16. Pelindung Untuk Nada

23 13 7
                                    

Nada berjalan di koridor sekolah. Potongan rambut barunya membuat aura kencatikan gadis itu menguar kentara. Tak sia-sia dia menggelontorkan biaya yang cukup mahal untuk memodifikasi gaya rambutnya agar terlihat lebih cantik. Buktinya sekarang, Nada sudah seperti primadona SMK Gemintang yang mencuri perhatian sebagian kaum adam untuk melirik kecantikan wajahnya.

Suasana sekolah masih sepi. Dia sengaja datang lebih awal, bahkan sebelum matahari terbit, cewek itu sudah rapi dengan seragam pramukanya. Bukan apa-apa, Nada masih trauma dengan kejadian di mana ia terlambat masuk karena motor mogok, bahkan ponselnya dijambret. Tapi beruntung ponsel Iphone yang harganya lumayan mahal itu bisa kembali ke tangannya.

"Hai cewek!"

Nada menghentikan langkahnya di lorong sekolah yang tampak begitu sepi. Raut ceria di pagi harinya pupus begitu melihat gerombolan siswa laki-laki dengan penampilan bad boy mencegatnya. Nada sengaja memilih jalan memutar untuk menikmati udara pagi. Tetapi sungguh, dia tidak pernah menyangka bila di tempat ini dia dicegat oleh gerombolan siswa-siswa nakal tersebut.

"Gak usah pegang-pegang gue!" Nada menarik tangannya kasar ketika salah satu laki-laki bernama Indra dengan lancang menyentuh tangannya.

"Apa, sih? Kok gitu doang marah?" Indra tersenyum miring, menatap Nada dengan syahwat.

"Selama tiga tahun gue sekolah di sini, gue kayaknya baru ngeliat cewek cantik kayak lo deh. Murid baru, ya?" tanya teman sejawat Indra bernama Jesyen.

"Bukan urusan lo!" balas Nada dengan sewot.

"Eh, cantik-cantik kok sewot?" Satu lagi cowok yang berada di sisi Indra dan Jesyen menimpali. Namanya Juna.

Sepertinya kalau dilihat-lihat, Indra adalah ketua geng abal-abal itu. Terlihat dari penampilannya yang sama sekali tidak mencerminkan kepribadian seorang pelajar. Rambutnya yang gondrong dan berantakan, terdapat setitik tato di lengannya, dan aura preman pasar yang kentara.

"Jomlo, ya?" tanya Indra semakin gencar mengikis jarak dengan Nada.

"Lo gak usah deket-deket gue bisa gak?!" Nada perlahan melangkah mundur hingga punggungnya membentur tembok.

Sial, pergerakannya benar-benar terkepung!

Dengan santainya Indra menggeleng. "Nggak. Lo cantik soalnya," bisiknya dengan suara yang begitu berat.

Melihat senyum miring dan tatapan jelalatan Indra membuat Nada super ketakutan. "Jangan macem-macem, ya. Gue bisa teriak kalau lo berani apa-apain gue," ancam Nada terlihat berani, walaupun kini jantungnya berdegup kencang tak karuan.

Jesyen tertawa keras. "Teriak aja sekenceng lo. Gak akan ada yang denger. Karena apa? Karena ini lantai empat."

Benar. Tempat Nada berkeliling ternyata sampai ke lantai empat. Itu artinya sedikit siswa yang akan melintas ke lorong menuju rooftop ini.

Sungguh, kalau begini ceritanya, Nada sangat menyesal karena nekat pergi pada pukul setengah enam pagi.

"Bisa mundur gak, sih?!" Nada mencoba mendorong tubuh Indra dari hadapannya, tapi cowok itu berhasil menahan dan semakin mendekatkan badannya dengan Nada.

"Satu ciuman, lo bebas pergi dari sini," kata Indra dengan seringai jahatnya.

Mata Nada membulat mendengar itu. "Sialan!" umpatnya mengepalkan tangan. "MUNDUR LO KURANG AJAR!" sentaknya emosi.

Bukannya merasa kasihan, Indra justru semakin menjadi. "Nggak mau. Gimana dong?"

"Gue punya pacar di sekolah ini. Kalau dia ngeliat lo ngapa-ngapain gue, abis lo di tangan dia," ancam Nada. Pacar yang dimaksud tentu saja adalah seorang Atalanta Dika Nurdiansyah.

PENGAMEN KEREN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang