Dulu mereka pernah bersama sebelum akhinya memutuskan untuk berpisah dan meninggalkan banyak kenangan yang telah tercipta.
Isla menatap foto pernikahan Jeffrey dan Joanna yang telah disimpan di dalam gudang. Dia termenung cukup lama di sana. Ada sedikit rasa bersalah di hatinya karena telah memisahkan dua insan yang sebelumnya telah bersama.
Namun, rasa egois yang sejak lama singgah di dalam tubuhnya mulai berkuasa. Batinnya mulai membela bahwa tindakannya sudah tepat. Membuat kedua insan yang mungkin sudah tidak lagi saling cinta berpisah karena pasti akan terus menimbulkan luka jika tetap diteruskan.
"Bu Isla sedang di belakang, Bu. Sepertinya sedang mencari sesuatu di gudang."
Isla menegang di tempat. Di sana, tepat di bawah tangga ada Joanna yang sedang berdiri tegak dengan balutan pakaian indah. Tidak seperti dirinya yang hanya memakai baju rumah berbahan satin mengkilap dengan model tali belakang.
"Mbak..."
Isla berjalan mendekati Joanna, mulai mengulurkan tangan dan berniat menyalami dirinya.
Karena bagaimanapun juga Joanna lebih tua 12 tahun darinya. Joanna 36 dan dirinya 22. Kalau Jeffrey, tinggal menambahkan dua angka di depan umur Joanna. Silahkan hitung sendiri hasilnya.
Plak...
Isla langsung tersungkur di lantai. Dara selaku asisten rumah tangga yang masih berada di dekat Joanna, perlahan mulai mundur ke belakang karena tidak mau mengganggu urusan mereka.
"Bukankah kau sudah janji untuk merawat anakku dengan baik? Lalu kenapa kau pukul?"
"Maaf, Mbak. Saya kelepasan karena Andrea mengatai anak saya."
"Memangnya itu menyakiti anakmu? Melubangi jantung anakmu? Kau seorang Ibu, kan? Seharusnya kau bisa memberi pengertian lebih jelas, katakan kalau anakku tidak boleh berkata demikian! Bukan memukulnya! Aku jelas tidak terima! Andrea kukandung dan kulahirkan dengan bnyak perjuangan! Tapi kau seenakanya memukulnya seolah dia tidak berharga!"
Rahang Joanna mengeras, tangannya sudah gatal ingin menjambak rambut panjang Isla yang tergerai bebas. Padahal dia punya anak balita, tapi masih saja bersolek berlebihan agar terlihat cantik di depan suaminya.
Isla diam saja. Jangankan bangun dari duduknya, mendongak dan menatap Jaonna saja dia takut luar biasa. Apalagi mencoba mendebat ucapannya.
"Mbak Dara, saya makan siang di sini. Tolong siapkan makanan untuk saya, ya? Saya mau ke atas sebentar."
"Baik, Bu!"
Joanna mulai menaiki tangga, meninggalkan Isla yang tampak menyedihkan di tempat.
Tidak, seharusnya Joanna yang sedih karena hampir semua miliknya telah Isla invansi. Suami, rumah ini dan bahkan anaknya sendiri.
Ceklek...
Joanna membuka kamar Andrea. Masih sama, interior ruangan dan tata letak barang-barang tidak berubah. Seolah Andrea tidak ingin melupakan kehadirannya.
Tes... tes... tes...
Air mata Joanna jatuh perlahan ketika membaca buku harian anaknya yang terletak di laci meja belajar. Di sana, Andrea menuliskan begitu banyak kata kebencian yang ditujukan untuknya.
Dimulai dari keegoisannya yang ingin menempuh pendidikan tinggi dan mengorbankan keluarga sendiri sehingga membuat ayahnya menikah lagi, sampai pada kasih sayang Jeffrey yang mulai pudar karena telah memiliki anak lagi.
Semua tertulis sangat jelas di sana. Andrea membenci dirinya, ibu kandung yang telah membuat empat tahun hidupnya berjalan seperti neraka.
Menurut kalian, wajar 'kah kalo Andrea benci ibunya?
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
PARENTLESS [ END ]
Short StoryParentless it means having no parent or parents or not cared for by parent surrogates.