Andrea memutuskan keluar rumah dan bermain bersama teman-temannya. Beruntung sekali dia memilki lingkup pertemanan yang positif dan tidak pernah membawanya menuju hal-hal negatif.
Kalau kalian berpikir bahwa Andrea adalah anak akselerasi yang minim relasi karena jarang bersosialisasi, maka kalian salah besar. Karena Andrea tidak hanya pintar dalam hal pelajaran, namun juga dalam berkomunikasi dengan orang-orang. Jadi tidak heran kalau dia memiliki banyak teman meskipun sering dilabeli anak rumahan karena terlalu rajin belajar.
"Pak Jeffrey sudah pulang, Mbak. Sepertinya Bapak marah karena Mbak Andrea pulang malam."
Ucap supir Andrea ketika menunggu gerbang otomatis rumah terbuka. Rumah berwarna putih hitam yang tampak seperti rumah-rumah di zaman kerajaan.
Sekedar informasi, Jeffrey adalah arsitek yang cukup terkenal di Jakarta. Bahkan, hampir 80% gedung baru di sana adalah hasil karyanya. Termasuk rumahnya yang dibangun 10 tahun silam. Ketika dia masih bersama Joanna si istri pertama.
Desain rumahnya juga tidak luput dari campur tangan Joanna. Karena perempuan kelahiran Jawa Tengah itu sangat suka hal-hal vintage ala kerajaan.
"Dari mana? Adikmu sakit, bukannya menyusul di rumah sakit, tetapi malah kelayapan sampai malam! Apa yang sebenarnya ada di otakmu, hah!?"
Andrea yang baru saja menginjakkan kaki di depan rumah langsung mendapat kemarahan ayahnya. Tidak itu saja, beberapa goodie bag yang berasal dari teman-temannya juga direbut dan dilempar asal olehnya.
"Papa apa-apaan, sih!?"
Pekik Andrea karena kesal sebab ayahnya lagi-lagi bersikap menyebalkan.
"Kamu yang apa-apaan! Adikmu sakit! Sejak tadi dia tidak berhenti mencarimu! Kamu pasti sengaja keluar tidak membawa ponsel, kan? Supaya tidak bisa Papa miny pulang!"
Andrea memunguti hadiah dari teman-temannya yang tercecer di lantai. Dibantu oleh supir sekaligus beberapa asisten rumah tangga yang kebetulan melewati Andrea dan Jeffrey.
"Kalau iya kenapa? Memangnya Papa pernah memikirkan perasanku? Tidak, kan? Selama ini Jeno, Jeno dan Jeno yang Papa pikirkan! Sedangkan aku tidak! Bahkan, mengambil raportku saja tidak sempat! Tetapi Papa selalu mengambil cuti ketika anak itu sekarat!"
Plak...
Tamparan keras melayang hingga membuat sudut bibir Andrea berdarah. Sedetik kemudian Jeffrey tampak menyesali perbuatannya yang kelepasan menampar putrinya.
Namun sia-sia, label ayah sempurna yang pernah Andrea sematkan padanya karena tidak pernah memukulnya kini mulai pudar dan membuat Andrea kembali meragukan status ayah kandung yang disandang olehnya.
"Jeffrey!"
Pekik Isla dari lantai atas, dia kemudian berlari mendekati Andrea dan membantunya agar kembali berdiri tegak.
"Lepas! Jangan pura-pura peduli lagi padaku! Urus saja anak cacatmu itu!"
Plak...
Tamparan kali ini dilayangkan oleh Isla, hingga membuat Andrea lagi-lagi tersungkur dan jatuh di atas lantai marmer berwara putih-hitam.
Isla seorang ibu juga, mendengar anaknya dikatai cacat tentu tidak terima. Apalagi itu berasal dari mulut anak tiri yang selama ini berusaha diasuh dengan segenap raga.
Sebenarnya Isla bukan tipe-tipe ibu tiri yang jahat. Justru sebaliknya, dia selalu peduli dan perhatian pada Andrea. Menyiapkan kebutuhan sekolah dan terkadang membuat bekal makan siang sehat untuknya. Namun tetap saja, di mata Andrea itu semua masih kurang sampai-sampai membuatnya tidak kunjung bisa berlapang dada jika perhatian yang didapat dari ayahnya sedikit direbut oleh anaknya.
"Maaf, Mas. Anakmu sudah keterlaluan."
Ucap Isla sembari mengepalkan kedua tangan, namun air matanya mulai bercucuran setelah melihat telapak tangannya yang terkena becak darah Andrea.
Jeffrey juga sama, air matanya sudah sampai di pelupuk mata ketika melihat kilat kebencian di kedua mata putrinya.
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
PARENTLESS [ END ]
Short StoryParentless it means having no parent or parents or not cared for by parent surrogates.