32. Kecewa

36 11 2
                                    

Sejujurnya, pukulan yang dilayangkan Dika di rahangnya menimbulkan rasa nyeri yang cukup kuat. Candra meringis kesakitan sembari mengusap rahangnya yang memerah. Bahkan efek nyeri rahangnya sampai menjalar ke kepala yang tiba-tiba terasa pusing.

"Fuck!"

Tatapan tajam Dika terarah kepada Nada dan Candra secara bergantian. Namun yang kini benar-benar menyulut emosinya adalah laki-laki pecundang yang terjatuh itu—Candra. Dia sangat tidak terima melihat Candra menggenggam dan mengelus-elus rambut Nada yang seharusnya ialah yang melakukan hal tersebut.

"Bangun lo! Ayo, lawan gue sekarang!"

Dengan tertatih-tatih, Candra bangkit dibantu dengan berpegangan tangan pada kursi. Tidak sedikitpun tersimpan rasa takut di jiwa Candra. Terlebih pada laki-laki kurang ajar yang tiba-tiba menghajarnya tanpa sebab.

"Lo siapa, hah, tiba-tiba pukul gue? Orang gila!" hardik Candra di sela-sela meringisnya.

Dengan tegas dan emosi membara, Dika menjawab, "Gue pacarnya Nada. Mau apa lo?"

Sempat terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya Candra terkekeh pelan. "Pacar? Udah gak waras lo?" Laki-laki itu tersenyum miring. Cowok di depannya ini memang sudah gila. Bisa-bisanya mengaku sebagai pacar Nada, padahal jelas-jelas di sini dialah pacarnya. "Gue pacarnya Nada."

Dika menggertakkan rahangnya. Kakinya kembali melangkah seiring dengan tangan kirinya yang mengepal. "Lo udah pegang-pegang tangan cewek gue bangsat!"

Bugh!

Satu lagi pukulan melayang ke wajah Candra, sampai membuat pemuda itu terjatuh untuk kedua kalinya. Kala Dika hendak menghajar wajah Candra lagi, Nada langsung memasang badan.

"UDAH, CUKUP! CUKUP!" teriak Nada menarik tangan Dika dari hadpaan Candra.

"Cukup gimana? Dia udah berani pegang tangan lo, Nada!" sentak Dika tidak rela tangan gadisnya dipegang cowok lain.

"Dia pacar gue!" ujar Candra menggebu-gebu, seraya bangkit berdiri.

"UDAH, CUKUP! PLEASE, UDAH!" Badan Nada bahkan bergetar karena melihat dua laki-laki yang disayanginya berkelahi. Ini semua salahnya. Salahnya karena enggan membuka mulut dan egois.

Nada memejamkan matanya sejenak, lalu meraup napasnya dengan dalam. "Kalian berdua gak salah. Gue yang salah."

Dika dan Candra sama-sama mengernyit. "Maksudnya?"

Sekuat tenaga Nada menahan isak tangisnya. Dia menatap Candra dengan intens. "Can, maaf, aku udah bohong sama kamu. Dika emang pacar aku di sini."

Layaknya segumpal kertas yang ditaruh di atas pemanggangan, Candra adalah kertasnya yang hangus terbakar. Hatinya seolah ditikam belati tanpa aba. Dunianya berhenti sejenak mendengar pernyataan yang keluar dari bibir Nada.

Ganti, Nada kini menatap Dika dengan penuh ketakutan. "Gue juga minta maaf, Dik. Dia emang bener pacar gue di Jakarta yang belum gue putusin sampe sekarang."

Sama halnya seperti Candra, dunia Dika pun seakan berhenti sejenak. Sungguh, dia tidak pernah menduga Nada berani menduakannya.

"Kamu gak lagi main-main, kan?" Nada menoleh mendengar suara lirih Candra. Mata cowok itu tampak berkaca-kaca.

Nada menggeleng, kemudian menunduk. Dadanya dipenuhi rasa bersalah yang bersliweran ke sana-ke mari.

Candra tertawa getir diiringi air mata yang terjatuh ke pipinya. "Oala. Jadi percuma dong, ya, gue jauh-jauh dateng ke sini? Hahaha!" Candra mengusap air matanya kasar. "Pantesan akhir-akhir ini kamu slow respon dan selalu berusaha ngasih alasan biar gak telfonan sama aku. Tau-taunya punya sandaran baru di kota ini," sambungnya yang terdengar menyakitkan di telinga Nada.

PENGAMEN KEREN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang