Pagi-pagi sekali Isla sudah bangun karena berniat memasak seafood untuk Andrea sebagai bentuk permintaan maaf karena telah kelepasan menamparnya semalam.
Di kamar, Andrea baru saja selesai mandi dan langsung membuka bank soal matematika yang pernah dibelikan ibunya. Bahkan, buku itu dibeli sebelum Andrea lulus sekolah dasar yang tentu saja sangat berguna untuk dirinya di masa depan.
Benar saja, ketika SMP sampai SMA... Andrea benar-benar tidak pernah merasa kesulitan belajar. Sebab sejak kecil sudah paham akan materi-materi yang diajarkan di sekolah.
Tok... tok... tok...
"Andrea... ini Bunda. Kamu sudah bangun, Nak?"
Andrea mengabaikan suara ketukan pintu Isla, dia masih sakit hati karena insiden semalam. Ketika dia ditampar Isla yang bahkan ibu kandungnya saja tidak pernah lakukan.
"Bunda tahu kamu sudah bangun dan sedang belajar. Andrea, Bunda tidak pernah membencimu. Kalau kamu jadi Bunda, kamu pasti akan melakukan hal yang sama. Sakit hati karena anakmu dikatai seperti itu."
Andrea tidak menyahut, namun dia mulai menutup buku dan membuka gorden kamar yang menampilkan langit berwarna biru.
"Ayo sarapan, Bunda memasak olahan seafood kesukaanmu. Tadi subuh Bunda ke pasar untuk membeli seafood segar supaya..."
Ceklek...
Pintu kamar terbuka, Andrea langsung berjalan menuju meja makan yang sudah diisi ayah dan adiknya.
Setelah mengusap kepala Jeno pelan, Andrea langsung mengambil nasi yang kemudian disusul Isla yang mulai menyendokkan lauk di piringnya.
"Makan yang banyak."
Jeffrey tersenyum singkat ketika melihat interaksi manis Isla dan Andrea. Meskipun perasaanya masih berduka karena sang mantan istri telah menikah, namun tetap saja dia harus tetap menampilkan wajah bahagia.
"Hari ini Papa ambil cuti, kamu mau ke mana? Piknik ke pantai atau ke puncak? Atau ke manapun kamu mau."
Tanya Jeffrey setelah menghabiskan air putihnya, pertanda acara makannya memang telah usai sekarang.
Andrea yang awalnya sedang bercanda dengan Jeno menggunakan bahasa isyarat, kini tiba-tiba saja terdiam dan mulai menatap ayahnya yang sudah menampilkan senyuman seperti biasa.
"Kalau Andrea mau bertemu Mama, apa akan Papa kabulkan?"
Jeffrey dan Isla saling melirik sekarang, seolah sedang berdiskusi melalui tatapan mata.
"Bercanda, Mama baru saja menikah. Pasti dia sedang bulan madu sekarang. Andrea mau di rumah saja, mau menyelesaikan soal matematika."
Andrea berdiri dari kursinya, tidak lupa dia juga menyempatkan diri untuk ber tos ria dengan Jeno yang senyumnya tidak berhenti tersungging.
Seolah tidak pernah terjadi apa-apa semalam, Andrea benar-benar sangat handal dalam menyembunyikan rasa sakitnya.
Percuma cantik, pintar dan kaya kalau tidak memilki orang tua yang lengkap. Hidupnya pasti hampa karena tidak bisa bertemu ibu kandungnya.
Tapi ibu tirinya baik hati, hidupnya pasti sempurna sekali. Aku jadi iri.
Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Andrea tidak seberuntung kita yang masih memilki orang tua lengkap. Percaya padaku, orang tua tiri itu tidak sebaik orang tua kandung. Meskipun sebaik papaun dia, rasanya akan tetap berbeda sebab kasih sayangnya tidak untuh karena masih memilki batasan. Apalagi seorang ibu, tidak ada di dunia ini yang bisa menggantikan sosok ibu kandung. Kasihan sekali, Andrea. Hidupnya sangat malang.
Tes... tes... tes...
Buku bank matematika Andrea basah terkena air mata karena tiba-tiba saja dia mengingat perkataan teman-teman sekelasnya beberapa bulan silam.
Iya, Andrea tahu kalau sebenarnya mereka hanya iri dan ingin melunturkan semangatnya. Namun tetap saja, ucapan mereka ada benarnya karena Isla memang tidak bisa menggantikan Joanna, ibu kandungnya.
Kalian udah pengen ketemu Joanna?
Kasih komentar dulu yuk, gimana perasaan kalian kalo jadi Andrea?
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
PARENTLESS [ END ]
Short StoryParentless it means having no parent or parents or not cared for by parent surrogates.