46. Berhenti Ambisius

16 1 0
                                    

Kelas hampir penuh. Aku masuk ketika pelajaran lima menit lagi akan dimulai. Aku melihat Kiran tengah sibuk dengan buku sedangkan disampingnya ada Kavi sibuk dengan ponselnya. Ada kursi kosong dengan tas Kiran diatasnya. Itu pasti menyisakan tempat untukku. Lalu tas itu ia letakkan sebagai tanda agar orang lain tidak bisa menempatinya. Aku tersenyum tipis melihatnya. Aku segera mendekat.

"oh ini Elee baru aja datang, Elee say hay ke followers aku dong" ucap Kavi mengarahkan ponselnya padaku. dengan terpaksa aku menurutinya. Aku tidak begitu suka jika Kavi mengeksplorku ke dalam kontennya.

"o hello" ucapku singkat sambil tersenyum.

"sudah berapa lama dia begitu ?" bisikku pada Kiran.

"mm 20 menit sejak kita sampai di parkiran"

Aku menggelengkan kepala. Kiran hanya menanggapi dengan tersenyum.

"biarkan saja dia berbakat di bidang itu, kau tidak perlu iri" ucap Kiran menyindirku.

"aku ? iri ? untuk apa ?"

Aku memutuskan untuk bergabung dengan Kiran membaca buku Biologi Sel. Sudah lebih dari 30 menit jadwal dimulainya perkuliahan terlewat, tapi dosen belum juga tiba di kelas. Mahasiswa mulai riuh membicarakannya.

Salah satu mahasiswa memutuskan untuk mencari informasi ke ruang dosen. Ketika menunggunya, ponselku berdenting. Aku membukanya. Ini dari Bhale, ketika aku melihat notif nama Bhale entah kenapa hatiku berdesir. Bhale mengatakan bahwa motorku sudah diperbaiki dan sekarang ada di tempat seperti semula. Dia akan memberikan kuncinya setelah kelas, dia bilang aku harus menunggunya.

"kau kenapa ?" Kiran menyenggol pundakku.

"ha apa ?"

"kau menahan tawa, pipimu merona. Kau mendapat pesan dari siapa ? mencurigakan ?"

"mm dari brand pakaian, dia mengatakan sedang ada promo sekarang" maaf Kiran aku harus berbohong. Aku tidak berani mengakuinya, bahkan aku malu pada diriku sendiri. Otakku masih menolak dengan keras jika hatiku memberikan efek terhadap Bhale.

Aku memang kesal ketika Bhale menyebalkan tapi saat-saat dengan Bhale adalah saat paling menyenangkan dibanding apapun. Entah apa yang merasukiku sepertinya aku sudah gila. Seberapapun benciku padanya aku tidak bisa benci sepenuhnya.

Salah satu temanku datang, dia memberi informasi bahwa dosen sedang sakit dan tidak bisa mengajar.

"apa kau tidak menanyakan mengenai silabus ?" salah satu temanku yang lain menanyakan hal itu.

"sudah, dosen lain pun tidak mengetahui hal itu"

"ah menyebalkan sekali"

"tidak profesional"

"tidak bertanggung jawab"

Mahasiswa membubarkan diri tapi dengan mengucapkan tuduhan-tuduhan itu. aku merasa hal itu kurang baik, mereka jahat sekali sampai tega mengatakan itu. Dengan refleks mulutku yang kurang ajar ini menyentak salah satu yang mengumpat disampingku.

"kau tahu dosen kita sedang sakit, bisa bisanya kau mengatakan hal seperti itu. itu tidak sopan" aku benci dengan semua orang yang ambisius sampai melupakan hati nurani mereka. Sakit bukan hal yang bisa direncakan atau diperkirakan sebelumnya. Kenapa mereka bisa setega itu.

"Kita hanya realistis kita butuh kejelasan dosen mengajar."

"Setidaknya jika beliau tidak bisa hadir kita bisa minta buku presensi dan silabus. Kita bisa membagi materi itu sendiri agar minggu depan tidak mundur lagi. Kau tahu jika jadwal kita sangat padat, kontrak kuliah dan pembagian materi lalu minggu kedua langsung penyampaian materi dari mahasiswa kan, sekali saja jadwal kuliah mundur maka kita sendiri yang bingung, kita harus mencari jam pengganti dan ruangan pengganti. Dan itu tidak mudah."

academic adventuresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang