18. Supporter Dadakan

23 12 1
                                    

"Yara? Lo kenapa?"

Yara dengan cepat langsung mengembalikan gulungan seragamnya lalu tersenyum menghadap Nada seolah-olah tidak terjadi apa-apa. "Eh lo? Kenapa?"

Masih dengan kening berkerut, Nada melirik sikut Yara yang kini sudah tertutup seragam. "Sikut lo kenapa?"

Yara dengan cepat menggeleng-gelengkan kepalanya. "Nggak apa-apa."

Hm, seperti ada yang disembunyikan.

"Beneran? Lo kayak ada yang disembunyiin dari gue loh, Yar?" selidik Nada tidak percaya. Pasti ada yang Yara tutupi darinya. "Jangan pikir gue gak liat sikut lo memar."

Yara mengembuskan napasnya berat. "Kejedot meja tadi," urai gadis itu agar Nada berhenti mencecar masalah sikunya yang bahkan tidak perlu dibahas sama sekali.

"Nggak, itu bukan memar gara-gara kejedot meja. Tapi memar kayak dipukul orang."

Yara tercekat. Seluruh tubuhnya terasa menegang. Namun, ia berusaha cool dan tetap meyakinkan Nada bahwa semuanya baik-baik saja.

"Banyak nyelidik lo kayak polisi," dengkus Yara kesal. "Diem atau gue potong kiri lo sekarang juga!" ancamnya.

Nada menelan ludahnya kasar. Meskipun tidak mungkin juga Yara berani memotong tangannya, tapi Nada harus tetap berjaga-jaga sebab gadis itu pandai bela diri dan menjatuhkan musuhnya dengan tangan kosong.

"Kenapa?" tanya Yara dingin.

Kembali ke tujuan awal, Nada tersenyum semringah sambil memperlihatkan sebungkus roti dan air mineral kepada Yara. "Liat, gue dikasih ini."

"Dika?"

"Iyap."

"Dih, dia punya kepribadian ganda apa gimana? Kok tiba-tiba bucin?"

Nada mengedikkan bahunya tanda bila ia pun ikut bingung dengan perubahan sikap Dika yang tiba-tiba. "Gak tau gue. Aneh, tiba-tiba bucin dan cerewet gini."

"Lo pelet, ya?" tuduh Yara blak-blakan.

"Astagfirullah, Yara! Gue gak sejahat itu kali buat nyari jodoh."

Yara berdeham dan memasang wajah datar. "Suka-suka lo dah."

"Nih, nitip. Gue mau cuci tangan dulu ke toilet."

Dengan malas, Yara menerima roti dan botol air itu sementara Yara pergi ke toilet untuk mencuci tangan. Setelah gadis itu pergi, Yara kembali mengecek kondisi sikutnya yang memar dan membiru. Senyuman getir dan penuh luka pun tersungging di bibirnya yang kering.

*****

Nada menghidupkan laptop, menyiapkan camilan, segelas susu, dan bantal leher untuk sesi menonton Drama Koreanya hari ini. Di antara camilan yang tadi sempat ia beli sepulang sekolah di minimarket, ada permen kapas pemberian Dika yang sampai saat ini belum ia santap saking indah dan berharganya permen kapas situ. Padahal mah bentuknya sama saja. Hanya kesannya yang sedikit berbeda karena pemberian dari orang spesial.

Sembari menunggu laptopnya terkoneksi dengan jaringan internet berupa wifi di rumahnya, Nada tersenyum begitu melihat origami cokelat berbentuk kucing yang sekarang dia tempatkan di sudut meja belajarnya.

"Lucu amat kucingnya. Mana telinganya ada empat lagi," gumam Nada memperhatikan kucing aneh yang diciptakan Dika.

Pergerakan jarinya yang menari di atas keayboard untuk mengetik judul Drama Korea yang akan ditonton hari ini tiba-tiba berhenti saat satu notifikasi masuk.

Nama 'Dika' terpampang di sana. Dia sudah mengganti nama kontak Dika yang semula Calon Imam menjadi nama biasa sebab sempat terpergok oleh sang bunda.

Dika
Sini depan rumah

PENGAMEN KEREN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang