19. Sepiring Nasi Goreng Malam Itu

22 11 1
                                    

Setelah hampir satu jam Nada menjadi supporter, pertandingan futsal di gor malam itu pun akhirnya berakhir. Tenggorokan Nada rasanya hampir terputus karena selama satu jam itu dia tidak berhenti berteriak menyemangati Dika. Alhasil, usahanya tidak sia-sia setelah tim Dika berhasil memperoleh kemenangan dengan skor akhir 7-3.

Sebagian dari pemain futsal sudah pulang ke rumah masing-masing. Tersisa Dika, Hasby, dan Fatih yang masih berada di gor. Dika—cowok yang menaikkan kaos bolanya hingga mencapai dada karena merasa gerah itu menghampiri Nada yang sudah turun dari tribune. Nada menelan salivanya yang tiba-tiba membeku melihat perut kotak-kotak Dika terekspos dengan sangat bebas.

"Bajunya ngapain digituin, sih?" tanya Nada sembari menyodorkan air mineral yang langsung Dika tenggak hingga tandas dengan posisi berjongkok.

"Gerah," kata Dika mengibas-ngibaskan tangannya sebagai angin manual.

Nada memperhatikan banyaknya keringat yang memenuhi badan Dika baik depan maupun belakang. Pasti tubuh cowok itu lengket dan bau masam. Meski begitu, Nada tetap saja betah berdekatan dengan Dika.

"Dik, gue sama si Fatih pulang duluan," pamit Hasby diikuti Fatih yang berjalan di belakangnya.

"Lah, katanya mau makan nasi goreng dulu?" tanya Dika. Sebelumnya mereka bertiga sepakat sepulang futsal, mereka akan menyantap nasi goreng langganan Dika terlebih dahulu.

"Nih anak bungsu rese. Katanya belum ngerangkum materi buat besok," jawab Hasby menunjuk Fatih dengan sinis.

Dika mengangguk paham. Nasib bersahabat dengan anak ambis seperti Fatih harus banyak-banyak istighfar. Bahkan katanya hidup Fatih terasa hambar bila sehari saja tidak membuat catatan di buku tulisnya.

Sepeninggal Fatih dan Hasby, kedua insan yang kini menjadi yang terakhir di dalam gor masih terdiam. Dika yang tengah mendinginkan badannya, sedangkan Nada yang sibuk menghabiskan permen kapas pemberian Dika yang terasa lezat.

"Nada," panggil Dika pelan.

"Apa?"

"Kita gak langsung pulang, ya."

"Emang mau ke mana dulu?"

"Kita makan nasi goreng langganan gue. Dijamin enak," kata Dika meyakinkan.

Walaupun Nada tidak merasa lapar, cewek itu tetap mengangguk untuk menghargai perasaan Dika. "Oke deh. Tapi jangan lama, ya. Takut Ayah gue marah."

"Siap, Ratu!" Dika memberi hormat lima jari layaknya seorang pelayan yang tunduk kepada ratunya.

Nada tertawa dengan gelengan kepala. Mereka lalu keluar menuju parkiran yang sudah sepi. Terisa motor Vario berwarna putih milik Dika yang terparkir di sana.

Bukannya segera menyalakan mesin motor, Dika secara terang-terangan malah membuka bajunya hingga menampakkan seluruh badannya tanpa apa-apa. Hal itu membuat Nada melebarkan bola matanya kemudian menutup wajahnya dari badan kekar milik Dika yang terbuka secara nyata.

"Dikaaaa! Lo ngapain buka baju di depan gue, sih?!" pekik Nada meringis pelan.

Dika mengulum bibirnya. Tanpa menjawab omelan gadis itu, Dika langsung memakai hoodie berwarna putihnya tanpa dalaman apa pun lagi. Setelahnya, cowok itu memasukkan baju bola yang basah oleh keringat itu ke dalam tas serut miliknya.

"Buka matanya. Gue udah pake baju lagi."

"Boong."

"Beneran, Sayang."

Memberanikan diri, Nada pun pelan-pelan membuka matanya kembali. Dia bernapas lega saat perut kotak-kotak itu tidak lagi terlihat. "Kenapa pake hoodie doang, sih? Ntar masuk angin," omelnya seperti ibu-ibu.

PENGAMEN KEREN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang