Dua tahun kemudian.
Usia Andrea sudah genap tujuh belas dan Malvin lima.
Keduanya semakin dekat karena Andrea memutuskan gap year selama dua tahun atas persetujuan kedua orang tuanya tentu saja. Pihak kampus dan SMA juga tidak merasa dirugikan karena Joanna, Jeffrey dan Johnny sudah mengurusnya sampai tuntas.
"Kak Andrea, jangan lama-lama! Bisa tidak Malvin ikut saja?"
Andrea menggeleng pelan, saat ini dia sedang berada di bandara karena akan pulang sebentar ke Jakarta untuk menemui ayahnya. Sekedar informasi, selama dua tahun ini Andrea tidak pernah pulang ke Jakarta sama sekali.
Selain karena terlalu nyaman tinggal di Surabaya bersama ibu kandungnya, ini juga karena Jeffrey tampak lebih sibuk dari sebelumnya karena penyakit Jeno semakin parah.
"Jangan sekarang, oke? Kakak janji, suatu saat nanti Malvin pasti Kakak ajak jalan-jalan ke Dufan."
Malvin mengangguk senang, dia semakin aktif sekarang. Dia bahkan sudah masuk taman kanak-kanak dan memilki lebih banyak teman.
Setibanya di Jakarta, Andrea dibuat kesal karena keadaan kamarnya kotor sekali. Penuh debu dan terlihat tidak terawat sama sekali.
"Papa dan Bunda sudah tahu kalau Andrea mau pulang hari ini, kan? Tapi kenapa kamarku masih tidak layak huni? Apa sebenarnya kalian tidak suka Andrea pulang di sini?"
Jeffrey yang baru saja pulang kerja tampak tidak suka dengan ucapan Andrea yang terkesan mengada-ngada.
"Andrea, Papa baru pulang kerja. Orang tua mana yang tidak senang kalau anaknya pulang? Isla, apa saja kerjamu di rumah? Kalau tidak sempat membersihkan kamar Andrea, kamu bisa meminta asisten rumah tangga, kan? Kunci kamar kamu yang bawa, tidak mungkin juga mereka bisa membersihkan kamar kalau kamu diam saja!"
Isla tampak ketakutan dan menunduk dalam, karena baru kali ini Jeffrey memarahi dirinya.
"Maaf, Mas. Akan kubersihkan sekarang."
Isla bergegas menuju kamar Andrea, berniat membersihkan kamar anak tirinya yang sudah dua tahun tidak terjamah orang.
Andrea langsung menuju ruang keluarga, menghidupkan pendingin ruangan dan merebahkan diri di atas sofa.
Tidak lama kemudian Jeffrey datang, dia tampak lebih segar karena baru saja mandi sore dan berganti pakaian.
"Andrea, bangun. Kamarmu sudah siap, ayo ke tidur ke atas. Atau mau Papa gendong saja?"
Jeffrey mengusap rambut Andrea, mencoba membangunkan putri kesayangannya yang tampak kelelahan.
"Istri Papa kerjanya apa, sih? Sampai-sampai mengurus rumah saja tidak becus! Ini lagi, sudah berapa lama cover sofa ini tidak dicuci? Debunya banyak sekali! Kalau tidak karena terpaksa, aku tidak akan mau tidur di sini!"
Jeffrey meraba sofa tempat tidur Andrea. Benar saja, banyak debu di sana.
Jeffrey juga heran, padahal ada banyak asisten rumah tangga di rumah. Namun mereka seolah-olah hanya memakan gaji buta karena keadaan rumah justru terlihat memprihatinkan.
"Maaf, Pak. Kami hanya mematuhi apa permintaan Bu Isla. Ibu meminta kami untuk jangan lama-lama membersihkan rumah. Kami hanya diminta mengurus pekerjaan rumah yang lain dan Mas Jeno saja."
Ucap salah satu asisten rumah tangga yang tiba-tiba saja melewati ruang keluarga.
"Bukannya Jeno sudah ada baby sitter? Kalian kerjanya bagaimana? Kenapa tidak bisa bekerja dengan maksimal seperti sebelum-sebelumnya? Dulu waktu masih ada Andrea kalian tidak seperti ini."
"Maaf, Pak. Dulu waktu ada Ibu Joanna dan Mbak Andrea kami hanya bertanggungjawab pada pekerjaan masing-masing. Ada yang bagian bersih-bersih lantai atas, bawah dan halaman. Ada juga yang bagian mencuci dan menggosok pakaian. Lalu ada yang memasak dan berbelanja. Dulu kami hanya mengerjakan pekerjaan sesuai dengan beban yang telah diberikan di awal perjanjian, tapi sekarang Bu Isla meminta kami bekerja santai saja dan tidak harus menuruti SOP yang dulu pernah Ibu Joanna berikan asal Mas Jeno tetap terpantau aman. "
Andrea yang geram, kini langsung mencari keberadaan Isla berada. Dia tidak rela ketika melihat rumah ini tidak terawat.
"Bunda kenapa jorok sekali, sih! Wajah dan tubuh saja yang dirawat! Tapi rumah berantakan!"
Jeffrey tampak tidak suka dengan ucapan Andrea, sebab perkatannya terlalu kasar dan tidak layak ditujukan untuk orang yang lebih tua.
"Andrea!"
Pekik Jeffrey sembari berjalan mendekati Andrea yang sudah berdiri tepat di depan Isla yang sedang membuat susu untuk anaknya.
"Aku sudah cukup bersabar! Kau pikir hebat karena sudah berani membentakku?! Mamamu tidak mengajari bagaimana cara sopan santun pada orang tua, hah!?"
"ISLA!"
Pekikan Jeffrey semakin nyaring dari yang sebelumnya. Karena Isla baru saja menyiram air beruap pada wajah Andrea.
Isla enaknya diapain, nih?
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
PARENTLESS [ END ]
Short StoryParentless it means having no parent or parents or not cared for by parent surrogates.