menggunakan otakku untuk menghadapi sebuah masalah, tidak bisa gegabah. Dosenku jelas tidak mau tahu apa yang terjadi, lagi pula beliau tidak punya waktu luang untuk mendengarkan curhatanku mengenai hasil pekerjaanku yang ditukar oknum tidak jelas. Curhatan tanpa bukti hanya akan menjadi omong kosong. Masih banyak tugas yang lebih penting yang harus beliau kerjakan. Untuk itu, ini hanya akan menjadi masalahku dan akan kuselesaikan sendiri. Aku bukannya berpikir beliau tidak punya rasa empati aku hanya berpikir beliau realistis, ya itu benar. Lagipula siapa yang percaya pembelaan tanpa adanya bukti otentik, semua orang bisa mengarang cerita. Sebagai orang yang berilmu tidak mungkin beliau akan percaya begitu mudah cerita yang akan menjadi alasanku.

Aku berdiri dan permisi untuk keluar ruangan, di luar Kiran dan Kavi menungguku. Mereka menghampiriku dengan wajah penasaran sekaligus kasihan. Aku tidak suka tatapan dikasihani.

......................................................

academic adventuresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang