13. Kedatangan Mama

30 16 1
                                    

Hari libur adalah kata lain dari hari kemenangan. Karena setelah lima hari para siswa SMK Gemintang dipusingkan oleh tugas-tugas yang menumpuk, akhirnya bebas pada saat hari Sabtu dan Minggu tiba. Namun, persepsi itu tidak berlaku untuk Dika. Di hari libur seperti ini waktunya dia gunakan untuk mengamen dari pagi hingga petang demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Sebenarnya dia pun tidak mau melakukan ini. Tapi demi kesehatan dan kebahagiaan sang adik, apa pun akan Dika lakukan.

Berlari mengejar bis kemudian berpindah ke bis lainnya sudah biasa Dika lakukan. Bahkan hujan sekalipun, bukan menjadi halangan bagi pengamen seperti Dika mencari nafkah. Walaupun keuntungan yang diperoleh tidak sebesar gajih karyawan pabrik, apalagi seorang direktur, tapi setidaknya Dika memiliki pekerjaan yang halal untuk menghidupi dirinya dan Diandra.

"Permisi, Mas, Mbak." Dika mendatangi sebuah warung makan, bersiap membawakan lagu dan berharap satu koin diterima olehnya.

"Bukan bintang di langit
Tapi cintaku yang terbaik...."

Sampai saat lirik terakhir dinyanyikan, salah satu pelanggan dari rumah makan tersebut memberikan se-koin uang bernilai lima ratus perak kepada Dika. "Alhamdulillah, terima kasih, Mbak."

Dika mengukirkan senyum disertai ucapan syukur sambil membungkuk. Ia lalu memasukkan koin itu ke dalam saku hoodie-nya. Mungkin bagi sebagian orang, untuk apa tersenyum hanya dengan menerima uang sekecil itu. Namun percayalah, Dika tak mengenal berapa besar atau kecil uang yang ia terima. Terpenting, ada uang yang masuk dari hasil bekerjanya hari ini.

Lantas, sudah sampai di mana kita bersyukur? Tinggal duduk manis, semua makanan lezat sudah terhidang. Uang jajan terkucupi bahkan untuk membeli apa yang kita inginkan pun semuanya terpenuhi. Masih mau mengeluh sehari saja tidak berfoya-foya?

Setelah mengunjungi rumah makan, kini Dika datang mengunjungi sebuah kedai bakso yang banyak dikunjungi pembeli.

"Permisi, Mbak, Mas."

Baru saja Dika hendak memetik gitar, salah satu pegawai menghampirinya. "Heh, Mas. Anda gak bisa baca tulisan di situ apa?" ketusnya menunjuk selembar kertas yang tertempel di jendela masuk.

PENGAMEN DILARANG MASUK!

Begitulah tulisan yang terpampang di sana, membuat Dika sedikit kecewa. "Oh iya. Maaf, ya, Mas. Permisi," pamitnya kemudian pergi. Di balik buff-nya, ada senyuman kecewa yang terukir di bibirnya.

Di bawah teriknya mentari yang membakar kulit, Dika memutuskan untuk beristirahat lebih dulu. Sebelum itu, dia telah membeli segelas air mineral seharga lima ratus perak. Semuanya ia lakukan semata-mata untuk biaya pengobatan Diandra yang tidak sedikit.

Dika duduk bersandar di bawah pohon mangga di pinggir jalan yang ramai. Sampai sekarang pukul satu siang, dihitung-hitung, ia baru memperoleh uang sebesar 15 ribu rupiah. Di zaman sekarang, semuanya serba mahal. Bahkan jika sehari Dika hanya mendapat penghasilan di bawah 20 ribu, dia rela tidak makan dan memberikan makanannya untuk Diandra.

"Mama."

Satu kata itu spontan keluar dari bibir Dika. Cowok itu mendongak menatap langit cerah. Tapi sayangnya, cerahnya warna langit tidak secerah suasana hatinya yang justru menggelap karena luka. "Dika kangen Mama. Mama kapan pulang?"

Rasa rindu yang kini bersemayam di dadanya begitu terasa. Entah tidak seperti biasa, rindunya kepada sang mama kali ini terasa berbeda. Rindu ini terasa sangat, seolah-olah detik ini juga Dika ingin memeluk Mamanya dan tidak akan melepaskannya, apalagi membiarkan Mamanya pergi meninggalkannya kembali.

Brak!

Dika menoleh ke sumber suara. Matanya membulat ketika melihat seorang wanita tiba-tiba terjatuh di seberang sana dengan dua ransel yang tergeletak di sampingnya. Dika buru-buru berlari menolong ibu-ibu yang jatuh pingsan tersebut.

PENGAMEN KEREN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang