57. Jam Empat Tepat

15 2 0
                                    

"aku tidak tau kalau Ibu dosen ada di belakang kita" bisik Juno padaku setelah dia terkejut mendapat tanggapan secara tiba-tiba.

"hemm sudah terlanjur juga Jun. ke kantin yuk memperbaiki suasana hati. aku mau beli ice cream"

"ini masih gerimis kau makan ice cream ?" Juno menatapku dengan heran.

Aku mengangguk dan menarik tangan Juno untuk berjalan lebih cepat. Sampai di kantin aku pergi ke stan ice cream dan membeli lima skup ice cream. Sedangkan Juno, dia membeli dua porsi bakso jumbo. Ketika kami mencari meja kosong, kami melihat Kiran duduk sendiri di salah satu meja tengah sibuk dengan laptop. Kami memutuskan untuk bergabung dengan Kiran.

Kiran memperhatikan kami berdua dengan tatapan bingung "kalian baik-baik saja ?"

Serempak aku dan Juno menggeleng.

"huft mungkin ini hari buruk nasional, aku juga mendapat situasi yang buruk hari ini" ucap Kiran dengan lesu.

"kau mau ? ini akan memperbaiki suasana hati kita" aku menyerahkan sendokku pada Kiran. Dia menggeleng pelan.

"apa masalah kalian hari ini ?" tanya Kiran.

Dengan malas aku menjawabnya secara singkat "aku lupa membawa bahan praktikum lalu aku pulang lalu ketika kembali malah praktikum di batalkan"

Kiran menggelengkan kepala ikut prihatin dengan kami. "lalu kau ?" tanyaku pada Kiran.

"aku harus menyelesaikan sendiri tugas kelompok dan satu jam lagi harus dikumpulkan. Anggota kelompokku sangat aneh tapi aku tidak bisa menyalahkan dia"

"Aku menyuapkan satu sendok ice cream ke mulut. "aneh seperti apa ?"

"setiap pertemuan semua kelompok harus mengumpulkan hasil review dari makalah presenter yang bertugas. Seharusnya ini dikerjakan kita berdua tapi dia selalu hanya berkontribusi 10 persen tiap minggunya"

"apa dia memberi alasan kenapa dia seperti itu ?"

"yaa dia selalu memberi alasan di detik terakhir. Seperti sekarang, dia baru saja mengirimkan bagiannya tapi hanya satu paragraf dan dia bilang dia sedang sakit. Padahal dia tahu bahwa tugas selalu dikumpulkan pukul 4"

"dia selalu memberi alasan yang sama ?"

"tidak. Alasannya selalu berbeda. Dia sakit, papanya sakit, mamanya sakit, kucingnya sakit semuanya sakit"

"sepertinya dia bohong, dia hanya memanfaatkanmu" Juno ikut menyahut, dia baru saja menghabiskan satu mangkok bakso.

"tidak mungkin, dia tidak memiliki wajah kriminal sepertimu" jawaban Kiran membuatku tertawa.

"kenapa kau tidak protes padanya dan malah terjebak dengan perasaan kesal, itu memberatkan pekerjaanmu jika dikerjakan dengan hati kacau" ucapku.

"aku tidak bisa menyalahkan dia, aku selalu kasihan ketika melihat wajahnya tapi ketika jauh darinya aku selalu merasa aku telah dibodohi"

"sepertinya benar kata Juno, kau dibodohi wajah tak berdosa temanmu itu" ucapku. Sepertinya benar pendapat Juno, Kiran tidak bisa membedakan orang jahat dan orang baik.

"kau belum pernah melihatnya, dia sangat polos dan sepertinya membunuh semut saja tidak pernah. Rasanya tidak mungkin jika dia berbohong tapi di sisi lain aku juga merasa aneh. Aduuh entahlah"

"tapi kau tidak bisa menilai sesuatu hanya dari luarnya saja Kiran kau harus obyektif"

"iya aku tahu, aku sudah menganalisis dari segala aspek, wajahnya, sikapnya saat berbicara padaku atau saat bicara dengan orang lain, sikapnya di kelas dan hasilnya dia tidak pernah mencari masalah apapun selama ini"

Aku dan Juno tertawa mendengar kegelisahan Kiran. Kami melanjutkan memakan makanan kami hingga tandas. Di menit terakhir sebelum jam empat Kiran dilanda kepanikan. Dia tidak bisa berpikir jernih ketika panik dan kesal jadi satu. aku membantunya menyelesaikan tugas. Melihat Kiran yang tersiksa seperti ini aku jadi kasihan padanya. aku harus melakukan sesuatu untuknya. Kiran mungkin tidak tega menghakimi atau memiliki firasat buruk dengan orang lain tapi aku mungkin bisa lebih berani melakukannya. Kiran memang manusia yang banyak bicara dan terkadang sangat manja tapi dia memiliki hati yang baik. Sangat baik sampai ketika dibodohi seperti ini dia masih tidak tega memprotesnya. Bukan temanmu yang polos Kiran, tapi kau.

.............................................................................

"karena kalian lebih cepat dari kelompok lain dalam menunjukkan hasil temuan kalian di mikroskop maka nilai kalian tidak akan saya kurangi"

Aku senang sekali mendengar ucapan tersebut. senyumanku sampai melebar kemana-mana. Kulihat kelompok lain masih banyak yang salah, irisan terlalu tebal atau lapang pandang mikroskop tidak jelas hanya bayangan saja.

"kenapa memperhatikan kelompok lain ? ingin membantu ?" tanya dosenku.

"tidak Bu, saya tidak ingin sok pintar, biar mereka belajar sampai bisa sendiri" jawabku dengan sopan.

Sepeninggal dosenku, Juno menarik rambutku "kau bukan mau jadi sok pintar tapi kau balas dendam karena waktu itu mereka mencacimu kan. Ini yang disebut menang telak"

Baru saja aku menyelesaikan praktikum pengganti. Semua berjalan lancar, dosen tidak jadi mengurangi nilaiku dan Juno karena hasil praktikum kami sangat bagus. Irisan yang kami buat rapi dan kelompok kami paling cepat menemukan lapang pandang di dalam mikroskop sedangkan kelompok lain masih kesulitan mengoperasikan mikroskop. Semua jerih payahku terasa tergantikan, aku bangga pada diriku sendiri.

Aku berjalan ke kelas Kiran, karena arah kantin melewati kelas Kiran jadi aku menunggunya di depan kelas. beberapa mahasiswa sudah keluar dari ruang kelas. aku melihat satu persatu mahasiswa dan mencari Kiran. Ketika semua mahasiswa sudah keluar aku memeriksa ke dalam kelas, belum kutemukan juga batang hidung si Kiran.

Kulihat Kiran tengah berbicara dengan temannya. Aku mendekati mereka.

"maaf Kiran aku ada acara peringatan meninggalnya nenekku jadi aku harus membantu memasak dirumah"

"bukan masalah jika kau hanya berkontribusi 10% atau hanya 5% di tugas kelompok mingguan kita tapi sebaiknya jika tidak bisa kau harus bilang padaku jauh jauh hari. Kau tahu mengerjakan tugas di waktu yang mepet itu membuatku frustasi"

"iya Kiran aku yang salah maafkan aku"

Teman Kiran ini terus menunduk dengan wajah pucat. Terlihat dari sorot matanya dia takut pada Kiran, bahkan dia juga tidak berani memandang mataku. Sepertinya aku tahu siapa anak ini. Dia memegang ponsel keluaran terbaru, dan sedari tadi kudengar ponsel itu terus bergetar. sesekali dia mengintip ponsel dengan wajah khawatir. Setelah pembicaraan selesai dia ijin kami untuk pergi lebih dulu.

"hemm kau lihat sendiri kan betapa polosnya dia" gerutu Kiran "itu tadi adalah hal terjahat yang kukatakan padanya, aku tidak tega sebenarnya tapi bagaimana lagi aku tidak bisa terus-terusan frustasi karena mengerjakan di waktu mepet. Jika kukerjakan lebih dulu itu artinya aku tidak memberi kepercayaan padanya kan. Aduuh"

Aku hanya tertawa mendengar ocehan Kiran, aku menarik tangannya untuk keluar dari kelas "apa dia bodoh ? mungkin dia malu satu kelompok berdua denganmu"

"kurasa tidak, dia bukan mahasiswa pasif ketika diskusi. Aku melihatnya mengajukan pertanyaan meskipun tidak sering"

"okey, dia tidak bodoh aku setuju karena itu terlihat dari alasan yang dia berikan. dia memberi alasan yang logis. Kemarin kau bilang dia sakit, papanya sakit lalu mamanya sakit dan kucingnya sakit. Sekarang hari peringatan kematian nenek dia, seharusnya tadi kau jawab begini ada acara peringatan meninggalnya nenekku. Lalu kau sendiri kapan. Hah kapan ?. iya kapan kematianmu diperingati. Hahaha" aku menirukan gaya percakapan Kiran dan temannya tadi.

"Elee kau jahat sekali Elee. Itu tidak lucu"

"dia memang aneh, tidak bodoh"

.............................................................................

academic adventuresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang