43. Akhir semester dua

18 1 0
                                    

Aku mendekati meja Cindy, tapi aku melarang Kavi dan Kiran untuk mengikutiku. Cindy sedang asik mengobrol sambil makan dengan teman-temannya.

"hy Cin"

"hy"

"kau sibuk ? bisa kita bicara sebentar ?" aku melirik piring dihadapannya yang sudah bersih dengan sisa beberapa nasi saja. Kurasa dia sudah menyelesaikan makan. Untung saja aku tidak perlu khawatir mengganggunya makan.

"okey" Cindy berdiri dan mengikutiku. Aku membawanya ke mejaku tadi dimana Kiran dan Kavi menunggu disana.

Cindy duduk di samping Kiran dan tepat di depanku.

"apa kau pernah mengambil sesuatu di tempat sampah di depan ruang dosen?" aku langsung bertanya ke intinya, aku bukan orang yang pandai basa-basi.

Cindy belum menjawab, dia tampak bingung dan memandangi kami satu persatu. "makalah misalnya" ucapku.

"apa terjadi hal serius ?" Cindy memberikan pertanyaan, memang salahku juga tidak menjelaskan kronologinya dan langsung bertanya. Tapi sudah kubilang kan aku ini manusia yang ingin langsung ke intinya saja.

"ya! aku kehilangan makalah, dan apakah kau pernah menemukannya. Jawab pertanyaanku dulu Cindy nanti aku jelaskan jalan ceritanya" aku sudah tidak sabar.

"aku memang pernah mengambil makalah dari tempat sampah, tapi aku tidak tahu itu milik siapa ?"

"apa kau masih menyimpannya ?"

"Beti mengambilnya dariku" mendengar ucapan Cindy aku menepuk jidatku. Merasa berdosa atas apa yang sudah kulakukan pada Beti.

"ya! beti merampasnya dariku, dia pikir itu sesuatu yang penting dan berharga karena dia tahu aku baru saja dari ruang dosen. Padahal itu kuambil dari tempat sampah. Beti dengan segala ke egoisanya selalu begitu, kau pasti mengerti. Aku hanya penasaran dengan isinya yang sekilas menarik, aku mengambil karena ingin membacanya saja, aku tidak tahu jika itu milikmu. Setelah mengambil bagian isinya aku pergi dan tidak memperhatikan nama yang tertera di cover kurasa tidak penting" Cindy melanjutkan penjelasannya.

"jadi begitu, terimakasih atas informasinya"

"okey sama-sama. Tapi sebenarnya apa yang sedang terjadi ?" Cindy berdiri

"Elee kehilangan makalahnya, seseorang mengganti miliknya di meja dosen lalu Elee mendapat nilai yang buruk-sangat burut lalu Elee melihat makalahnya ada di tangan Beti, Elee pikir Beti pelakunya tapi ternyata bukan. Terimakasih kau telah memberi kami informasi berharga Cindy" Kiran menepuk pundak Cindy. Cindy mengangguk lalu di pergi meninggalkan meja kami.

Aku masih memijat keningku karena tiba-tiba pusing. Meskipun Beti selama ini selalu jahat padaku tapi aku tidak bisa membenarkan perbutanku kali ini. praduga tak bersalah. Menuduh tanpa bukti. Aku benar-benar manusia jahat. Aku harus meminta maaf padanya. caranya bagaimana, nanti saja kupikirkan.

"tenang Elee, Beti memang pantas menerimanya" Kiran mencoba menenangkanku.

"aku harus minta maaf"

"tapi Beti sendiri yang merampasnya dari Cindy, jika dia tidak merampas mungkin dia tidak akan tertuduh. Ini salah dia karena merampas, itu tidak bisa di benarkan. Semua memaklumi perbuatannya yang semena-mena dan merampas" Kavi menambahkan.

"tapi ini masalah berbeda. Masalahku dengan Beti harus minta maaf dulu. Jika masalah dia dengan Cindy perihal merampas itu bukan hak ku" kedua temanku terlihat kecewa dengan jawabanku, seolah aku membiarkan perbuatan Beti.

"tapi mungkin sebagai teman yang baik kita bisa mengingatkan dia jika merampas itu bukan hal terpuji" tambahku. Sekarang Kiran tersenyum lebar mendengar ucapanku.

.............................................................................

Aku sudah meminta maaf kepada Beti, dan memberikan dia dua cup ice cream sebagai permintaan maaf. Dia tampak bingung, tapi biarkan saja yang jelas aku sudah minta maaf. Aku juga sudah menegurnya atas perbuatannya yang selalu egois terlebih memaksa meminta sesuatu dari orang lain. Beti memang tidak pernah meminta makanan, memalak, atau barang berharga. Dia lebih gila dengan buku, makalah atau jurnal.

Satu kaleng kopi dingin ditanganku berhasil kubuka. Aku meminumnya selama di perjalanan menuju ruang pengambilan KHS. Di semester ini Kartu Hasil Study harus diambil setiap mahasiswa sendiri. Sebelum mengambil kartu kami mahasiswa sudah tahu nilai kami dari situs belajar kampus dimana dosen sudah mengunggah semua nilai kami. pengambilan KHS hanya sebagai administrasi dan bukti saja. Aku bisa berjalan santai sekarang karena aku merasa puas dengan nilai yang kudapat semester ini. terdapat kemajuan meskipun tidak banyak.

Setelah menjalani dua semester penuh suka dan duka ini aku tidak menemukan hal lain yang membuatku tertarik. Tapi aku mulai nyaman di posisiku sekarang, aku senang mempelajari segala mata kuliah yang disajikan di jurusan ini. Aku menjalani kesibukan sebagai mahasiswa yang dipenuhi tugas dan tugas. Entah kedepan aku akan menjadi apa aku masih belum tahu tapi yang jelas sekarang aku menikmati aktivitasku. Aku tidak perlu bingung atau pusing lagi mencari jati diriku dan menemukan tujuanku. Nyaman di posisi sekarang sudah cukup bagiku, kedepannya nanti kuharap aku bisa menemukan hal baru yang bisa kulakukan dengan ilmu yang kumiliki.

Setelah menyimpan KHS di dalam tas aku beranjak ke parkiran untuk mengambil motor. tidak ada rencana lagi selain pulang dan menikmat waktu sendiri dengan membaca buku atau mendengarkan musik. Tapi langkahku terhenti ketika tiba-tiba seseorang yang tadi berjalan di sampingku sekarang berdiri didepanku memotong jalanku. Aku melihatnya, dari pantulan cahaya matahari sekarang bola mata itu berwana biru. Aku senang memandangi bola mata itu tapi di saat bersamaan aku juga benci melakukannya mengingat siapa pemiliknya. Seseorang yang membuat duniaku berantakan dan dia tidak merasa telah melakukan apapun padaku. Kejam sekali.

"aku menagih hutang"

"hutang ?"

"kau yang menawarkan untuk membelikanku makanan atau buku"

Aku ingat, aku mengatakan itu ketika dia telah membantuku menemukan Mona. Aku lupa sudah berhutang budi pada manusia ini.

"itu karena kau bilang 'hanya terimakasih ?' seolah kau meminta lebih. Tapi kau dulu pernah bilang jika menolong seseorang itu ikhlas dan tidak mengharap apapun, kau tidak ingin punya hutang budi begitupun sebaliknya tidak ingin orang lain berhutang budi padamu. Aku ingat kau pernah berkata begitu"

"itu hanya berlaku untuk orang lain. tidak ketika aku menolongmu, kau harus membayar mahal"

"tidak konsisten"

"aku konsisten. konsisten mengingatkanmu dan menagihmu" Bhale menyunggingkan senyum diakhir kalimat. Aku ingin ikut tersenyum melihatnya. Ketika ujung bibirku sudah sedikit tertarik, tapi aku sadar aku sedang marah. Aku tidak boleh lengah.

"kau ingin apa ? jangan mahal"

"apa makanan kesukaanmu selain ice cream strawberry"

"pizza"

"oke kau traktir aku pizza sekarang" Bhale menarik lengan kaosku. Dia tidak menyentuh lenganku dia mencubit kaos di bagian lenganku lalu menarikku untuk berjalan mengikutinya. Aku tidak bisa menghindar karena aku takut dia akan mencubitku sungguhan jika aku melawan. Ini terlihat seperti seseorang membawa benda menjijikan dan membawanya dengan hati-hati ke tempat sampah.

Bhale berhenti di parkiran dosen disamping motor miliknya. "kau menarikku seperti kau membawa sampah"

"memangnya sebaiknya seperti apa ? seperti ini" Bhale menarik rambutku dan seperti akan menyeretku.

"aw" dia segera melepaskanku "sebaiknya kau tidak perlu menarikku" kesalku.

"tidak bisa. Kau akan lari dari tanggung jawab"

Bhale memberiku helm. "aku bawa motor sendiri, sebaiknya kita naik motor sendiri saja" aku berjalan meninggalkannya tapi tidak semudah itu dia menarik rambutku "biarkan motormu disini saja"

"aaa aku janji tidak akan lari tapi bairkan aku naik motorku sendiri agar nanti setelah makan bisa langsung pulang dan tidak perlu kekampus lagi" aku memegang tangan Bhale berusaha melepas tangannya dari rambutku. aku menahannya.

"oke kau berjanji" Bhale melepas genggamannya. Aku bergegas mengambil motor di parkiran mahasiswa.

.............................................................................

academic adventuresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang