Ini short story, bacanya pelan-pelan supaya kalian gak ngerasa kurang panjang. Selamat membaca ~
Andrea Iskandar. Nama yang selalu dielu-elukan di setiap media. Tidak hanya karena paras cantik dan latar belakang keluarga yang terpandang, namun juga kepintaran yang selalu dijadikan panutan setiap kaum millenial dan para orang tua yang melihat.
Usia Andrea genap 15 tahun hari ini, tetapi bukan bahagia yang didapat. Namun sebaliknya, karena Jeffrey selaku ayah kandungnya justru melupakan hari yang paling penting di hidupnya. Ya, apalagi kalau bukan karena sibuk mengurus Jeno, adiknya yang tidak bisa bicara.
Bukan, Andrea bukan gadis jahat yang haus kasih sayang. Dia cukup pintar untuk bisa menyikapi seluruh peristiwa dengan dewasa. Dia sadar, memang sudah seharusnya Jeno yang lahir tidak sempurna diperlakukan lebih oleh orang tuanya. Namun tetap saja, dia masih remaja yang juga butuh perhatian.
Di dalam kamar, Andrea sedang menatap langit-langit kamar. Pandangannya menelisik pada bayangan beberapa tahun silam. Ketika orang tuanya memutuskan berpisah tepat di saat dia mendapat kesempatan lompat kelas untuk yang pertama. Kira-kira sekitar empat tahun lalu. Ketika Andrea berhasil lulus SD di usia 11 tahun.
Prestasi membanggakan Andrea tidak berhenti di sana. Sebab Andrea juga melewati bangku SMP dan SMA yang masing-masing hanya membutuhkan waktu dua tahun. Hingga tepat di usia ke 15 tahun, dia dinyatakan diterima di fakultas kedokteran melalui jalur undangan pada salah satu universitas unggulan di Jawa Timur.
Seharusnya hari ini adalah hari yang paling membahagiakan untuknya. Mendapat ucapan selamat datang dari universitas impian dan mendapat pujian dari orang tuanya. Namun sebaliknya yang didapat. Saat ini dia justru sedang menangis di kamar dalam keadaan gelap. Meratapi nasib sialnya yang tidak memilki orang tua utuh seperti teman-temannya.
Tok... tok... tok...
Pintu kamar Andrea diketuk dari luar, tentu Jeffrey pelakunya. Karena memang hanya mereka berdua yang berada di rumah. Sebab Jeno sedang di rumah sakit karena terserang demam berdarah dan ditemani Isla, ibunya.
"Andrea... masih bangun, Nak?"
Andrea tidak bersuara, air matanya justru mengalir semakin deras ketika mendengar suara parau ayahnya.
Bukannya ingin menjadi anak durhaka, Andrea hanya ingin menyalurkan rasa sakitnya. Rasa sakit karena terus diabaikan oleh orang tuanya. Rasa sakit karena terus diduakan dengan Jeno yang terlahir istimewa.
"Andrea, Papa minta maaf karena baru bisa pulang. Adik dan Bunda butuh Papa. Kamu sudah makan? Ayo keluar, Nak. Ada yang mau Papa bicarakan sebentar."
Dengan gerakan kasar Andrea mengusap air mata, menghidupkan lampu kamar dan membuka pintu perlahan.
"Anak Papa hebat! Papa sudah mendapat kabar dari sekolah kalau kamu lolos masuk universitas yang kamu impikan. Selamat, Nak! Papa sangat bangga!"
Jeffrey membawa Andrea ke dalam dekapan. Sesekali dia juga mengusap punggung dan rambutnya pelan guna menyalurkan rasa sayangnya. Tidak itu saja, dia juga mengecup pucuk kepalnya pelan sembari berurai air mata. Entah air mata bahagia atau sedih karena keadaan berat yang dihadapi sekarang.
"Hari ini Andrea juga ulang tahun. Papa pasti lupa, kan?"
Tanya Andrea sembari melepas pelukan, menatap Jeffrey yang tampak menampilkan wajah gusar pertanda bahwa pertanyaan yang baru saja dilontarkan memiliki jawaban iya.
"Maaf, Papa lupa."
Untuk kalian yang merasa tidak memiliki orang tua meskipun sebenarnya masih ada. Tenang, kalian tidak sendiri. Ada Andrea di sini.
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
PARENTLESS [ END ]
Short StoryParentless it means having no parent or parents or not cared for by parent surrogates.